04. Cakrawala, Arunika! Kami di Sini

Mulai dari awal
                                    

Amel akhirnya bangun. Dia mengedip, sedetik terkejut melihat keadaan sekitar, namun kembali meluruskan wajah saat sadar bahwa sejak kemarin mereka terdampar. Dia meringis memeluk perutnya yang keroncongan. "Enggak ada yang bisa dimakan, 'kan?"

"Nah, tugas lo dan Rangga sekarang menjaga satu sama lain." Rangga dan Amel mendengar itu langsung saling pandang dengan bingung. Julian melanjutkan, "Gue bakal ke atas buat nyari sesuatu."

"Ke atas mana?" tanya Amel.

"Atas gunung. Di sana lebih banyak pohon, kemungkinan bakal ada makanan. Mau cari kayu bakar juga buat nanti malem. Lo pada enggak mau tidur gelep-gelepan lagi, 'kan? Gue sih, ogah."

"Enggak takut ada harimau lo?"

Julian menghela napas. Dia ingin sekali memukul Rangga. "Lo kalo enggak berniat bantu, lebih baik diem aja, bisa? Jangan nakut-nakutin gue, anjir!"

"Ya makanya gue tanya, lo takut apa enggak."

"Takut! Gue takut!" Julian emosi. "Tapi semoga enggak ada harimau."

Rangga tertawa singkat, "Sorry enggak bisa bantu. Hati-hati."

Julian dengan suasana hati yang jadi berantakan berjalan menjauh dari gua meninggalkan Rangga dan Amel berdua. Karena terpengaruh dengan pertanyaan Rangga, dia jadi membawa sebilah kayu sebagai senjata. Dia mencari jalan masuk untuk naik ke atas gunung di sela-sela pepohonan rimbun dan batuan.

Dia menggunakan kayu yang dibawa sebagai alat untuk membuka jalanㅡmenebas semak-semak tajam yang mengganggu langkahnya.

Pelan-pelan melangkah, Julian menikmati pemandangan hutan. "Enggak seserem itu, kok."

Bayangan Julian tentang hutan gelap yang mencekam ternyata salah. Pepohonan di sini tak serimbun itu hingga memblokir akses masuk sinar matahari. Dia masih bisa merasakan kulitnya hangat karena matahari pagiㅡmembuatnya berpikir kalau makhluk buas seperti harimau tidak mungkin hidup di sini. Namun masalahnya saat ini adalah Julian tidak tahu tumbuhan apa yang sekiranya bisa dimakan.

"Buset, inimah pohon tinggi semua, enggak ada sayur-sayuran."

Lalu tiba-tiba, Julian tertawa sendiri. "Kalo mau sayur mah, berkebun sendiri, bego." Julian berhenti melangkah, "Tapi boleh juga nanem sesuatu di sini."

Pohon yang tumbuh berjarak menyisakan lahan kosong di beberapa titik. Bahkan, ada titik yang tak ditumbuhi pohon sama sekali, membuat Julian berpikir untuk membuat gubuk kecil dan menanam di sana. Pria itu benar-benar antusias memikirkan cara untuk bertahan di tempat ini.

Berkeliling cukup lama, Julian tak menemukan apapun untuk dimakan. Mungkin ada, namun dia tidak yakin apa. Daripada dia dan dua temannya meninggal sia-sia karena tumbuhan beracun, sebaliknya dia tidak mengambil apapun.

Fokus Julian kini hanya berkeliling melihat-lihat sekitar sambil mengumpulkan kayu-kayu yang lembab akibat hujan semalam. Dari atas sini, terlihat laut biru yang terhampar dengan begitu luas. Dari titik yang sama, dia bisa melihat pulau seberang yang jauh jaraknya.

Julian berdiri di ujung tebing, menghirup udara beraroma laut sambil berusaha menghilangkan memori tentang orang-orang terkasihnya, sebab dia tidak mau menderita dan bersedih karena hal itu. Dia ingin bertahan di sini dengan mengingat dirinya sendiri.

"Sejauh apa, sih, kami berpencar? Kenapa gue enggak nemuin yang lainnya walaupun dalam rupa mayat?"

Bahkan dilihat dari atas sini saja, Julian tak menemukan apapun selain hamparan pasir yang halus dan kosong.

Sejauh mana laut membawa kalian, Arunika, Cakrawala?

Julian kemudian mengikat seragam tim yang diam-diam dia bawa ke ujung kayu panjangㅡmembuatnya menyerupai bendera. Dia tak yakin dengan keajaiban yang dia harapkan setelah melakukan hal bodoh ini. Yang jelas, setelah seragam berwarna putih-hitam itu terikat kencang pada kayu, dia melambai-lambai benda itu ke udara sambil berteriak, "CAKRAWALA! ARUNIKA! KAMI DI SINI!"

Keajaiban yang Julian harapkan adalah ditemukannya mereka di tempat ini.

"CAKRAWALA! ARUNIKA! KAMI DI SINI!"

Sekali lagi. Keajaiban selanjutnya yang Julian harapkan adalah kembali berkumpul dan pulang dengan formasi lengkap bersama anggota lainnya.

"CAKRAWALA! ARUNIKA! KAMI DI SINI!"

Di kali yang ketiga, Julian berharap pulau yang luas ini mampu menampung seluruh suaranya bahkan hingga tempat terkecilㅡke seluruh tempat di mana teman-temannya berada.

"Ayo kumpul dan pulang sama-sama." []

Sebelum FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang