Chapter 3

129 9 1
                                    

"Jadi selama ini kau tidak bisa tidur karena kau bersama dengannya di malam hari?"

"Itu tidak benar ayah!"

Sasuke mengetahui keberadaan Sarada semalam bersama Kawaki dan itu membuatnya marah besar.

"Pantas saja kau jadi tidak bisa beraktivitas dengan baik dan tidak bisa tidur. Ternyata karena ini."

"Hentikan ayah! Aku sudah berusaha tapi kenapa ayah selalu saja mengatakan hal-hal seperti ini?"

"Cukup! Ayah tidak perlu mendengar apapun lagi. Ayah akan pastikan kau tidak keluar dari kamarmu sepanjang malam ini. Sekarang minum obatmu dan tidur!" Sasuke pun keluar dari kamar Sarada dan memerintahkan pengawal untuk menjaga Sarada agar tidak keluar dari kamarnya hingga pagi menyingsing.

Sarada yang penuh dengan emosi mengambil botol obatnya dan melemparkannya ke tembok hingga pecah. Sarada lalu terduduk di ranjangnya dan meringkuk sebelum merebahkan tubuhnya serta menutup mata rapat-rapat.

Ia tak lagi ingin minum obat, tak lagi ingin mencoba untuk tidur. Semua menjadi percuma baginya. Usahanya untuk pulih nihil. Jika ia pulih, siklus yang sama pasti akan terulang lagi. Jadi untuk apa ia berusaha?

"Hiks... ibu... ibu di mana? Aku kangen ibu... tolong kembali... kumohon..."

"Dasar Lemah!!!"

Mata Sarada terbuka, mendengar suara yang entah dari mana datangnya. Ia melihat sekeliling namun tak ada siapa-siapa.

"Hanya ini yang bisa kau lakukan?"
"Dasar Lemah!!!"
"Tidak berguna!!!"
"Siapa yang menyuruhmu istirahat?!"
"Kau sangat lemah!!!"
"Kenapa kau selemah ini?!"

"Hentikan... hentikan!" Sarada menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua tangan, tatkala ia tak bisa berhenti mendengar begitu banyak suara yang berisik memenuhi telinganya dengan perkataan yang tak lagi ingin ia dengar.

"Ada apa ini? Hentikan... kumohon! Berhenti!!! Hiks... sudah cukup... kumohon..."

~

Keesokan harinya, Sarada tengah berjalan di lorong istana ketika ia melihat Kawaki di dalam rumah kaca istana, tempat tanaman herbal dikembangbiakkan. Sarada pun menghampirinya ke dalam rumah kaca tersebut.

"Sedang mengumulkan tanaman herbal?" Suara Sarada menyadarkan Kawaki yang sedari tadi terlalu fokus memanen tanaman obatnya.

"Tuan Putri?" Ia buru-buru berdiri lalu membungkuk sopan. "Apa kau lupa, aku bilang panggil saja aku Sarada saat tidak ada orang lain." Jawab Sarada.

"Oh... Sarada... apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Kawaki. "Tidak ada. Aku hanya kebetulan melihatmu jadi aku ke sini." Jawab Sarada, jujur.

"Silahkan lanjutkan saja pekerjaanmu. Aku tidak ingin menginterupsi." Ujar Sarada. Kawaki mengangguk lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Namun setelah beberapa saat ia melihat Sarada hanya berdiri dengan tatapan kosong, ia oun menawarkan Sarada untuk ikut memanen tanaman herbal.

"Apa kau ingin mencoba memanen ini?" Tanya Kawaki, karena melihat Sarada yang sepertinya terlalu larut dalam pikirannya sendiri.

Sarada tersadar dari lamunannya. Ia pun menangguk dan ikut membantu Kawaki memanen tanaman herbal di sana. Tapi ia takut membuat kesalahan karena belum pernah melakukan hal ini sebelumnya.

"Um... bagaimana kau melakukan ini?" Tanya Sarada, agak ragu, takut merepotkan Kawaki. Namun dengan senang hati Kawaki mengambil gunting lalu memberikannya pada Sarada.

Sarada menggenggam gunting tersebut lalu Kawaki pun mulai menjelaskan. "Memanen tanaman ini sangatlah mudah. Kau lihat ruas pertama di pangkal batangnya?" Ucap Kawaki sambil menunjuk pangkal dari salah satu batang tanaman itu kepada Sarada.

"Oh... hn, aku melihatnya." Jawab Sarada. "Kau hanya perlu menggunting di bagian situ agar sisa batang yang tertanam bisa menumbuhkan pucuk baru lagi, oke?" Jawab Kawaki.

Sarada mengangguk sambil tersenyum cerah. "Hm... baiklah. Aku akan melakukannya dengan baik tuan Kawaki." Jawaban Sarada membuat Kawaki terkejut. Ia pun melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang yang mendengar itu, lalu tertawa.

"Jangan panggil aku seperti itu. Kautuannya di sini." Balas Kawaki. Sarada pun terkekeh lucu. "Tidak apa-apa. Kau adalah tuan tabib  kau baru saja mengajarkanku ilmu baru untuk memanen tanaman herbal. Hihihi..." ujar Sarada.

Mereka pun memanen tanaman herbal tersebut berduaan, lalu mengumpulkannya di sebuah keranjang, dan setelah selesai, mereka membawa keranjang tersebut kembali ke tempat Kawaki.

"Apa yang ingin kau lakukan dengan tanaman sebanyak ini?" Tanya Sarada yang penasaran.

"Aku ingin menyimpannya untuk persediaan." Jawab Kawaki, samil mengambil dua buah toples besar.

"Bisakah kau membantuku memindahkan ini semua ke toples?" Tanya Kawaki. "Tentu saja." Jawab Sarada dengan senang hati.

Waktu yang ia habiskan bersama Kawaki membuat Sarada menjadi lupa dengan semua permasalahan yang ia miliki dan membuat dirinya merasa sangat damai. Senyumnya tak pernah luntur sedetikpun.

"Sekarang, kita butuh air." Gumam Kawaki. Namun sebelum Kawaki bergerak, Sarada lebih mengambil guci berisi air dan mulai menimba air sedikit demi sedikit ke dalam toples.

Sembari Sarada sibuk menimba air, Kawaki yang berdiri tepat di sampingnya mengamati wajah Sarada yang disinari sinar mentari yang terpancar dari balik jendela ruangan tersebut. Awalnya yang empunya wajah tidak sadar. Namun lama-kelamaan, ia pun merasakan tatapan tersebut dan menatap balik ke arah Kawaki.

Kedua manik tersebut saling bertemu dan terkunci. Detak jantung mereka seakan berlomba untuk selaras.

"Apa ada sesuatu di wajahku?" Tanya Sarada sambil tersenyum malu-malu. Kawaki menggeleng pelan namun ia tidak melepaskan pandangannya. Tiba-tiba tangan Sarada menyentuh pipi Kawaki dan mengusapnya dengan jempol.

"Wajahmu sedikit kotor. Apa kau banyak menyentuh wajahmu saat di rumah kaca tadi?" Ucap Sarada dengan lembut sambil mengamati wajah Kawaki yang baru ia sadari cukup kotor.

"Benarkah? Sepertinya aku banyak mengusap wajah untuk mengelap keringat tadi." Ucap Kawaki sambil berniat mengusap wajahnya lagi dengan lengan bajunya yang panjang namun digentikan oleh Sarada yang langsung menahan pergelangan tangannya.

"Jangan. Biar aku saja." Kata Sarada lalu buru-buru membasahi sebuah kain bersih di wastafel dan kembali ke Kawaki untuk membersihkan wajahnya dengan kain basah. Sarada mengusap pelan wajah Kawaki yang seperti dikotori oleh tanah dan debu.

Sembari wajahnya dibersihkan, Kawaki tidak bisa melepaskan pandangannya dari Sarada. Sang putri tahu kalau ia tengah dipandang, namun berusaha tetap tenang.

"Kau akan membuat jantungku meledak jika terus menatapku sepert itu." Ujar Sarada, pelan. "Maaf. Aku terbiasa mengagumimu dari kejauhan. Tapi aku tidak menyangka kau terlihat jauh lebih indah dari dekat." Ucap Kawaki.

"Mengagumiku? Sarada terkekeh. "Tapi sekarang setelah melihatku dari dekat, bukankah kau jadi lebih bisa melihat ketidaksempurnaan di wajahku? Apa dengan begitu kau masih juga mengagumiku?" Tanya Sarada.

Kawaki menyentuh wajah Sarada dengan tangannya, membuat gadis itu membeku. Ia terkejut, tangannya berhenti bergerak dan tatapannya terkunci pada manik pria itu.

"Semua manusia dipenuhi ketidaksempurnaan, aku dan kau tak terkecuali. Tapi ketidaksempurnaanmu justru membuatku jatuh lebih dalam dari sebelumnya, Putri." Ucap Kawaki dengan tulus dan sepenuh hati.

Sarada menatap ke dalam jiwa Kawaki. "Panggil aku Sarada." Balasnya, sebelum mendekatkan wajahnya dan mendaratkan bibirnya di bibir Kawaki, dengan lembut menciumnya.

-TBC-

Yearning Touch | KAWASARA SHORT STORYWhere stories live. Discover now