Journey III: Hanya Sang Tuhan yang menyinari dunia

24 9 0
                                    


Matahari di siang hari, terlihat enggan menyinari dunia pada musim dingin. Sinarnya yang membawa peran penting bagi kehidupan, tak diizinkan untuk masuk sepenuhnya oleh payung bumi. Begitu pula halnya dengan sinar keilahian yang tak bisa untuk masuk—menembus relung hati nan gelap gulita, bagi makhluk yang sering disebut sebagai ciptaan-Nya yang paling sempurna.

Tanpa sinar matahari, tak akan mungkin setungkai mawar merah menjadi simbol cinta yang merekah dan berbau harum—seperti harapan sepasang kekasih nan tengah sakau oleh nikmatnya imaji serta akal kecil yang binal, hingga titik dimana mereka sampai orgasme untuk saling mengikat satu sama lain.
Sinar mentari yang memiliki peran penting untuk makhluk hidup di bawahnya, tidak akan pernah sebanding dengan sinar keilahian yang berhasil menyinari relung hati manusia.
Sinar itu, hanya datang disaat momen-momen tertentu. Seperti: ....

"Apakah anak remaja Anda susah diatur? apakah Anda juga jengah, melihat kelakuan anak remaja yang kian hari semakin memprihatinkan? dan apakah Anda khawatir dengan anak remaja salah pergaulan? Kalau begitu, cepat download aplikasi hitman sekarang!
Aplikasi hitman atau pembunuh bayaran, menyediakan ...."

Seorang laki-laki muda berusia 27 tahun segera menaruh ponsel pintar miliknya ke dalam tas ransel—setelah ponsel pintar mati kehabisan baterai, dengan raut wajah kesal dan dorongan amarah yang disebabkan oleh sepenggal iklan, sebelum dirinya bisa menuntaskan kalimat terakhir tentang sinar keilahian pada buku online yang ia baca.

Laki-laki itu segera melangkahkan kakinya menuju ke sebuah warung untuk mengisi baterai, dan menghangatkan tubuh gempalnya itu dengan sup panas.

Hufftt!

Desahan laki-laki muda itu terdengar sampai telinga pengunjung di sampingnya, seakan hidangan di atas meja modular yang memanjang—seperti meja makan warteg, itu adalah makanan terenak sedunia.
Memang benar, jika makanan maupun minuman ditempatkan pada kondisi serta situasi yang tepat, kenikmatannya dapat menghilangkan problema dalam sejenak.

Sepuluh menit berlalu, laki-laki muda itu keluar dari warung bersamaan hati yang berseri-seri—ponsel pintarnya bisa dihidupkan kembali, meskipun belum sepenuhnya terisi.
Ia segera kembali ke pendopo untuk kembali melanjutkan tirakat yang sudah diniatkan untuk memperbaiki hidupnya—di tempat objek ziarah makam para kekasih Tuhan. Namun di tengah perjalanannya, ia mendapati seorang pengemis tua yang sedang mencari sisa bekas makanan di dalam tempat sampah berbentuk persegi. Tanpa pikir panjang ia mendekati sang pengemis itu karena rasa iba, dan mengajak pengemis tua nan lesu pergi ke warung makan terdekat.
Tak disangka, sang pengemis menolak niat baik dari laki-laki muda bertubuh gempal yang berada di hadapannya itu. Sang pengemis menolak halus tawaran untuk mengisi perut dan sekedar menghangatkan tubuh, dikala musim dingin tengah melanda negara Andonecia.
Laki-laki muda bertubuh gempal yang notabene seorang pengacara, ia tak kehabisan akal untuk terus membujuk sang pengemis agar mau mengikuti niat baiknya.
Setelah perbincangan kecil, sang pengemis tersenyum dan memberikan satu persyaratan pada laki-laki muda itu. Sang pengemis hanya ingin laki-laki muda itu membawakan makanan beserta minuman untuk dimakan bersama dengan dirinya.
Laki-laki muda itu segera pergi kembali ke warung, tempat ia menyantap makan siang sebelumnya.

Tujuh menit berselang, laki-laki muda bertubuh gempal itu datang membawakan apa yang diinginkan oleh sang pengemis. Ia mengatakan pada sang pengemis untuk mengikutinya ke tempat lebih baik—tidak berada di sekitar tempat pembuangan sampah nan kumuh. Namun sang pengemis kembali menolak dengan melemparkan pertanyaan, mengapa harus berpindah tempat pada laki-laki muda yang tengah berdiri di hadapannya.
Sang laki-laki muda bertubuh gempal itu mendesahkan napasnya, dan menyerah pada sang pengemis tua—mereka duduk menyilang saling berhadapan.
Sembari makan, mereka berbincang-bincang kecil perihal kehidupan. Kedua orang itu saling bertukar pikiran maupun pengalamannya masing-masing.
Sang laki-laki muda menceritakan pengalaman buruk dirinya yang tertipu oleh investasi bodong, dan perjudian online. Ia terlihat sangat menyesali perbuatannya yang selalu menuruti nafsu dunia, tatkala sedang berada di puncak kejayaan. Memang benar, jikalau manusia sudah menjadi mayat yang berjalan di muka bumi ini, mereka tidak akan pernah bisa mendengar; melihat; menyahut seruan rindu dari-Nya.

"Jadi gitu, ya? kalau Kamu bertirakat di gunung superjati untuk melunasi semua hutang, saya saranin ganti niatnya. Jangan sampe semua usahamu hanya dibayar untuk melunasi hutang di dunia saja," kata sang pengemis yang menegunkan gelas di bawah mulutnya—hendak meminum segelas kopi hangat yang ia pegang.
Sang pengemis kembali melanjutkan ucapannya, setelah menyeruput kopi. Ia berkata bahwa kelak di hari pembalasan, sebagian manusia ada yang memprotes Sang Maha Adil. Mereka meminta balasan karena selama di dunia merasa sudah mengerjakan amal baik nan saleh, akan tetapi Tuhan menjawab dengan jawaban yang menghancurkan hati mereka. Tuhan berkata, "Sesungguhnya apa yang kamu kerjakan bukanlah untukku, bukankah Aku sudah mengatakan pada kalian bahwasanya semua yang dikerjakan tergantung niat? lantas mengapa sekarang meminta balasan dariku, sedangkan dulu niat kalian bukan murni untuk-Ku.
Sesungguhnya Aku mengetahui segala di balik rongga dada-mu, dan sesungguhnya Aku adalah Maha Cemburu."

Mendengar hal tersebut, laki-laki muda itu menekukkan wajah, hatinya merasa gusar tatkala menyadari kebaikannya tak didasari dengan niat tulus murni untuk Tuhan-nya.
Ia mendekati Tuhan untuk mendapatkan apa yang diharapkan, yakni dapat melunasi hutang dan mendapatkan pasangan yang dirinya inginkan.

"Wahai cucuku, apakah Kamu sudi jika orang yang paling Kamu cinta bermain api? bagaimana perasaanmu, jika segalanya sudah Kamu berikan pada kekasihmu, tapi dia mendekatimu hanya untuk mendapatkan apa yang dinginkannya?" tanya sang pengemis pada laki-laki muda bertubuh gempal.
"A a aku ...." Laki-laki muda itu tiba-tiba meneteskan bulir air dari kedua mata nan kuyu, ia tak kuasa untuk menjawab pertanyaan yang menohok hati.
Di dalam hatinya, sang pengemis mendoakan laki-laki muda bertubuh gempal itu. Ia berkata semoga Sang Cahaya Sejati menyinari hati laki-laki muda tersebut dengan sinar-Nya yang mampu membuat orang buta dapat melihat lagi, mampu membuat orang bisu dapat berbicara lagi, mampu membuat orang tuli dapat mendengar lagi, dan membuat orang -orang tersebut merasakan serta sangat menghargai nikmat yang dikategorikan langka itu.

"Engkau akan menghargai dan merasakan nikmatnya kencing, jika dulu engkau pernah memiliki penyakit kencing batu. Engkau akan benar-benar bersyukur dan memuji-Nya, jika dulu engkau tidak bisa melihat keagungan ciptaan-Nya. Engkau pastinya lebih benar-benar menjadi seorang hamba, jika dulu engkau pernah terdiagnosa penyakit HIV-aids. Dan Aku tidak akan pernah bisa mengenal serta mendekati-Nya, jika dulu tidak pernah diberi kesempatan untuk merasakan dan melihat sendiri bagaimana gelapnya berkecimpung di dunia hitam." Sang pengemis pergi meninggalkan laki-laki muda bertubuh gempal yang tengah menangis tersedu—merenungi tentang kehidupannya.

Mulai sejak itu, laki-laki bertubuh gempal membenahi segala sesuatu dengan niat yang didasari hanya untuk Tuhan.
Sedangkan sang pengemis, ia kembali melanjutkan perjalanannya ke seluruh penjuru dunia.

——

'Sesungguhnya kita ini adalah penghancur berhala yang masih mengakui keindahan berhala' ~Mr.FAQ

————
To be continue....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 16, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SANG PENGEMISWhere stories live. Discover now