Diari luka

0 0 0
                                    

Ada di lingkungan yang tidak pernah memberikan sesuatu secara spesial, tanpa kalimat-kalimat penghibur yang menenangkan hati, hanya bentakan yang terlontar dan menyayat hati. Bentuk cinta yang diterima dari orang tua yang gengsi mengungkapkan nya, begitupun sebaliknya. Akupun jadi enggan untuk menunjukkan kasih sayang, mau itu dengan peluk atau sekedar mengucapkan sayang, bahkan pada hari-hari spesial. Ah, betapa menyedihkannya mungkin.

Tapi tak se menyedihkan itu, mungkin memang tidak dengan kata sayang setiap saat, atau sebuah hadiah kecil dengan surat kecil didalamnya. Tapi aku tau, mereka sayang padaku. Meskipun dulu, sempat terpikir oleh aku yang masih dibangku sekolah dasar, kalau orang tuaku akan sayang kalau aku bisa ranking 1 atau menjadi juara dalam suatu olimpiade, sehingga dengan semangatnya aku belajar saat itu. Yaa tentu saja itu menjadi dorongan tersendiri, dan aku bisa menjadi ranking 1 di kelas, dan sempat mengikuti olimpiade matematika walau hanya tingkat kecamatan. Selain suka bidang eksakta, akupun suka menulis puisi dan rajin menulis diari. Pernah saat ulang tahunku yang ke 9, orang tuaku membelikan sebuah diari kecil bergambar Tinkerbell, dan disanalah aku tulis semua perasaan yang ada di hatiku. Kubawa selalu ke sekolah, yang mengisi kesendirian ku saat itu. Tak banyak teman, ah menyedihkan kalau kuingat kembali.
Tapi, akan ku ceritakan sedikit mengenai masa lalu itu, meskipun sulit dan begitu sakit rasanya. Pernah suatu ketika, saat jam istirahat aku hanya diam di kelas, mengisi buku diari kecil itu. Belajar merangkai kata dari apa yang kurasa. Begitu menyenangkan, meskipun kalimat-kalimat nya mungkin masih kacau. Dan tiba-tiba temanku merebut buku itu dari tanganku. Iya membacakan isi diari itu dengan lantang di depan teman-temannya yg lain, lantas saat aku ingin mengambilnya, dia lemparkan ke arah lain, dan terus begitu sampai aku tak bisa meraihnya. Ah, kesal. Perasaan ku hancur, campur aduk, antara marah dan sedih, tapi aku tak bisa melawan. Yahh aku yang introvert dan mereka yang berkelompok seakan membully aku dengan perasaan tak bersalah.
Buku ku sobek, dan aku menangis. Tak lama dari itu, jam istirahat telah usai dan Bapak guru kembali ke kelas seraya bertanya padaku yang ada dibangku depan, aku hanya menggelengkan kepala dan pelajaran dilanjutkan.
Tahukah kalian seberapa besar dampak dari pembully an yang dilakukan saat sekolah dasar? Meski terlihat sepele dan hanya masalah anak kecil, nyatanya itu mempengaruhi mental dan kepercayaan diri seseorang yang jadi korban, rasa takut tuk percaya, selalu waspada terhadap orang baru, ah menyebalkan, dan hingga saat inipun aku masih sering merasakan hal itu.
Menangis sepanjang jalan, dengan langkah cepat, mata sembab dengan air mata yang tak berhenti. Itulah gambaran aku saat itu. Hampir setiap hari aku pulang dengan menangis, entah apa sebab mereka melakukan itu padaku. Padahal kupikir, mereka punya segalanya yang bisa membuat mereka bahagia, lantas mengapa malah menindas aku yang tak punya apa-apa, tinggal di gubuk reyot kecil di dekat kebun. Berdampingan dengan makam. Tapi aku masih bisa bersyukur dengan semua keadaan keluarga ku saat itu.

Ah kalian pasti tak suka tentang cerita anak sekolah apalagi anak SD yang tadi ku ceritakan. Hm tak apa. Aku hanya ingin menuliskan apa yang pernah ku alami dan supaya jadi pengingat agar aku lebih kuat lagi dalam menjalani hari, kalau didepan sana akan ada jauh lebih banyak rintangan yang harus ku taklukan.

Tentang bagaimana caraku meluapkan emosi dan perasaan yang meluap, ku tuliskan dalam sebuah syair singkat, dibawah rumpun pohon bambu, diatas batu besar yang ada dikelilingi kolam ikan kecil, sebuah tempat didekat rumah yang aku datangi saat hatiku tengah gundah, serta menyanyikannya saat tak ada orang yang memperhatikan. Ah begitu pemalu nya aku. Dengan nada rendah dan air mata yang seakan otomatis menetes ketika aku menyanyikan bait tiap bautnya itu.
Andai buku itu masih kusimpan, mungkin bisa ku perbaiki tuk ku sempurnakan lagi. Tapi sayangnya, buku itu kubuang saat emosiku benar-benar bergejolak, kulempar buku itu ke bara api yang menyala, alasannya hmm aku lupa, mungkin terlalu menyakitkan tuk diingat, sampai aku tak bisa mengingat nya lagi.

Hm tentang diari ini, sepertinya hanya itu yang bisa kuceritakan dulu. Dilanjut dilain waktu saat aku ingat dan mau menceritakan nya kembali.
Sampai jumpa di cerita selanjutnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 20, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Aku Tokoh UtamanyaWhere stories live. Discover now