Prolog

11 0 0
                                    

Hey, aku bisa pergi kapanpun aku mau, karena aku belum menyetujui surat kesepakatan atau apapun itu, jika kau menganggap aku egois, kamu salah. Kamulah yang mengawali semua ini menjadi kaku dan begitu terpaku pada sistem.
Jika kau kira, sistem ini begitu penting, maka kamu juga harus menanggung resiko, kalau saat ini aku masih berada diluar sistem itu.
Ingat! Aku bukan robot yang bisa kau perintahkan sesuka hatimu.
Cari saja orang lain yang bisa menggantikan posisiku.
Aku pamit.

Itulah isi dari pesan singkat yang ku kirimkan sebelum aku tidur padanya.
Jujur, aku tak membencinya. Hanya saja, hatiku terasa tak nyaman dengan semua yang ia tunjukkan padaku saat ini. Aku tau, dia orang yang terstruktur dalam segala hal terutama dalam sebuah organisasi, dan disini dia menjadi ketua nya.
Masa bodoh dengan semua sistem itu, aku sudah tak peduli. Dia sendiri yang bilang, kalau struktur kepemimpinan nya belum utuh, dan pendaftaran ketua departemen nya masih akan dibuka besok.
Tapi apa yang sudah dia perintahkan untukku? Yaa rentetan permintaan untuk segera dipublikasikan di Instagram, belum lagi revisi yang argh suka suka dia, tanpa mempertimbangkan apa yang kusuka dengan karya yang aku buat. Aku tau, dia ingin segala sesuatu yang rapih, tapi disisi lain dia ingin sebuah gambar yg terlihat abstrak namun dengan warna asli, memusingkan.

Kubuat SOP sesuai yang dia minta di awal, tapi dia sama sekali tak menaati semua itu, seakan SOP yang kubuat hanya formalitas saja.

Setelah semua yang aku buat itu, apa harus aku mendaftar dan melakukan wawancara agar resmi menjadi ketua?
Kalau boleh memilih, ah aku tak ingin, berada dibawah tekanan yang hanya membuat hatiku terluka, rasanya menyiksa diri saja.

Cih, egois kah aku? Ya anggaplah begitu, tak apa. Harus ikhlas iyaa, harus. Aku tau dia sibuk, yang lain pun sibuk, lantas... Apakah aku terlihat begitu pengangguran yang tak punya kegiatan apa-apa bahkan tak punya kehidupan? Oh iya anggaplah aku robot pribadinya yang bisa ia perintahkan sesuka hati tanpa kenal waktu.

Apakah ceritaku ini menarik? Ah sepertinya sama membosankan. Hm tapi tak apa, akan tetap dilanjutkan meski tak ada yang membacanya. Sebagai pengingat kalau peristiwa ini pernah terjadi.

Hm sudah jam 10 malam, aku ingin tidur, tapi entah kenapa air mata ini terus mengucur, eh ko mengucur, hm bagusnya apa? Menetes? Tapi ini bukan tetesan. Oh iya mengalir.
Apakah aku terlalu emosional? Hal sepele pun membuat ku menangis, ah cengeng.

Hmm, harus seperti apa komik yang harus selesai besok lusa ini? Ah konsep yang campur aduk di kepala, masih samar untuk dilukiskan dengan pena. Kenapa begitu terburu-buru, lantas hasil ingin sempurna, akupun butuh waktu lebih lama jika ingin hasil yang benar-benar bagus kan.

Ah jadi beban ku sulit tertidur malam ini. Lantas dia sudah tepar karena kelelahan katanya, ya siapa suruh ambil kegiatan sebanyak itu? Yakan.

Clark.. notifikasi WhatsApp ku berbunyi, balon pesan muncul diatas layar, sahabat ku membalas story' yang sebelumnya kubuat. Tentang luapan emosi yang saat ini sedang kutulis. Yaa isinya agar aku lebih tenang dan dapat memposisikan diri sebagai hamba, hm aku tau itu. Dan kadang, kesalahan yang kulakukan bukan karena aku tak tau hal itu. Tapi yah, perasaan ku sedang tidak baik-baik saja, bolehkah sesekali aku meluapkan emosiku dalam tulisan saja atau sebuah gambar?
Apakah itu salah? Jika salah, lantas harus bagaimana? Aku tidak merugikan orang lain dengan ini, aku tidak menghancurkan barang atau teriak-teriak mengganggu orang lain.
Yaa, izinkan aku menuliskan emosiku ini dengan teriakan dalam hati yang kusimpan sendiri, dengan Isak tangis dimalam yang begitu sepi ini.

Yah, semoga besok saat aku terbangun, hati ini telah pulih, oleh mimpi yang Allah tunjukkan tentang makna tersembunyi yang belum aku temukan saat ini, semoga.
Sampai jumpa besok.

Aku Tokoh UtamanyaWhere stories live. Discover now