Bab 1. Bertemu kembali

Comenzar desde el principio
                                    

"Apa kabar?" tanya Arun. Wajahnya ia palingkan untuk menatap pria yang selama ini singgah di hatinya yang memupuk rindu.

"Insyaallah baik. Dan lebih terasa lebih baik lagi ketika aku lihat kamu saat ini berdiri di hadapanku."

Alyssa tersenyum, "Alhamdulilah."

"Arun, kenapa kamu gak pernah jawab dan balas pesan aku? Kenapa kamu gak pernah ngasih aku kabar kalau kamu masih hidup. Apa kamu tau, aku gak baik-baik aja setelah dapat kabar kalau kamu meninggal. Aku gak percaya, Arun. Tapi..." Ezran menjeda Kalimatnya.

"Orang yang mengatakan itu adalah orang tua aku," lanjut Ezran mengatakan itu dengan pelan.

"Ezra!" panggil sahabat barunya.

Arun baru sadar, ia melihat penampilan Ezran begitu berbeda, bukan kaos atau jaket yang biasa digunakannya. Melainkan baju yang sangat khas dengan seorang santri.

Baju koko serta peci hitam di atas kepalanya serta sarung yang dipakainya. Dalam hati Arun, berkata, sejak kapan Ezran seperti itu.

"Ezran, siapa dia?" tanya temannya yang merupakan dilihat dari ciri-cirinya seperti seorang santri.

"Dia teman lama, gue."

"Cantik," ucap teman Ezran. Membuat Arun diam tidak bersuara.

"Arun!" teman Arun yang sejak tadi memanggilnya pun akhirnya menghampiri Arun.

"Aku, boleh minta no telepon kamu yang baru gak?" tanya Ezran. Waktunya tidak banyak, ia harus segera menyusul teman yang lain untuk segera masuk kedalam melakukan Ziarah.

"Arun!"

"Selvi!" Arun menoleh ke arah Selvi.

"Apa?"

"Kamu bisa kasih nomor kamu ke dia kan?" Selvi yang mendengar permintaan Arun menatap ragu kepada dua pemuda dihadapannya.

Selvi paham apa maksud Arun pun meminta no Ezran untuk ia save.

"Catat aja no ponselnya..."

"Enggak, aku minta nomor ponsel Arun, bukan temannya."

"Iya, tau. Tapi, Arun gak bawa hape jadi nomornya aja nanti, di telpon."

"Kamu simpan nomor, Arunkan? "

"Iya."

"Kalau begitu berikan."

Selvi menoleh ke arah Arun meminta pendapat. Karena sepertinya, pria yang ada dihadapannya tidak bisa dibujuk atau dikelabui.

"Berikan saja."

Selvi yang sudah mendapat persetujuan itupun mengangguk dan mulai menyebutkan satu persatu angka nomor Arun.

"Terimakasih, nanti aku telpon."

Arun tidak menjawab. Ia pun segera masuk ke bilik perempuan untuk berziarah begitu juga dengan Ezran yang berjalan ke bilik khusus laki-laki.

Dalam hati Arun, " Ya Allah. Kenapa kami dipertemukan ketika aku sudah memiliki calon masa depan yang baik. Yang tidak mungkin aku sakti hatinya dengan menyimpan rasa cinta untuk orang yang ada di hadapanku."

Arun segera mengambil air wudhu sebelum mengaji.

Berbeda dengan Arun uang begitu sedih dengan pertemuan ini, Ezran ia begitu bahagia dengan pertemuannya bersama dengan Arun.

"Ya Allah, setelah sekian lama. Engkau telah mempertemukan aku dengan seseorang yang aku cinta dengan keadaan yang baik." Ezran mengangkat kedua tangannya sambil memejamkan matanya selepas mengambil air wudhu sebelum melakukan Ziarah.

Takdir cinta seorang Mualaf Donde viven las historias. Descúbrelo ahora