"Dia hanya anak pengusaha biasa yang levelnya jauh dari kita, tak ada untungnya kau bersama dengannya. Merebut perusahaannyapun tak akan berpengaruh banyak pada perusahaan kita, yang ada hanya membuang-buang waktu. Jika kau ingin punya kekasih, pilihlah yang levelnya tak jauh beda dengan kita. Supaya kita memiliki keuntungan yang banyak. Jangan buang waktumu dengan hal yang tak berguna, fokuslah belajar agar kau jadi penerus yang bisa dibanggakan."

Setelah mengucapkan kata-kata kejam itu, ayahku pergi begitu saja. Aku mencoba menahan amarahku dengan mengepalkan kedua tanganku dengan erat. Aku tak terima dia menyepelekan Can seperti itu, dia jauh lebih berharga dari perusahaan sampah ayah.

Aku ingin marah, dan berteriak di depannya jika Can begitu berharga bagiku. Tapi ... jika aku mengatakan itu, sama saja aku membahayakan Can. Ayah akan dengan mudah menyakitinya, jika tahu dia adalah kelemahanku. Aku tak bisa membiarkannya, untuk pertama kalinya aku ingin melindungi seseorang yang berharga untukku.

Aku berjalan di lorong universitas, saat tak sengaja bertemu dengan Can. Dia menyapaku dengan ceria, membuat moodku jadi bagus. Hanya melihat senyumnya saja sudah membuatku bahagia, apa jadinya jika ayah mengganggunya. Aku tak akan bisa melihat itu terjadi. Tapi apa yang harus aku lakukan sekarang, aku tak bisa melakukan apapun untuk melawan ayahku.

Saat dalam perjalanan pulang, aku melihat Blue yang sedang berkelahi dengan 2 orang asing. Blue terlihat tersudut karena mereka.
Awalnya aku memilih tak peduli, dan memilih pulang saja. Tapi aku ingat, tujuan awalku mendekati Can karena Blue juga menyukainya. Ini akan jadi awal yang bagus, setidaknya jika nanti aku tak bisa menjaga Can, aku bisa meminta bantuannya. Ayahku dan ayah Blue adalah rekan bisnis. Jika ada Blue di samping Can, ayahku tak akan bisa menyakitinya.

Aku turun dari mobil dan segera membantu Blue sampai mereka pergi. Blue menatapku dengan malas.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menolongku? Ini bukan Tin yang aku kenal."

"Anggap saja sebagai ucapan terima kasih."

"Terima kasih, untuk apa?"

"Untuk Can. Aku tahu kau menyukai Can, dan aku mencoba mendekatinya untuk membuatmu kesal. Tapi pada akhirnya aku yang kalah, karena aku jatuh cinta padanya. Masalahnya ayahku mengetahui hubunganku dengan Can dan memintaku mengakhiri hubungan kami. Aku marasa takut ayahku akan menyakiti dia, tapi jika ada kau disisinya dia mungkin akan aman."

Aku melihat Blue tersenyum mengejek padaku.

"Ada yang lucu?"

"Ya sangat lucu. Kau Tin methanan si arogan, yang suka seenaknya. Suka merebut milik orang lain sekarang merasa jatuh cinta dan takut pada seseorang. Itu artinya Can sangat luar biasa sampai membuatmu seperti ini, bahkan padaku yang merupakan sainganmu."

"Ya aku tahu, aku seperti ini karena Can. Jadi ... bisa aku minta tolong padamu. Jika aku tak bisa ada di sisi Can. Tolong kau tetap disisinya, aku khawatir pada ayahku. Kau tahu sendiri sifatnya kan"

"Jangan khawatir, aku masih menyukainya. Jadi tanpa perlu kau mintapun, aku akan selalu ada disisi Can saat dia membutuhkanku."

"Aku bisa tenang sekarang."

"Kau tak takut aku merebut Can darimu, sama seperti yang kau lakukan?"

"Coba saja jika bisa, kau sendiri tahu kan siapa Can itu. Dia bukan orang yang akan dengan mudah tergoda. Tapi jika dia bersamamupun tak apa, nanti saat aku sudah memiliki kekuatan yang lebih besar dari ayahku, aku akan mengambil kembali milikku."

Setelah itu aku pergi meninggalkan Blue, sekilas aku bisa melihat dia tersenyum padaku. Can memang luar biasa bisa membuatku dan Blue berdamai.

~~
Hari dimana aku harus meninggalkan Can di mulai. Ayahku semakin menekanku dan memintaku mengakhiri hubunganku dengan Can. Aku tahu ucapannya tak pernah main-main, dan aku yang tak punya kekuatan apapun tak kuasa untuk melawan.

Aku benci menjadi lemah, tapi aku lebih benci saat aku menjadi alasan Can menangis. Aku merasa menjadi orang paling tidak berharga di dunia ini. Saat aku mengucapkan kata perpisahan padanya, saat itu juga rasanya hatiku hancur. Saat aku berbalik aku mendengar dia mulai terisak saat aku mengakhiri hubungan kami begitu saja. Aku terus berjalan sambil mencoba menahan agar isakanku tak terdengar. Padahal aku ingin sekali berlari padanya dan memeluknya, dan menghapus airmatanya. Ini adalah keputusan terbaik untuk saat ini.

Dan sejak hubungan kami berakhir aku tak pernah lagi bertemu dengan Can. Padahal aku sangat merindukannya, tapi aku takut salah satu mata-mata ayahku melihatku dan ini akan buruk untuknya. Lagipula sudah ada Blue,  aku percaya Blue bisa menjaga Can dengan baik.

~~~
Akhirnya hari yang ku tunggu tiba, aku akhirnya diangkat menjadi presiden direktur menggantikan ayahku. Tak mudah aku berada di posisi ini, aku harus berjuang selama beberapa tahun sampai aku mendapat kepercayaan ayahku.

Usiaku sudah 30 tahun sekarang, itu artinya sudah 8 tahun aku tak bertemu dengan Can. Aku sangat merindukannya, tapi tak berani mencarinya. Tapi kali ini berbeda, aku punya kekuasaan dan ayahku tak bisa mencampuri urusanku lagi.

Aku memulai jabatan baruku dengan bertemu semua kolega bisnisku, dan Blue adalah salah satunya. Sepertinya dia juga berhasil sepertiku. Dan dibelakangnya aku bisa melihat sosok yang aku rindukan, sepertinya dia menjadi sekretaris Blue. Dia terlihat lebih dewasa tapi tetap manis. Aku menatapnya dan dia balik menatapku, rasanya aku ingin menangis sekarang.
Tapi aku mencoba menjadi lebih profesional, dan bekerja sebaik mungkin.

Selesai dengan pertemuan, semua pamit pergi. Blue menjadi yang terakhir, sepertinya dia sengaja karena dia pergi tanpa Can.

"Kau bisa langsung pulang saja setelah ini, tak perlu kembali ke kantor. Dan Tin, selesaikan semuanya. Ini kesempatan terakhirmu."

Setelah mengatakan itu, Blue pergi meninggalkan diriku dan Can. Aku membawanya ke ruanganku agar kami lebih leluasa berbicara.
"Can aku minta maaf. Aku ..."

"Aku sudah tahu semuanya, Blue sudah menceritakan semuanya padaku. Dia tak tahan melihatku selalu sedih setiap hari, dan akhirnya mengatakan alasan kau mengakhiri hubungan kita."

"Apa sekarang belum terlambat?"

"Tentu saja tidak, aku sudah menunggu selama bertahun-tahun untuk ini."

Aku  menghampiri Can dan menggenggam tangannya, tangannya tetap hangat seperti biasanya. Aku sangat merindukannya sampai hampir gila. Dan dia kini di depanku, rasanya ini seperti mimpi.

"Bisa kita mulai semuanya dari awal, sekarang tak ada lagi yang membuatku takut."

"Kau pikir aku menunggu selama ini untuk apa? Aku sudah lama menunggumu mengatakan ini padaku."

Aku tak bisa lagi menahan diri. Aku memeluknya dengan erat dan menangis dipelukannya. Aku sangat bahagia, karena akhirnya Canku yang berharga kembali padaku.

Tamat.

Kumpulan oneshoot 2wishWhere stories live. Discover now