Gadis tersebut hanya diam dan duduk tepat di sebelahnya, kebetulannya Felix pun tidak melarangnya.

Mereka hanya diam, pandangan mereka berdua pun hanya menatap ke arah air yang tenang di kolam sana.
Namun, pikiran mereka berdua tengah berisik secara masing-masing.

Sampai pada akhirnya, beberapa menit mereka terdiam Felix pun membuka suara.
"Lo pasti bertanya-tanya ya Ra,"
"Tentang apa?"
Felix terdiam, lantas menoleh sekilas ke arah Azura yang masih menatap kolam itu dengan tatapan kosong.
Tak lama laki-laki tersebut mengalihkan pandangannya, "Gue...mungkin?"

Azura terkekeh mendengarnya, mungkin benar. Ucapan yang Felix katakan kepadanya itu jelas ada benarnya. Banyak pertanyaan yang tengah memutari pikirannya perihal perubahan pada diri Felix.

Tapi Azura tidak ingin memperjelas kekepoannya terhadap laki-laki yang ada di sebelahnya itu, karena gimana pun rasa gengsi gadis tersebut sangatlah besar.

"Anggap aja iya," Jawab Azura, seakan-akan bahwa dirinya tidak terlalu antusias dengan percakapan yang di mulai oleh Felix.

Dan lagi, Felix tertawa kecil. "Yang ada gue yang bertanya-tanya, kenapa sekarang lo malah makin cakep. Gak cupu lagi kaya dulu,"

Apaan nih?
Ini jatuhnya gimana?
Menghina atau memang ikhlas mengagumi perbedaan pada diri Azura?

"Ya namanya juga pubertas, mau sampek kapan gue penampilannya kek begitu terus?"

"Ahh i see!! Berarti perihal cipokan semalem sama stranger itu juga termasuk pubertas dong Ra?"

Azura langsung menoleh, menatap ke arah Felix tidak percaya. Sedangkan laki-laki yang ada di hadapannya itu tengah menahan tawanya.

Azura berdecak, "Yaelah, kaya yang gak pernah Lo lakuin aja," Sindir Azura yang semalam juga sempat melihat Felix melakukan ciuman dengan gadis yang di sebut kekasihnya.

"Itu hal biasa kali," Felix meminum kopinya. "Bahkan gue udah ngelakuin hal yang lebih luar biasa di banding ciuman,"

"Maksud Lo,"

Kedua tatapan mereka bertemu, Felix dengan tatapan mengejek sedangkan Azura dengan tatapan bingungnya.

"Yaa, you know lah Ra," kekeh Felix. "Masa lo gak paham?"

Azura menggeleng lemah, dan itu cukup membuat Felix langsung diam. Tanpa sadar pun ekpresi laki-laki tersebut berubah, merasa bersalah karena lancang dengan apa yang baru saja dirinya lakukan.

Dirinya menghela nafas panjang, "Gak jadi deh, emang paling bener Lo gak usah tau aja. Kalau tau yang ada malah masuk ke dalam lingkaran setan.

                      ***

Fitri paham, Fitri pun mengerti dengan situasi dan keraguan yang di rasakan Tamara saat ini.
Siang ini, hanya ada mereka berdua di dalam ruang tengah, Bimo? Entah laki-laki itu ke mana ia pergi. Tapi Fitri samar-samar mendengar bahwa dirinya akan mencari udara segar keluar.

"Aku salah ya Fit?"

Fitri langsung menggeleng kepalanya pelan, ia tersenyum hangat ke arah sahabatnya itu. "Aku selalu bilang ke kamu, pola pikir jaman sekarang dan jaman kita masih muda jelas berbeda Tamara. Yang terpenting kita hanya memantaunya dari jauh saja,"

Tamara terdiam, ia hanya masih belum ikhlas anak gadisnya harus di longgarkan perihal aturan yang sudah ia jalankan sejak Azura masih kecil.
Belum lagi tentang Bimo yang untuk pertama kalinya, di pernikahan mereka yang sudah berjalan dua puluh lima tahun itu malah melontarkan kata talak kepadanya hanya karena pola pikir mereka berdua yang sudah tidak sejalan.

"Tamara," Fitri membuka suaranya, setelah dirinya memberi waktu agar Tamara berfikir.

"Apa yang pernah kamu alami dulu sewaktu kita masih SMA, itu di luar kendali kamu. Dan stop untuk menyalahkan diri sendiri atau bisa di bilang dengan rasa Trauma yang ada kamu malah melampiaskan semuanya kepada Azura, hanya karena dirinya terlahir sebagai seorang gadis,"

"Aku tahu niatmu baik, tapi apapun itu jangan sampai kamu memenjarakan anakmu sendiri," Jelas Fitri.

Tamara diam, ia hanya menyerap semua penjelasan yang di berikan Fitri kepadanya barusan.

"Aku tahu kalau kamu secinta dan sesayang apa sama Bimo, sampai-sampai kamu terlalu kaget dengan apa yang di ucapin Bimo tadi pagi hanya karena dia ingin kebebasan Azura,"

"Maka dari itu, aku menyarankan hal kecil agar hubungan kalian baik dan sejalan lagi kaya dulu,"

Fitri terlihat menghela nafasnya, di kedua matanya tampak ragu akan mengatakan hal tersebut kepada Tamara. Tapi Fitri tetap lah Fitri di mana ia selalu ingin yang terbaik untuk Sahabatnya dan anak-anak dari sahabatnya yang selalu ia anggap seperti anaknya sendiri.

"Biarin Azura dan Alaska menikmati masa mudanya di Jakarta," Fitri tersenyum singkat. "Fokus dan pahami diri kamu bahkan hubungan kamu sama Bimo, biar semuanya tidak hancur dan kamu merasakan apa yang aku rasakan saat ini," senyum Fitri ke arah Tamara yang menatapnya dengan tatapan menahan air matanya.

AZURA (21+)Where stories live. Discover now