Prolog

30 5 0
                                    

    "PONIJEMMM!"

    Rara berlari secepat citah. Tanpa mempertimbangkan banyak hal, dia melompati pagar rumah Pak Anas yang tingginya sedada hingga tersangkut di atas sana. Wajah ketakutan gadis itu menghadap kucing loreng di bawah yang mengeong dengan tangan berusaha menggapainya.

     Rara bergidik ngeri. Muka lucu si kucing tidak lagi lucu ketika sudah mengajaknya main kejar-kejaran sejak di depan gang. Kucing loreng berwarna abu-abu putih itu milik Bagas, tetangga Rara yang kerjaannya main terus sampai si Ponijem—begitu Rara menamainya, harus menjalani nasib memprihatinkan karena sering telat makan.

    Dengan tremor, Rara berusaha meletakkan bungkusan makanan yang dia bawa ke tanah. Namun, karena roknya menyangkut, gadis itu tidak bisa melakukannya.

Mampus.

     "Kucingnya nggak nggigit kok."

    Sebuah celetukan disertai tawa renyah yang tiba-tiba muncul membuat Rara mendongak. Nggak nggigit apa. Ponijem bahkan pernah mencakarnya karena Rara memberi ikan asin minggu lalu.

   Namun, ketika sadar siapa orang yang sekarang berdiri di hadapannya, mata Rara membulat sempurna. Kata-kata sangkalan yang sudah ingin Rara keluarkan masuk lagi ke dalam pita suara.

    Lelaki bertubuh jangkung dengan bahu lebar dan rambut ikal itu menatap Rara geli. Namun, seakan berusaha menutupinya, dia segera mengambil alih makanan di tangan Rara.

    Seperti sudah biasa merawat hewan berambut yang menurut Rara mirip ikan buntal itu, lelaki tadi telaten sekali memberi makan Ponijem. Dia bahkan tidak takut mengelus kepala Ponijem dan menggelitik badan Ponijem hingga kucing itu keenakan dan menggeliat di tanah.

    Rara mengernyit tak suka. Bisa-bisanya si Ponijem jadi manja sekali, tetapi dengan dirinya yang selalu rajin memberi makanan gratis justru diberi kekerasan. Yaaa pantas, sih. Rara bisa menebak dengan jelas kenapa. Si kucing pilih kasih itu betina! Lihat, BETINA! Jadi wajar manjanya sama laki-laki saja.

     Akan tetapi, tatapan tak suka Rara tidak bertahan lama. Karena ketika lelaki tadi bangkit dan kembali menjulang tinggi di depannya, mata Rara hanya terfokus pada mata itu. Mata dengan pupil hitam legam yang dinaungi bulu mata lentik dan alis tebal. Mata itu, mata yang selalu berhasil mencuri atensi Rara lebih dari yang semua orang kira.

-------Asmarandana-------
   

ASMARANDANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang