Change of Heart

148 31 2
                                    

Hope you like it, happy reading

____________________

Mata emas itu kembali memantulkan cahaya samar dari balik lampu di atasnya. Walaupun matahari sudah sepenuhnya tenggelam, tubuhnya sudah bersih dari bercak darah, debu, dan kotoran. Tapi Aki masih belum mengatakan apa-apa padanya.

Seolah mulut pemburu itu terkunci rapat dan kemampuannya untuk berbicara lenyap seketika.

"Aki?" Bisik Denji, ia dengan pelan mendorong pintu kamar Aki, mengintip ke dalam kegelapan kamarnya.

"Apa kau sudah tidur?" Denji bisa melihat Aki yang sudah terbaring di atas kasurnya dengan punggung yang menghadap ke arahnya.

"Apa aku melakukan kesalahan?" Aki sama sekali tidak bergeming dari posisinya saat ini.

"Apa kau membenciku?" Dari jaraknya saat ini, Denji bisa mendengar helaan napas lelah dari Aki. Remaja itu kembali teringat dengan tatapan penuh ketakutan yang ditunjukkan kepadanya hari itu.

Mata biru yang selalu menatapnya lembut dan hangat. Berubah menjadi sesuatu yang tidak Denji kenal lagi.

"Aku seharusnya tidak memiliki perasaan seperti ini pada Aki. Mungkin aku sudah mengganggunya."

Jam berdetak beriringan dengan bunyi detak jantung si pirang. Tanpa persetujuan atau tanggapan dari Aki, Denji tidak memiliki keberanian untuk mendekatinya. Dengan langkah gontai, Denji pergi dari sana sebelum menutup pintu kamar itu pelan.

Meskipun ia tahu kalau Aki sama sekali belum tertidur.

_____________________

Pagi-pagi sekali tepat pukul 6, Denji bisa melihat sarapan yang tergeletak di atas meja. Matanya menelusuri dapur, kamar mandi, ruang tamu, dan bahkan kamar pemburu itu dan Denji tidak lagi merasakan kehadiran Aki di sudut ruangan manapun.

Jemarinya menyentuh permukaan piring yang dingin dan memperkirakan kalau sarapan itu sudah dibuat 1 jam yang lalu.

Denji menggigit permukaan sandwich, mengunyah makanan itu perlahan, dan meletakkan sandwich itu kembali tanpa berniat untuk menghabiskannya.

"Aku merasa sangat buruk."

Tidak ada catatan atau pesan yang tertinggal seperti yang biasa dilakukan Aki jika ia pergi tanpa ingin membangunkannya. Denji menelan kekecewaannya, masih merasa asing dengan perasaan tidak puas yang membanjiri hatinya.

Karena Denji tidak pernah merasa begitu diabaikan selama hidupnya selain oleh kedua orang tuanya sendiri.

Meninggalkan dapur, si pirang masuk ke dalam kamar mandi, berdiri tepat di hadapan sebuah cermin di mana cermin itu memantulkan mata emasnya yang mirip dengan milik wanita yang ia kagumi.

Ketika pertama kali melihat mata itu, Denji beranggapan kalau mata itu adalah penyelamatnya. "Jika bukan karena Makima-san, aku tidak akan bisa berada di sini."

Seharusnya ia merasa senang. Tapi yang menyelimuti hatinya saat ini tidak ada apa-apa selain kekosongan yang membuatnya merasa kalau kematian jauh lebih baik dibandingkan dengan apapun.

Kepala si pirang tertunduk. Mata emasnya menatap kosong pada wastafel di bawahnya. Telinganya menangkap suara rintik hujan yang semakin lama semakin kencang.

Ketika kakinya melangkah keluar dari kamar mandi, Denji mendapati Pochita yang menunggunya tepat di depan pintu, mendongak menatapnya dengan matanya yang bulat.

Denji menunduk dan mengangkat Pochita membawanya ke dalam pelukannya. "Ayo, pergi, Pochita, kau ikut denganku bukan?"

"Woof!" Denji tersenyum dan memeluk anjing itu lebih erat setelah mendengar jawaban dari devil itu.

For My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang