Sungguh, Radya malah jadi sebal sendiri mendengar kalimat tanya itu. Lalu, apa tadi? PDKT katanya? Hah, Ojan tidak tahu saja kalau Radya bahkan belum melakukan apa pun. Yah, mungkin takkan lama lagi--sebab kini Radya sudah yakin betul bahwa perasaan itu betul-betul nyata adanya. Bukan sesuatu yang bersifat sesaat, melainkan akan terus menetap dan bertumbuh seiring dengan lajunya waktu. Memang sungguh di luar ekspektasi, Radya menyadari hal tersebut jauh lebih cepat dari yang ia kira.

Sejatinya, Radya pikir ia takkan bertemu Alsa kemarin mengingat gadis itu adalah panitia acara dan sudah pasti ia akan disibukkan dengan job desc-nya. Namun, Radya malah menemukan Alsa berkeliaran di dalam auditorium sebelum acara dimulai, tampak kesulitan untuk bergerak karena ramainya penonton yang datang. Karena kursi di sebelahnya masih belum berpenghuni, dengan cepat Radya pun menarik Alsa agar ia dapat terbebas dari situasi tersebut.

Dan, dari situlah semuanya bermula. Melihat Alsa dengan matanya secara langsung, memerhatikan bagaimana Alsa berbicara padanya, menyelami kedua netra Alsa yang dapat mewakili isi hati, mendengar suara Alsa--suara yang saat itu untuk melafalkan namanya untuk pertama kali, sekonyong-konyong Radya pun merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Merupakan sebuah perasaan yang sudah lama mati tetapi kembali tumbuh pesat karena sosok yang baru. Tentu saja Radya sendiri pun pada akhirnya tahu apa itu.

Ya, jawabannya adalah: Radya betulan menyukai Alsa--seorang gadis yang pertama kali ia temukan melalui lensa kamera.

Maka untuk menanggapi rasa penasaran Ojan, Radya pun membalas, "Gue belum memulai apa pun, tapi selebihnya, apa pun yang lo pikirin, semuanya bener. Puas lo?"

Ojan seketika terperangah, tetapi ia tak berkata apa pun karena situasi saat ini memang tidak memungkinkan. Presentasi sudah hampir usai dan akan segera masuk ke sesi tanya jawab serta diskusi sehingga atmosfer yang terbentuk menjadi lebih serius. Meskipun dirinya dan Radya tidak begitu mengikuti dengan aktif, tetapi setidaknya mereka tetap menyimak dengan baik.

Sekitar dua puluh menit setelahnya, kegiatan perkuliahan akhirnya usai. Selepas dosen pengampu meninggalkan ruangan, para mahasiswa yang berada di sana pun turut melakukan hal serupa.

"Rad, jujur nih, gue sendiri masih nggak nyangka kalau lo akhirnya berhasil ketemu sama tuh cewek secara kebetulan gitu," Ojan kembali melanjutkan percakapan yang sempat tertunda seraya memasukkan buku catatan serta alat tulis ke dalam tas. "Kok bisa, ya?"

Radya yang baru bangkit dari kursinya hanya mengedikkan bahu acuh tak acuh. "Jodoh kali."

Ojan kontan mendengkus karenanya. "Halah, padahal belum tentu juga bakal direstuin dunia."

"Ck, cocot lo, Jan."

"Emang fakta, 'kan? Lo yang pernah ngerasain gagal dalam percintaan pasti paham, dong."

Suasana pun mendadak berubah hening. Sejemang Radya termangu dengan wajah yang tak menampilkan ekspresi apa pun. Sesungguhnya laki-laki itu ingin membalas, tetapi pada akhirnya ia hanya bisa meloloskan dengkusan kasar yang disusul oleh umpatan, "Berengsek."

Tanpa menunggu Ojan, Radya gegas beranjak pergi dari sana. Ojan yang langsung sadar bahwa ia telah mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak diutarakan pun langsung saja menyusul Radya dan membanjirinya dengan permintaan maaf.

-

Pada mulanya, Radya berniat langsung pulang berhubung tak ada kegiatan lain yang mengharuskannya tetap berada di kampus. Namun, sebelum sampai ke parkiran, Radya tiba-tiba saja menerima panggilan dari teman sekelasnya yang bernama Dean. Dean meneleponnya dengan maksud meminta bantuan Radya untuk take video penampilan grup band-nya sebab mereka tengah mengikuti sebuah kompetisi.

Through the Lens [END]Место, где живут истории. Откройте их для себя