Part 6 - Pulang

Comincia dall'inizio
                                    

Keesokan paginya, Phoenix bersiap-siap pergi ke sekolah. Dia berbohong pada Libra tentang keberadaannya. Sepertinya Atlas belum melaporkan pada orang tua mereka bahwa Phoenix tidak pulang.

Semua berjalan lancar. Phoenix memanaskan mesin mobil di garasi dan membuka pintu pagar dengan mandiri. Tetangga menyapa Phoenix, dia heran melihat rumah yang selama ini kosong tiba-tiba lampu teras menyala.

Berbasa-basi sedikit dan saling menanyakan kabar. Phoenix pergi ke sekolah dengan mobil barunya. Sebetulnya dia gugup bila bertemu Atlas di sekolah. Apakah laki-laki itu marah dan menghukumnya nanti?

Semoga saja dia diare atau apalah. Phoenix tidak ingin bertemu dengannya lagi. Phoenix menyusun rencana menghindar dari Atlas.

Selama di sekolah jantungnya berdebar-debar tidak keruan. Fay mengajaknya ke kantin pada saat istirahat. Phoenix tidak bisa menolak, dia juga lapar.

"Ke kantin yang di ujung aja yuk?" Phoenix menggandeng lengan Fay, setengah memaksa ke kantin yang jarang di kunjungi Atlas.

"Jauh banget, anjir!" decak Fay menolak.

"Gue pengin ke sana. Gue traktir!"

"Ayo!" Fay langsung berubah pikiran.

Phoenix mengumpat dan mereka tergelak bersama. Berjalan semangat ke kantin membeli makanan. Tadi pagi Phoenix hanya makan satu potong roti.

Dia sedang memikirkan menu makan siang. Sepertinya Phoenix akan memesan online saja sambil bersih-bersih rumah, terutama bagian dapur dan ruang tamu.

Dewi keberuntungan berpihak pada Phoenix. Sampai pulang sekolah, tidak bertemu dengan Atlas. Phoenix sengaja memblokir nomornya setelah menemukan panggilan dari Atlas ketika dia memeriksa ponsel saat bangun tadi pagi.

Masih ada rasa sedikit was-was. Atlas mengetahui rumah lama Phoenix. Dia sedang mempertimbangkan langkah selanjutnya. Sepertinya di hotel lebih aman dari pada rumah itu.

Phoenix merendam kain pel setelah mengganti pakaiannya. Mengusir bosan agar tidak overthinking, dia langsung bersih-bersih rumah. Phoenix sangat menyukai rumah itu, banyak sekali kenangan bersama Libra. Mereka menempatinya hampir delapan tahun.

Tidak lupa menyetel lagu favoritnya untuk menambah semangat bersih-bersih. Bersenandung mengikuti irama, kadang menari sambil menggosok lantai dengan keras.

"Hah!" Phoenix nyaris terjungkal. Ketika dia memutar tubuhnya, Atlas tengah menyandar pada kusen pintu sambil menyedekapkan tangan di dada.

"Atlas!" pekik Phoenix terbata dan mundur dua langkah. Segera mematikan musik dan mengepalkan tangan. Atlas datang lebih cepat dari perkiraannya.

Atlas berdecak malas. Masuk ke dalam rumah dan Phoenix mundur perlahan. Memegang kayu kain pel erat-erat, siap memukul Atlas bila laki-laki itu berani macam-macam.

"Lo pembangkang ya!" ejek Atlas menyeringai.

Punggung Phoenix menyentuh dinding. Dia tidak berani mengambil tindakan tiba-tiba. Beringsut takut-takut dan menahan nafas, Atlas merapatkan tubuh mereka dan menekan lengannya di atas kepala Phoenix.

"Tolong menyingkir!" pinta Phoenix baik-baik.

"Pulang se.ka.rang!!" perintah Atlas menggertakkan gigi. Nafasnya kasar menerpa wajah Phoenix. Posisi itu terlalu dekat, Phoenix tidak bisa bernafas.

"To-tolong ge-geser." cicit Phoenix sekali lagi. Dia tidak bisa berpikir jernih jika Atlas menyudutkannya seperti ini. "A-aku nggak akan pulang. Aku mau tinggal di sini."

Atlas memandang Phoenix tajam. Dadanya ditekan dengan kayu kain pel oleh Phoenix agar badan mereka tidak menempel. Gadis itu menunduk, mencengkeram kayu kain pel erat-erat.

Atlas berdecak, akhirnya menjauh dari Phoenix. Gadis itu sampai lemas, berusaha tetap berdiri tegak dan menahan air mata agar tidak jatuh.

"Kali ini tolong jangan ganggu aku." pinta Phoenix. "Kamu bebas pergi kemana. Aku nggak akan laporin sama mama dan papa. Aku janji. Kamu bisa pegang omongan aku!"

Atlas mengabaikannya. Berjalan santai menuju lantai dua. Phoenix panik, memanggil-manggil Atlas agar berhenti. Atlas mendorong pintu kamar Phoenix, melempar backpack dan menjatuhkan badannya di tempat tidur.

"Atlas, tolong jangan seperti ini. Kamu pulang ke rumah kamu. Jangan di sini." Phoenix memohon dari pintu, tidak berani masuk ke kamarnya.

Phoenix sangat stres menghadapi saudara tirinya tersebut. Keras kepala dan semaunya. Kasar dan menyakiti Phoenix. Manipulatif, dia yang membuat masalah tetapi Phoenix yang harus merasakannya.

Atlas mengabaikannya. Menutup wajah dengan punggung tangan dan memejamkan mata. Phoenix marah, dia menjerit tidak tahan lagi. "Kamu maunya apa sih? Kenapa ganggu aku melulu? Kamu punya dendam apa sama aku? Kamu orang paling batu yang aku kenal!"

Atlas duduk dan memadang Phoenix tajam. Wajahnya mulai mengeras. Phoenix takut, tetapi dia akan tetap di sana jika gadis itu tidak bertindak.

"Sekarang kamu pergi dari sini sebelum aku laporke RT!" ancam Phoenix tidak main-main. "Aku teriak, tetangga dengar semua.Mereka akan datang meriksa ke sini!"

***

Jakarta, 23 Desember 2022

Novel ini sudah ada versi E-book PDF di Playbook, Karyakarsa dan Nih Buat Jajan (NBJ)

Novel ini sudah ada versi E-book PDF di Playbook, Karyakarsa dan Nih Buat Jajan (NBJ)

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.
STEP BROTHER  [17+]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora