"Makanya udah gue bilang kalau lagi liburan jangan healing ke salon hewan." Seketika Jethro langsung tersedak jus jeruknya setelah mendengar lontaran kalimat laknat dari Biru.

"Sialan! Lo pikir gue guguk?!"

Biru menatap datar. "Gue gak bilang lo guguk, tapi monyet."

"Kembar sih," celutuk Jethro yang masih ngakak tak tertolong, membuat Hayden langsung melototi mereka berdua.

Biru yang sadar jika temannya tengah kesal pun segera menepuk pundaknya tak santai. "Canda. Nggak usah baper."

"JANGAN SENTUH AKU, MAS! AKU JIJIQ!"

Teriakan nyaring itu sukses membuat orang-orang yang berada di sana langsung memperhatikan mereka dengan wajah aneh. Sungguh, ini sudah biasa terjadi jika mereka sedang berkumpul bersama. Pasti ada satu waktu tindakan Hayden yang mempermalukan kedua temannya.

"Dulu gue bingung kenapa gue mau temanan sama lo, Den. Padahal lo gila." Jethro geleng-geleng kepala tidak habis pikir. "Kalau lo gimana, Bir? Kenapa mau temenan sama manusia jahanam itu?"

"Emang kita temenan?" balas Biru tanpa menolehkan pandangannya dari laptop.

"Oh jadi gitu kamu, ya, Mas! Aku pikir kita spesial. Aku kecewa!" Hayden menutup hidungnya sambil memasang wajah yang seolah sedang tersakiti.

"Cut, cut!" sambar Jethro. "Kok lo tutupnya hidung sih? Aturan mulut dong bege!"

"Oh iya, ya?"

"Aktor produk gagal," ujar Biru yang membuat Jethro lagi-lagi tergelak.

Hayden mencibir pelan. Lalu tatapannya tak sengaja tertuju pada sebuah brosur yang terselip diantara tumpukan buku milik Biru. Keningnya berkerut bingung sebelum akhirnya dia langsung mengambil brosur tersebut untuk melihatnya.

"Aspire band?" sebut Hayden membacanya, membuat Biru sontak menoleh.

"Itu club baru atau apa?" tanya Jethro ikut melihat ke arah brosur itu.

Biru mengedikkan bahunya asal. "Gue dapet dari kating jurusan DKV. Namanya Rajavas, lo pada kenal nggak?"

"Kayaknya pernah denger deh. Cewek gue pernah ngomongin katanya ganteng. Tapi, emang dia ajak lo gitu?" ujar Jethro.

"Kalau lo pada ikut, gue ikut," ucap Biru sambil menatap ke arah temannya satu persatu, meminta persetujuan.

"Gue kayaknya nggak deh. Kalau audisi gitu harus punya persiapan mau tampil apa, terus kalau gue nggak ada bakat gimana?" tolak Jethro langsung. "Kenapa lo mau ikut?"

Biru terdiam sejenak sebelum menjawab. "Kakek gue dulu pernah jadi anggota band waktu muda, walau nggak terkenal sih. Beliau cerita banyak sama gue tentang musik dan pengalamannya bisa berdiri di atas panggung."

"Dan waktu gue umur 12 tahun, itu tahun di mana gue dan Kakek abisin waktu ngobrol sampai sore sebelum gue gak bisa ngelihat Kakek lagi. Katanya musik itu kehidupan, tanpa musik mental manusia gak bisa selamat dari jahatnya dunia. Itu pesan yang gue ingat sampai sekarang," lanjut Biru sambil mencoba mengingat moment hangat itu mengalir lembut di benaknya.

Jethro mengangguk paham. "Kakek lo hebat banget, ya? Ngefans nih gue."

"Jadi, cita-cita lo berdiri di atas panggung dan ditonton banyak orang?"

Biru menggeleng. "Gue berdiri di panggung dan gue ngebayangin kalau Kakek gue nonton di sana."

"Gue mau ikut," celutuk Hayden yang membuat Biru mau pun Jethro sama-sama menoleh terkejut. Sedangkan Hayden tampak bingung melihat wajah tak percaya sahabatnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 15, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Biru Menggenggam HujanWhere stories live. Discover now