I

138 14 0
                                    

Sama seperti sebelumnya. Lagi dan lagi, kau berhasil membuatku muak, Jimin.

.


.


.


.

Kau kembali pulang larut malam, dan kini dengan minuman keras ditanganmu. Tidakkah kau mengingat bahwa ini adalah hal yang paling kau benci?

.

.

.

.

Dulu kau pernah memarahiku karena membawa sekaleng minuman keras, yang kau tahu sendiri itu bukanlah milikku. Kau pernah membuang semua sigaret yang susah payah kusembunyikan darimu. Namun kini?

.

.

.

.

Apa kau sengaja mempermainkanku, Jimin? Membuatku begitu sengsara dengan melihatmu seperti ini?

.

.

.

.

Kau berjalan melewatiku begitu saja. Mengikat tinggi rambut indahmu di hadapanku dengan perasaan tak bersalah.   

"Aku tidak akan melarangmu lagi, Yoon. Jika kau mau, ambil dan minum saja. Aku mengerti mengapa mereka menyukai ini. Seharunya aku tidak perlu melarangmu dari dulu. "

.

.

.

.

Untuk pertama kalinya, atas kesadaranku. Aku melanggar sumpahku dengan menamparmu. Aku tidak akan menyesal karena telah melakukannya.
Kau pantas menerimanya. 

.

.

.

.

Aku tidak akan semarah ini jika kau hanya membawa minuman sialan ini dan pulang dengan keadaan mabuk, aku tidak akan marah.

.

.

.

.

Tapi, Jimin ...

Apakah kau tahu apa yang paling membuatku marah setelah melihatmu malam ini?

.

.

.

.

Kau tahu apa yang paling melukaiku?

.

.

.

Ya, bercak merah di lehermu.

Aku bukan orang bodoh yang tidak mengerti dan mengenali tanda apa itu. 

.

.

.

.

Jimin, aku mohon jangan lukai hatiku

.

.

.

Aku mohon jangan membuatku meragu atas janjimu saat itu.

HiraethWhere stories live. Discover now