Jongsuk mengambil menidurkan tubuhnya di mantu oleh Sabina. Lelaki itu memandang lurus langit-langit ruangan itu, "Moleugessso." jawab Jongsuk singkat.

"Aku melewati hari-hari yang menyiksaku. Jadi maaf, kalau kau bertemu denganku saat kondisiku seperti ini."

"Na, gwaenchana. Aku tidak masalah. Apa yang kau rasakan sekarang?"

"Lega."

"Lega?"

"Iya, lega. Sebelumnya hatiku seperti ditimpa batu besar, dan saat melihatmu, batu itu seolah menghilang."

Sabina terdiam, keningnya mengernyit heran.

"Aku tidak sedang bercanda, Bina-ya." Jongsuk mengubah posisinya jadi menyamping, menghadap Sabina.

" Jongsuk mengubah posisinya jadi menyamping, menghadap Sabina

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kedua pipi Sabina memerah. Gadis itu menangkup pipinya malu sembari membuang pandangannya ke arah lain.

"Bagaimana kau bisa menemukanku?" tanya Jongsuk selanjutnya.

"Kau tidak akan percaya, ini semua benar-benar kebetulan."

Jongsuk terus menatap Sabina, menunggu gadisnya melanjutkan perkataannya.

"Profesorku, profesor Choi, beliau dokter penanggung jawabmu. Singkat cerita, seringkali aku praktek lapangan, seperti menjadi asistennya saat tengah mengobati pasien kejiwaan atau sekedar menemaninya visit. Aku sudah beberapa kali ke rumah sakit ini. Sampai suatu ketika, beliau tengah membahas soal.." Sabina menggantung ucapannya, ragu-ragu ia melirik Jongsuk. Gadis itu takut trauma Jongsuk kembali muncul.

"Cancel culture di negara ini. Banyak sekali pro kontra di kelasnya saat itu. Dan mungkin hanya aku yang kontra akan budaya itu."

"Seandainya kau tidak bertemu denganku, apa kau tetap memilih kontra terhadap cancel culture?"

Sabina mengangguk tegas, "Tentu. Karena menurutku cancel culture lebih banyak menimbulkan efek buruk dari pada efek jera."

That's my girl.

Senyum Lee Jong-suk benar-benar merekah.

"Jongsuk-ssi,"

"Ne.."

"Sulit, ya?"

"Mwo ga?"

"Menghadapi semuanya sendirian."

Jongsuk tersenyum lemah, "Rasanya seperti satu dunia menghakimimu. Rasanya seperti kau bernafas aja itu dosa besar bagi mereka. Rasanya seperti.. hilang harapan. Seperti, Mengapa tidak bunuh saja aku?"

Tangan Sabina bergerak, gadis itu menepuk pelan bahu Jongsuk. Tidak langsung bersentuhan kulit. Masih ada baju pasien yang menghalanginya.

"Jangan memandangku seperti itu." kata Jongsuk tiba-tiba.

It's You Where stories live. Discover now