Kalian boleh kontak ke nomor gue. Beli manual nanti gue kasih voucher buka part setelah pembayaran.

Hubungi ke nomor ini : 0838 9161 7551



🔥🔥🔥

Phoenix perlahan bangun. Dia merasa penat di sekujur tubuh. Menggeliat kecil untuk meregangkan badan. Phoenix tidak bebas bergerak. Dia menunduk dan berjangkit kaget. Badannya diikat di sebuah kursi.

Mengangkat kepala dan mengedarkan pandangannya. Phoenix berada di sebuah ruangan tua yang kotor dan gelap.

Hari belum gelap. Phoenix merasa ketakutan menjalar di sekujur tubuhnya. Nafasnya pendek-pendek kasar, pasokan oksigen menipis. Phoenix berusaha meloloskan diri dari sandera.

Dia menyesal datang sendirian ke tempat itu. Seharusnya melaporkan pada polisi ada lokasi yang mencurigakan. Setidaknya mengabari teman-temannya.

"Sudah bangun, Nona?"

Kontan mencari asal suara. Phoenix melebarkan mata syok. Sekitar sepuluh langkah di depannya, seseorang yang dia kenal duduk tenang sambil menghisap nikotin.

"Harusnya gue kirim pesan ke lo langsung!" ringisnya menyesal.

"Rigel!" Suara Phoenix tercekat.

"Iya? Lo masih ingat gue?" Rigel terharu.

Phoenix terbata, namun sepatah kata pun tidak keluar dari mulutnya. Dia sangat syok, pelaku utamanya adalah Rigel.

"Nyari mobil, heum?" tebak Rigel mempermainkan Phoenix. "Ah ...," Kemudian laki-laki itu menoleh ke samping.

Di depan pintu Atlas muncul. Memadang Phoenix dingin tanpa ekspresi. Rigel tersenyum lebar, menyambut kedatangan Atlas.

"Lo datang lebih cepat dari dugaan gue." kekeh Rigel. "Adik lo mau mengambil mobilnya."

Atlas menoleh pada Rigel, mengabaikan Phoenix ketakutan di tempatnya. Mereka sama-sama menoleh pada sudut ruangan, ternyata mobil Phoenix ada di sana.

"Atlas, menurut lo mobil itu cocok untuk adik lo?" tanya Rigel akrab. "Menurut gue sih cocok banget." Rigel manggut-manggut serius. "Tapi sayang banget, adik lo nggak bisa memilikinya lagi."

"Udah puas?" tanya Atlas dingin. Melangkah mendekat yang dibalas kekehan geli oleh Rigel.

"Kalem, Bro!"

Phoenix sangat ketakutan sampai kehilangan suaranya. Dia hanya bisa memandang keduanya dengan nafas naik turun kasar. Tubuh gemetaran berharap ini adalah mimpi.

"Ayo duduk, kita lanjut diskusi. Orang-orang gue menjaga di luar." Rigel menggeser kursi di depan Atlas. Mereka duduk berhadap-hadapan. Rigel mengeluarkan nikotin dan memberikan satu batang untuk Atlas.

Atlas menerima tanpa penolakan. Menyalakan ujungnya dengan pemantik lalu sama-sama mengeluarkan asap. Keduanya duduk sangat tenang, seakan Phoenix tidak ada di antara mereka.

"Adik lo murahan!" Rigel mulai berdiskusi dengan Atlas. "Setelah dia menolak kita, sekarang dia mendekati anak angkatan darat. Lo pasti tahu lah."

Atlas tidak menjawab. Menekan sedikit ujung nikotin pada asbak yang penuh. Kembali menghisap santai dan mengeluarkan asap melalui hidung.

"Mungkin selera dia anak cemen itu." kekeh Rigel. "Tapi gue nggak yakin bakal bertahan lama. Menurut lo gimana?"

"Bukan urusan gue!" jawab Atlas tidak peduli.

"Urusan lo!" Rigel mengingatkan. "Lo harus hat-hati di rumah. Baru berapa bulan jadi adik lo, dia udah menggantikan posisi lo. Bisa-bisa lo di depak dari rumah."

STEP BROTHER  [17+]Where stories live. Discover now