-4-

99 19 18
                                    

Semakin hari hubunganku dengan Jiyong hyung semakin dekat. Rasa nyaman ketika bersamanya membuatku terlena. Tapi itu menjadi bumerang untuk diriku sendiri. Ketika aku melihat interaksi antara kakakku dan Jiyong hyung yang terlihat begitu dekat entah mengapa membuat hatiku pedih. Padahal itu interaksi wajar antara pasangan kekasih kan? Tapi rasanya aku tak sanggup melihatnya. Bukan karena risih atau jijik melihat sesama pria bermesraan. Bukan itu. Hatiku saja yang bermasalah. Dan tanpa aku sadari setiap kali itu terjadi, aku dengan reflek pasti memalingkan wajahku agar tak melihat itu. Apesnya hal itu di sadari oleh Jiyong hyung.

Suatu hari ketika aku mampir untuk melihat club kakakku berlatih dia menghampiriku yang sedang duduk sendiri memperhatikan mereka yang sedang berlatih.

"Tumben." Ucapnya kepadaku.
"Ada janji sama temen-temen. Tapi masih satu jam lagi. Jadi ya mending nunggu di sini aja." Terangku.

Lagi-lagi dia menyodorkanku minum. Setelah aku menerimanya, dia pun juga meminum miliknya.

"Apa kau tak menyukai hubunganku dengan kakakmu?" Tembaknya to the poin. Mendapat serangan dadakan tiba-tiba begitu ya bingung lah pasti.

"Mwo??? Apaan itu??? Ngawur deh. Ga ada ya aku bilang begitu." Aku menyanggah dengan frantik membela diri.

"Aku cuma tanya. Santai saja." Timpalnya kalem.

"Lagian hyung ni loh bisa-bisanya punya pikiran begitu coba. Aneh-aneh aja. Aku tuh ga pernah ada masalah dengan hubungan kalian. Itu hak kalian. Bebas. Aku sebagai dongsaeng mendukung." Ungkapku apa adanya.

"Lalu kenapa kamu selalu berpaling setiap kali melihat kedekatan kami berdua?" Tanyanya lagi.
"Eh? Masa? Aku ga sadar kalau melakukan itu." Bingungku.

Dia diam memandang lapangan dimana teman-temannya dan kakakku sedang berlatih. Kami sama-sama diam entah berapa lama aku tak menyadarinya saking tenggelamnya dengan pikiran masing-masing.

"Hyung..." Panggilku lirih tanpa saling menatap.
"Hmm.." Sautnya. Lalu menolah ke arahku yang tak balas menatapnya.
"Apa kau mencintai hyungku?" Tanyaku out of the blue. Aku pun tak tahu mengapa aku bisa melontarkan pertanyaan itu. 

Dia tak langsung menjawab. Wajahnya nampak menimbang-nimbang.

"Yaa!! Kwon Jiyong!! Mau sampai kapan kau mau bermalas-malasan di situ!!" Teriak pelatihnya dari lapangan karena Jiyong hyung tak kunjung kembali.

"Hehehe Yayaya!" Balas Jiyong hyung sambil cengengesan.

Aku yang sedari tadi melihat lapangan hanya tersenyum tipis. Sedari tadi yang ku lihat adalah sosok kakakku yang sedang berlatih di lapangan. Tak sedikitpun aku berpaling memandangnya. Semakin aku memandangnya semakin aku ingin menangis rasanya. 

'Hyung... Ottoke?...' batinku berteriak lirih.

"Ri? Are you okey?" Tiba-tiba Jiyong hyung memegang pundakku. Wajahnya terlihat kawatir.

"Hm? Gwenchana hyung. Aku pergi dulu ya... Ku rasa teman-temanku sudah ada yang datang." Setelah melempar senyum yang ku paksakan aku beranjak pergi. Namun dia mencekal lenganku.

"Hei! Ada apa?" Dia terlihat kawatir dan bingung.

"Apanya yang ada apa? Ga ada apa-apa hyung. Dah ya bye-bye!" Aku gunakan ciri khasku yang sok ceria di depannya lalu bergegas pergi.

Aku benar-benar dalam masa krisis saat ini. Dadaku sesak. Hatiku sakit. Kepalaku pening sekali. Aku hanya ingin menangis. Menumpahkan semua emosi yang ku rasakan. Akhirnya aku pergi ke pantai sendirian membatalkan janjiku dengan teman-temanku. Di sana aku mencari spot hening dan meneriakkan semuanya sekencang-kencangnya. Dan kali ini aku benar-benar menangis. Aku menangis karena kini aku akhirnya menyadari apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Aku menyadari rasa apa yang selama ini mengganjal dadaku.

Di Antara Kalian ✔️Where stories live. Discover now