three

19 4 0
                                    

Old school, busy, and red brick.

Tiga hal itu langsung menyangkut di otakku begitu mendengar kata London. Pindah kesana? No way. Liburan? Why not. Aku tidak pernah mau menetap di suatu tempat selain Amerika. Bagiku begitu mendengar kata pindah, berarti; kembali beradaptasi, kembali berkenalan, harus membiasakan diri di suatu tempat yang asing. Jujur. Aku benci untuk melakukan hal-hal itu.

"Kalau kita pindah ke London, pekerjaan mom gimana?" Tanyaku pada ibu. Ibuku langsung menatapku iba dan memberikan senyum terbaiknya.

"Mom akan keluar dari Publishing yang ada di sini. Tapi mommy yakin di London banyak sekali Publishing yang membutuhkan mom." Kata ibuku pelan dan berusaha meyakinkan ku.

"Lalu bagaimana dengan kuliah aku dan Raegan?" Kali ini Ashton bicara.

"Dad yakin banyak sekali kampus yang sama bagusnya di London dengan di D.C. Kalian tidak perlu khawatir. Dad, Grace dan Will akan memberikan yang terbaik untuk kalian berdua." Kata Lucius lambat-lambat.

"Pindah. Pindah bukan hal yang mudah dad." Kata Ashton sambil mengusap wajahnya dengan telapak tangan. "Bagaimana kalau aku tidak betah? Bagaimana kalau kampus yang kami masuki tidak cocok dengan kami?" Tanya Ash pelan.

"Mau tidak mau, suka tidak suka harus kita terima, Ashton." Kata Lucius yang kelihatannya sudah lelah. "Kamu pikir daddy langsung bisa menerima? Tidak, Ash. Tapi inilah jalan terbaik untuk keluarga kita, untuk kita melanjutkan hidup." Kata Lucius serius dan Ash kelihatannya masih belum bisa menerima juga.

Tanpa berkata apa-apa, Ash berdiri dari bangkunya dan meninggalkan aku dan kedua orang tua kami di meja makan. Ia berjalan dengan sangat cepat menuju kamarnya tanpa sempat di cegah oleh Lucius maupun Katy. Well, aku bahkan melupakan Katy masih ada di tengah-tengah kami.

"Sebaiknya kita sudahi dulu. Kita bicarakan besok lagi." Kata ayahku pada Lucius. Lucius hanya mengangguk lemah dan berdiri dari kursinya, bersamaan dengan Katy, ibuku, ayahku dan aku.

"Terima kasih sudah mau membantu keluargaku, Will." Kata Lucius pada ayahku. Mereka melakukan man-hug cukup lama sambil menepuk punggung satu sama lain.

"Kita bisa melewati ini." Kata ayahku lebih pelan. Lucius hanya mengangguk-angguk singkat lalu mereka melepaskan pelukannya.

"Terima kasih sekali lagi sudah datang dan membantu kami." Kata Lucius saat aku, ayah dan ibuku sudah hampir memasuki mobil.

"It's okay, Lucy. See ya." Kata ayahku pelan dan mereka melakukan man-hug sekali lagi. Kemudian ayahku memasuki mobil bersamaan dengan aku dan ibu.

Setelah melambaikan tangan dengan Lucius, suasana di mobil menjadi sangat tegang. Tidak ada suara sama sekali selain suara mobil yang berjalan mendahului kami.

"Can you turn on the radio, dad?" Tanyaku pelan. Ayahku kelihatan terkejut, begitu pula dengan ibuku.

"Sure." Jawab ayahku pelan dan ayahku pun menyalakan radio dengan volume pelan, namun masih cukup keras untuk di dengar. Sepanjang perjalanan dari rumah Ash kerumah ku, aku pun di temani dengan pikiranku yang kacau, London dan 'Hey There Delilah' dari Plain White T's yang di putar pelan melalui radio.

---

Selama satu minggu kedepan, orang tuaku begitu sibuk. Ayahku sibuk mengurusi surat ini itu, pekerjaannya sendiri, maupun masalah kuliahku. Sedangkan ibuku juga sangat sibuk mengurusi pekerjaannya dan juga mengepaki barang-barang yang perlu kami bawa untuk pindah ke London.

Untuk. Pindah. Ke. London. Oh. My. God.

Aku sendiri pun juga sibuk. Memasukkan dan memilih-milih barang mana yang akan aku bawa. Selagi membongkar seluruh barang-barangku, aku kembali menemukan barang-barang maupun pernak-pernik yang dulunya ku kira hilang. Salah satunya, aku menemukan buku diary tuaku yang bersampul pink pucat. Aku membuka lembaran pertama diary-ku dan langsung menemukan curhatan diriku saat masih kecil.

Complete Me(ss)Kde žijí příběhy. Začni objevovat