BAB 1

8 0 0
                                    

"Momen paling menyedihkan dalam hidup seseorang adalah saat mereka menyaksikan dunia mereka hancur, dan yang bisa mereka lakukan hanya menatapnya."

- F. Scott Fitzgerald

....

Noah mengetuk pintu apartment Joan beberapa kali, dia mengusap kedua kedua tangannya yang mulai memerah kedinginan, sekali lagi dia mengetuk pintu itu sambil menoleh kanan dan kiri. Apa Joan sedang berada diluar? pikirnya.

Pintu itu tidak kunjung terbuka, Noah mengeluarkan handphone miliknya lalu menelepon sang kekasih dengan segera. Suara dering ponsel terdengar dari dalam apartment dan membuat Noah agak bingung karena dia sudah berdiri selama 20 menit diluar namu tidak seorang pun membuka pintu untuknya, tidak mungkin kekasihnya yang tidak bisa lepas dari handphone itu pergi tanpa membawa miliknya. 

Dia memutuskan bahwa ini adalah situasi darurat dan mengambil kunci cadangan apartment kekasihnya itu. Jangan salah sangka dulu, sebenarnya sudah dari lama Joan memberinya kunci itu agar dia bisa leluasa masuk dan keluar namun Noah tidak mau memakainya karena dia pikir itu tidak sopan. 

Pintu terbuka, Noah memasuki ruangan itu dan berusaha mencari kekasihnya, "Sayang? Joan!" panggilnya. 

Matanya melihat tas kuliah Joan tergeletak di ruang tamu dengan beberapa buku terbuka di meja, matanya mencium bau gosong di dapur. Dengan hati yang cukup gelisah Noah mendekati dapur dan seketika hatinya berdetak lebih kencang saat dia melihat Joan tergeletak dengan kompor yang masih menyala.

"Joan! Sayang?!" Noah mematikan kompor lalu segera memeluk tubuh Joan, menepuk pipinya sembari memanggilnya.

Dengan tangan bergetar Noah menelepon bantuan, dia memeluk Joan erat.

....

Dokter kembali mengalungi stetoskop miliknya ke lehernya, menatap Joan sembari memeriksa beberapa anggota tubuh Joan. Dia menatap Noah dengan tatapan sendu sebelum akhirnya berdeham kecil, "Wali dari Tuan Huxley?" tanya Dokter.

"Ah iya, saya walinya." jawab Noah, mengusap punggung Huxley yang sudah sadar dari beberapa menit lalu.

"Bisakah kita berbicara diluar mengenai Tuan Huxley?" Dokter tersenyum kecil.

Noah mengangguk cepat, saat kakinya akan melangkah Joan menarik ujung bajunya, Joan menatap Noah sebentar sebelum mengalihkan pandangannya kepada Dokter. "Saya sudah dewasa dan saya siap mendengar apa yang terjadi pada diri saya." ujarnya tegas dengan suara yang sedikit serak.

"Baik." Dokter mengarahkan Noah agar duduk, "Kami telah menjalankan test darah dan MRI serta CT, kami menemukan sebuah hasil yang abnormal dalam kedua test. Kami menduga bahwa ini adalah penyakit Alzheimer, kami belum tahu pasti apakah itu Alzheimer, kita harus menjalankan beberapa test lagi untuk hasil lebih tepat-"

Seketika pendengaran Joan berkurang, matanya bergerak menatap sang Dokter dan suster bergantian, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Dadanya terasa sangat sesak dan dia merasa seperti kehabisan oksigen. Air matanya mengalir keluar begitu saja, Noah yang berada disampingnya segera memeluk Joan erat-erat.

"It's okay baby, everything will be okay." Noah mencoba menenangkan Joan.

Mendengarnya, bukannya menenangkan Joan ucapan Noah malah membuat amarahnya seketika memuncak, Joan mulai mencoba melepaskan pelukan Noah dengan kasar dan memukulnya. Dia menatap Noah marah, air mata masih mengalir dari kedua mata indah itu dan terpancar ekspresi bingung Noah.

"Gak! Semua gak baik-baik ajah! Semua hancur! Semua hancur!" Joan berteriak, mengamuk dengan mencoba membanting barang-barang didekatnya.

Noah terkejut dengan tindakan Joan, dia mencoba menahan Joan kembali dengan memeluknya, dengan sigap sang Dokter serta suster ikut membantu dan menyuntikkan obat penenang. Perlahan amukan Joan melemah dan dia tidak sadarkan diri dalam pelukan Noah. 

"Dokter?" Noah menatap sang dokter, tatapannya cemas. Dia membaringkan Joan dengan semula.

"Tidak usah khawatir Tuan Ashton, ini merupakan salah satu gejala Alzheimer. Kita hanya perlu melakukan beberapa test dan memulai perawatan." Sang dokter menjelaskan secara perlahan pada Noah. 

Noah hanya bisa mengangguk, dia menatap kekasihnya dengan pandangan cemas. Mengusap rambut Joan lembut.

"Kalau begitu, saya pamit." Dokter serta suster berjalan keluar kamar.

Perlahan, air mata Noah mengalir dan dia terisak kecil, mencoba untuk tidak mengganggu Joan. Dia mengecup tangan Joan beberapa kali dengan lembut. "Sayang..." lirihnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 29, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HIRAETHWhere stories live. Discover now