25. Teruslah Bersamaku Apa Pun Situasinya

Start from the beginning
                                    

Diana tersenyum setuju. "Ora adalah orang paling idealis yang pernah kutemui, Tyo, dan kamu betul. Dia enggak banyak bicara tapi lebih suka bertindak."

"Aku bisa lihat."

"Ngomong-ngomong, dia istri kapolrestabes Bogor, lho."

Tyo terkesiap. "Oh, ya? Pak AKBP Bayu Buana?"

"Yups. Kamu kenal?" tanya Diana.

Tyo mengangguk. "Beliau termasuk perwira yang hebat dan sering menjadi role model bagi kami saat masih taruna," jawabnya.

Diana mengamatinya sejenak, sebelum memutuskan untuk menggodanya. "Aku sempat hampir deketin dia, lho, sebelum tahu dia jadian sama Ora," katanya dengan nada yang sengaja dibuat misterius.

Tyo menoleh kaget. "Kamu ...."

Diana cekikikan. "Dia itu mantan playboy, bukan rahasia lagi. Makanya, kupikir aku mau menyelam sambil minum air. Main-main sama dia, sekaligus mencari info penting. Begitu."

Wajah Tyo langsung keruh. "Tapi ... kamu sudah enggak suka sama dia sekarang, kan?"

Diana menggembungkan pipi, menahan tawa usil. "Uhm ... tergantung kamu."

"Kenapa tergantung aku?" Tyo mengerutkan kening.

"Jelas tergantung kamu. Kalau kamu bikin aku kecewa, bikin aku bete, atau, bikin aku bosan, mungkin aku masih main-main sama dia ataupun cowok lain. Kamu kan tahu aku player?"

Wajah Tyo makin keruh. Dia menggenggam roda kemudi dengan erat, sampai-sampai buku jarinya memutih, membuat Diana tersenyum geli melihat reaksinya. Setelah beberapa saat hening, sebelum Tyo kembali bicara.

"Kalau aku minta kamu jujur setiap kali merasa kecewa atau bete, apa kamu akan memberiku kesempatan untuk memperbaiki keadaan? Aku bukan orang yang keberatan dikritik."

Diana melebarkan matanya. "Serius? Kamu mau dengerin aku kalau seandainya aku ngomong terus terang penyebab aku kecewa atau bete?" tanyanya.

Tyo mengangguk. "Aku pasti mendengarkan dan mempertimbangkan keinginan kamu," jawabnya sungguh-sungguh.

Diana menatapnya selama beberapa detik, lalu tawa kecil terlepas dari bibirnya. Dia mengulurkan tangan dan mencubit pipi Tyo dengan gemas. "Astaga, pacar aku ternyata bucin," komentarnya. "Oke. Aku akan selalu jujur ke kamu, apa pun yang kurasain. Dan ... aku janji untuk enggak main-main selama kita terikat komitmen. Itu cukup?"

Tyo langsung mengangguk, puas. "Cukup."

"Kamu mau janji apa ke aku sebagai timbal baliknya?"

Kali ini Tyo termangu. "Aku ...."

"Apa kamu akan terus di sisiku seperti apa pun situasinya?"

Tyo menoleh, lalu kembali melihat ke jalan. "Aku janji," katanya, penuh kesungguhan.

"Itu cukup." Suara Diana, entah kenapa, seperti mengandung nada getir. Membuat Tyo tercenung selama beberapa saat. Pikiran tentang masa lalu mendadak melintas kurang ajar. Mungkinkah Diana terluka karena mantan tunangannya dulu? Apakah pria itu meninggalkan gadis ini? Kalau iya, sungguh tidak tahu diri.

*****

"Lain kali aku dan Ora diskusi, kamu ikut ya, Tyo. Kamu kan ada andil dalam mengumpulkan barbuk?" Diana berkata sambil melepaskan sabuk pengaman. Dia meraih ransel dan juga kameranya.

Tyo mengerutkan kening. "Mungkin aku enggak selalu bisa, Di," ujarnya ragu. "Karena agak sulit untuk terlihat di tempat umum tanpa dicurigai."

"Ah ...," Diana tersadar. "Betul juga."

"Aku akan selalu jadi bayangan kamu, itu saja. Mungkin enggak ikut diskusi di meja yang sama, tapi ada di sekitar kalian. Kamu bisa mengirim pesan atau chat saja. Bisa juga kita bicara di telepon menggunakan speaker."

"Oke. Itu bagus juga. Uhm ... aku turun sekarang, ya? Kamu akan ada di sekitar sini? Atau harus balik?"

Tyo memandangnya dan menimbang. "Apa kamu akan wawancara sendiri? Kenapa Mas Rizky enggak ikut?"

Diana mengangkat bahu. "Bejo ada liputan lain, siaran tivi. Aku enggak selalu bareng dia, kok. Cuma karena kita temen aja dia sering nganterin aku."

"Begitu?"

"He'eh. Kali ini aku belum butuh kameramen, jadi enggak masalah dia jalan ke lokasi lain."

"Kalau begitu ... aku akan ada di sekitar kamu."

Diana mengerutkan kening. "Kamu enggak akan dicariin?"

Tyo menggeleng. "Aku tinggal bilang, Juleha minta dikelonin."

Kalimat Tyo diucapkan dengan ekspresi serius, tapi Diana yang terbiasa berimajinasi aktif, langsung ternganga. Tangannya terulur dan menyentuh pipi Tyo yang langsung melebarkan matanya, heran.

"Bang, Juleha mau bobok bareng. Hayu, kelonin ...," desahnya sambil mengedipkan satu mata, genit.

Tyo langsung menepis tangannya, membuat Diana terbahak-bahak. "Sana, narsum kamu nunggu. Aku enggak bisa keluar bukain pintu karena takut ada yang lihat. Enggak pa-pa, kan?"

Diana menyeringai. "Enggak pa-pa." Dia mengecup pipi Tyo singkat, lalu keluar. Tyo mengawasinya berjalan menuju ke gerbang kantor pengacara yang akan diwawancara, lalu bicara dengan penjaga keamanan di sana. Namun, dahi Tyo berkerut saat melihat sebuah mobil keluar dari dalam kantor pengacara dan berhenti tak jauh dari Diana. Seorang pria keluar dari mobil itu, dan bergegas menghampiri Diana yang masih bicara dengan petugas. Yang membuat Tyo mengerutkan kening tidak suka dan merasakan jantungnya berdebar lebih keras adalah saat dia mengenali siapa pria itu. Roberto Bulaeng, mantan kekasih Diana delapan tahun lalu.

Apa yang dilakukan pria itu di situ? 

Bersambung.

So, mungkin enggak Didi celebek? Yang penasaran dan pengen buruan vaca sampe abis, silakan ke Karyakarsa ya.

Betewe, untuk podcast Dear Precious Me, eike akan ngadain giveaway. Kalian ikutin aja work eike yang judulnya Dear Precious Me,  Sebuah Pesan Untukku. Awas ketinggalan.

Terakhir,  eike dengerin covid mulai meningkat lagi,  malah eike sekeluarga akhirnya dapet giliran biarpun sekaranh udah mendingan. So, kalian jaga diri baik-baik ya. Biarpun udah vaksin,  enggak ada salahnya waspada.  Oke?

Sampe ketemu bab berikut.

Winny
Tajurhalang Bogor 14 November 2022

Diana, Sang Pemburu BadaiWhere stories live. Discover now