Journey I: Bab1

25 12 2
                                    

"PENGEMIS DAN DUNIA"

Journey 1: Bab!
————

Senja itu, sang pengemis berjalan diatas pematang sabana nan hijau. Ia hendak mendekati sebuah rumah kayu berwarna putih dengan cat yang terkikis oleh waktu.
Sesampainya di rumah tersebut, sang pengemis mengetuk pintu— berharap bisa meneguk segelas air untuk menyegarkan kerongkongan nan kering bak hati seseorang yang menyerah dalam mencari ridho-Nya.
Satu-dua ketukan tak ada tanda dari sang pemilik rumah merespon suara pintu kayu yang sebagiannya dimakan oleh pasukan rayap putih. Hingga pada ketukan ketiga, sang pengemis segera pergi meninggalkan teras kayu dengan bersiap kembali berjalan di bawah terik sang mentari pada musim panas.
Dalam hatinya ia bergumam, "wahai Sang Maha Pemberi, berikanlah aku yang tengah kehausan ini dengan nikmat berupa air. Tak peduli air itu kotor atau bersih, yang penting kebutuhan tubuh hinaku terpenuhi."

Setengah jam kemudian, sang pengemis melihat sebuah peternakan babi.
Hati sang pengemis mulai berkemelut dengan pikiran yang bimbang, apakah itu jawaban dari Sang Maha Pemberi ataukah hanya kebetulan semata, dirinya melihat air di tempat  kotor nan menjijikkan. Satu hal yang pasti, di dalam hati sang pengemis sudah senantiasa ikhlas ridho menerima, jika sesuatu yang dibutuhkan tak sesuai dengan harapannya.

Sesampainya di peternakan babi, sang pengemis berkeliling sejauh 1 kilometer untuk memastikan bahwa tidak ada sumber air, selain hanya di atas wadah minum segerombolan babi berwarna pink nan gemuk—seperti perut orang-orang pemakan hak orang lain tanpa izin dari-Nya.

Setelah memastikan semuanya dengan sungguh-sungguh, akhirnya sang pengemis mulai meminum air berwarna keruh dengan bekas makanan babi seperti sayur kol berwarna hijau mengambang disamping pipi sang pengemis.
Tegukkan demi tegukkan membanjiri tenggorokan yang sudah sangat kering itu—akibat dirinya ditangkap dan dibuang ke gurun pasir oleh dinas sosial kota Caireborn.
Sungguh, tindakan yang mengkhianati visi dan misi sebagai aparatur negara pada rakyatnya sendiri. Padahal mereka bisa menikmati gemerlapnya duniawi atas air mata dan keringat rakyat yang berjuang hanya untuk menyambung hidup  nan jauh dari kata 'sejahtera'.

Sementara sang pengemis tengah meminum air di kandang babi.
Seorang pria bertubuh tambun menghujani balok kayu ke tubuh sang pengemis, hingga ia jatuh bersimpuh— menutupi bagian kepala dengan kedua lengan kurusnya.
Di atas wajah kusam nan pucat, sang pengemis meringis serya berkata, "ampun Tuan, saya hanya ingin minum air di wadah ini." Emosi pria bertubuh tambun seketika padam, tatkala melihat darah segar mengalir dari wajah tirus sang pengemis.
"Siapa suruh masuk ke dalam kandang orang lain gak izin. Sekarang kalau udah bocor, siapa yang mau tanggung jawab?" ucap pria bertubuh tambun— pemilik peternakan babi nan congkak.
Sang pengemis hanya bisa meminta maaf dan menjelaskan mengapa dirinya bisa ada di dalam kandang babi milik pria bertubuh tambun itu.
Tak ada kalimat permintaan maaf yang keluar dari bibir tebal berwarna hitam— salah satu ciri perokok aktif. Ia hanya bisa menyalahkan sang pengemis atas perbuatannya sendiri, yang menyebabkan sebilah balok berhasil meninggalkan bekas lebam dan memar pada pelipis kanan pada tubuh sang pengemis.
"Sekali lagi saya minta maaf, Tuan. Saya hanya tidak bermaksud jahat pada babi-babi ini." Sang pengemis masih menahan darah yang keluar dari kulit kepalanya, sambil sesekali mendesah— meringis menahan perih. Namun bukan luka terbuka di atas kepalanya yang membuat sang pengemis perih, melainkan perangai sang pemilik babi membawa duri bagi kemaslahatan makhluk-Nya.

Setelah situasi kembali kondusif, sang pemilik babi memberikan sebotol air mineral untuk sang pengemis yang baru saja ia pukul menggunakan sebilah balok nan panjang sehasta.
Sebelum pergi, sang pengemis berterima kasih kepada sang pemilik babi dan memberitahu bahwa hewan ternaknya tengah tersiksa.
Sang pemilik bertubuh tambun yang penasaran, langsung menanyakan maksud dari ucapan pria kurus nan dekil— si pengemis.
"Hahahaha kamu jangan bercanda, babi-babiku sehat dan menjadi langganan beberapa restoran terkenal di kota ini." Tawa congkak sang pemilik babi memekakan gendang telinga di sekitarnya.
Kemudian sang pengemis menjawab pertanyaan dari sang pemilik menggunakan 'metode sandwich'.
"Memang babi-babi milik tuan banyak yant gemuk dan terlihat segar bugar, jadi tidak heran kalau banyak restoran terkenal membeli babi dari peternakan ini. Namun alangkah baiknya, jika tuan ingin menambah penghasilan lebih dari para babi, maka tuan harus berhenti menggauli babi-babi betina agar lebih berkah dan diridhoi oleh Sang Pencipta babi milik tuan. Selebihnya peternakan ini sangat strategis karena jauh dari pemukiman penduduk yang tuan sudah mengetahui sendiri bahwasanya anjing dan babi menjadi korban persepsi manusia atas konsep beragama yang kurang bijak." Sang pengemis tersenyum dengan hati yang berkecamuk melihat otot wajah sang pemilik mengencang, sembari mengepalkan jari jemarinya.
"Apa kami bilang! seenaknya aja memfitnahku menggauli babi-babi betina, rasakan ini!" pria pemilik babi langsung melayangkan pukulan kearah sang pengemis, akan tetapi tiba-tiba segerombolan babi secara bersamaan menyerang pemiliknya— menggigit dan menyeruduk, bahkan mengeluarkan suara geraman yang mengecilkan nyali.

————
"Kebenaran dan kejujuran adalah pedang-Nya, ditebaskan kemanapun akan terlebah. Begitu pula dengan kehidupan, jika kita senantiasa berada di jalan kebenaran dan kejujuran, niscaya pertolongan-Nya datang dari segala penjuru." ~Mr.FAQ

To be continue

SANG PENGEMISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang