Bab 201 - Lukky And Vanya Divorced

99 7 1
                                    

*

*

*

Satu Minggu Kemudian

Revano, Vano Wilson, dan kedua kawannya datang ke pangkalan Militer, yang entah mereka tidak tahu siapa pemilik Pangkalan itu. Mereka baru saja sampai di malam hari, yang mana pintu gerbang tidak bisa dibuka dan mereka juga tidak bisa masuk begitu saja, lantaran tempat itu dijaga ketat sekali.

"Vano, kau yakin dia ada disini?" tanya Daniel. Ragu-ragu juga Pavlo bisa masuk ke tempat seperti ini, yang mana Pangkalan Militer yang biasanya hanya mendirikan tenda saja, ini malah seperti gerbang Ibu Kota lihatnya.

Vano melihat gerbang itu menjulang sangat tinggi di hadapannya, dan ada penjaga di menara sudah tidur, tidak tahu ada orang lain di luar gerbang. "Aku sih, tidak tahu juga. Tapi yang jelasnya, aku perna ingat waktu Pavlo di Belanda ia perna bicarakan pangkalan ini dulu, pada Ayahku."

"Ini bukan Pangkalan Militer Van, ini sih Ibu kota," sahut Yustine padanya untuk membenarkan.

Revano mengerutkan alisnya. "Aku juga baru tahu kalau disini ada kota. Padahal di daftar kependudukan tidak ada juga tempat ini tercatat di Britania."

Vano menyentuh dagunya untuk berpikir sejenak. "Tapi setidaknya kita coba cari dia dulu disini."

"Ia ... Tapi bagaimana cara kita masuk? Penjaga juga tidak akan biarkan kita masuk begitu saja, kan? Mereka pasti akan periksa kita dulu, dan sudah jelas juga tempat ini sangat dijaga ketat oleh mereka. Buktinya mereka tidak biarkan gerbang ini dibuka selama 24 jam lamanya, berbeda dengan Ibu kota, ada waktu tertentu di buka," kata Revano.

"Mungkin kita harus manjat," saran Vano, namun ia tidak yakin juga bisa manjat dengan tangan kosong, kecuali pakai tali tambang.

Lamanya mereka terdiam, Vano langsung terpikirkan akan senjata militer Pavlo. "Kita bisa pake ini!" Vano keluarkan cincin cakar harimau yang panjangnya 15 cm di balik jubahnya. Fungsinya bisa menancap di dinding sebagai penopang tubuh mereka saat manjat di benteng.

"Wah, iya yah. Kenapa kau baru terpikirkan ini." Tawa Yustine, menepuk punggung Vano.

Vano memutar matanya malas, apa-apa dia terus yang selalu di repotkan. Mereka selalu saja berharap padanya, padahal mereka bisa sendiri cari Pavlo. Aturan dia duduk manis, dan berpesta di Klub mereka selalu saja datang mengacaukan dirinya.

"Yah sudah ayo!" Revano manjat tembok lebih dulu dengan hati-hati. Bayangkan saja mereka harus manjat benteng dengan ketinggian 20 meter.

*

*

*

Esok siang, Vanya duduk bersama dengan Lukky di halaman tak jauh dari kediaman mereka. Lukky sendiri yang mengajak Vanya ke tempat itu, karena ada yang ingin Lukky katakan pada Vanya masalah serius.

Lukky mengelus punggung tangan Vanya. Berat hati juga ia katakan hal ini, namun dia harus bagaimana lagi. Tapi sudah jelas juga Vanya akan terima permintaannya.

"Ada apa Lukky?" Vanya berkata lembut padanya.

"Vanya, kau sekarang sudah dewasa Yah, umurmu juga sudah 18 tahun."

Vanya mengerutkan alisnya, begitu heran atas perkataan Lukky yang tiba-tiba mengungkit umurnya. Atau jangan-jangan Lukky ini berkata seperti itu pasti minta anak padanya, karena umurnya juga sudah matang saat ini.

Lukky menatap lurus ke depan untuk melihat danau bunga teratai yang tak jauh dari kursi panjang yang mereka duduki. Angin bertiup kencang sampai-sampai membuat dedaunan hijau berjatuhan diterpa angin kemana-mana di siang hari. Katakan saja siang ini pemandangan dan cuaca di langit sangat bagus di hadapan mereka, walaupun matahari bersinar terang di langit, tetap saja udara sangat begitu sejuk, karena sebentar lagi musim salju akan tiba.

Lukky memejamkan matanya sejenak sambil merasakan gundah di dalam hatinya, ada rasa perih dan hancur yang ia tidak bisa dipungkiri lagi. Hari ini detik ini, dia dan Vanya akan bercerai, dan memulai kehidupan baru menjadi seorang duda di masa mudanya.

"Lukky, apa-apa kau baik-baik saja?" Vanya menghentikan keterdiaman diantara mereka.

Lukky membuka matanya, memalingkan wajah melihat dalam-dalam mata Vanya. "Vanya, mari kita bercerai. Aku sebenarnya sudah menemukan wanita yang aku sukai," bohongnya memberikan alasan tepat.

Vanya langsung tersenyum menanggapinya, karena dulu ia juga pernah berikan pilihan seperti ini pada Lukky, waktu Lukky akan keluar dari ibu kota bersama yang lainnya. "Aku senang kau sudah menemukan wanita yang kau cintai Lukky. Aku berharap wanita pilihanmu itu juga sangat mencintaimu." Vanya langsung memeluk Lukky, sambil mengusap bahunya.

Lukky rasanya ingin menangis tapi dia harus menahan kesedihannya, agar Vanya tidak tahu betapa hancurnya ia merelakan Vanya bersama pria itu. Vanya melepaskan pelukannya, melihat wajah Lukky, begitu juga dengan Lukky, ia pura-pura tersenyum, se-senyum mungkin membuktikan betapa bahagianya ia sekarang.

Tangan Lukky sempat bergetar mengambil gulungan kertas di balik jubahnya. Lukky memberikan kertas cerai padanya. "Vanya, tolong berikan cap darahmu disini."

Vanya tersenyum bahagia, seperti kalau dia bebas dari penekanan dari Lukky yang selalu saja cemburu kalau ia melakukan sesuatu di luar sana. Vanya menggigit jempolnya sampai jempol itu mengeluarkan darah, lalu mengarahkan jempolnya di kertas, sebagai tanda tangan persetujuan dirinya untuk menceraikan Lukky dan sepakat bahwa mereka bukan lagi suami istri.

Lukky menarik kasar kertas itu, lalu buru-buru pergi meninggalkan Vanya sendiri disana. Lukky berlari sekuat-kuatnya sambil mengusap air mata yang tidak kuat lagi ia menahan perih di hatinya.

Yuta keluar dari persembunyian untuk mengejar Lukky. Yuta ingin menghiburnya saja. Yuta memang tidak tahu apa alasan Lukky meminta cerai lebih dulu dari Vanya, dan saat keinginannya disetujui Vanya, dia malah bersedih.

Yuta menyentuh bahu Lukky saat Lukky duduk terdiam menangis di bawah pohon. "Lukky, kalau kau masih mencintainya, kenapa kau meminta dia menyetujuinya."

Lukky menghapus buru-buru air matanya. "Siapa bilang aku sedih karena bercerai, aku sedih karena terharu sudah lepas dari kutub es," celetuknya.

Lukky dan Yuta memang sering bicara bersama, makanya Lukky tidak segan pada Yuta kalau dia mengeluhkan Vanya di hadapannya, dan banyak tanya pada Yuta tentang apa yang Vanya sukai dan tidak sukai.

Yuta hanya tersenyum mendengarkan Lukky. "Lukky, apa kau lupa bagaimana caramu bisa menikahinya. Waktu itu dia memang ingin menolakmu, tapi dia terpaksa terima tawaran mu ... Karena dia melindungiku waktu itu, agar kau sendiri bisa membawaku pergi." Yuta duduk di samping Lukky sambil menghela nafas sebelum melanjutkan bicaranya lagi, "Kau memang sangat egois Lukky, kau memaksanya dan berbuat licik padanya. Tapi hasilnya, sampai sekarang kau malah sakit sendiri dan menanggungnya sendiri."

Lukky mengingat kejadian waktu itu di kampung halamannya. Dia sempat lupakan hal itu, lantaran ambisinya saja ingin mengistrikan Vanya. *

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 11, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Transmigration Agent's Daughter ✓Where stories live. Discover now