"Terus kenapa?"

"Di kaki Uti ada syurga."

"Masa?! Coba Abang liat."

Fathur melepas buku baru yang Lia selalu siapkan untk kunjungannya seperti sekarang.

Sarah tertawa kecil menanggapi celotehan anaknya. Dan Lia hanya terdiam bingung. Perasaannya tenang tapi juga tidak enak.

Tenang karena pembicaraan Sarah dan Fathur.

Tidak enak karena? Tidak tau.

"Nggak ada tuh."

"Syurga itu di telapak kaki Ibu." Lia membalas. Menatap Fathur takzim.

Kening anak lelaki itu mengkerut. Tidak masuk akal pikirnya.

"Itu cuman perumpamaan, Abang. Maksudnya, kita harus menghormati dan menyayangi Uti karena Ridho Uti sangat penting untuk seorang anak yaitu Mama dan papa. Kalau Uti ridho, maka Mama dan Papa bisa masuk syurga."

"Kalau Abang?"

"Mama Abang siapa?" bukan suara Sarah melainkan Lia yang bertanya.

"Mama." ucap Fathur sambil menyentuh lengan Sarah. Matanya bersinar.

"Nahh.. Jadi?" Lia memancing.

"Syurga Fathur ada di kaki Mama?"

Sarah hanya tersenyum. Dalam hatinya meringis. Sesak di dadanya tak terhingga kini.

"Mama ridho nggak sama Fathur? Soalnya Fathur pengen masuk syurga juga."

"Iya sayang."

"Tapi abis baca buku dari Uti ya, baru syurga di kaki Mama Abang cuci."

Fathur berseru senang. Ia kembai ke bukunya. Menekuninya kembali. Sarah kembali memijat dan membasuh kaki Lia.

"Kamu kenapa?" Lia bertanya pelan. Tapi Sarah hanya tersenyum dan menggeleng.

"Cuman pengen saja, Ma."

Lia tidak percaya. Pasti ada sesuatu.

"Aku pengen ridho Mama." ucap Sarah sambil menunduk.

Sebelum ia kerumah mertuanya. Pagi tadi tepat pukul 6 pagi. Sarah memasak di dapur. Sop ayam adalah andalannya karena Dimas sangat menggemari makanan itu.

Ketika memotong kentang dan sayur-sayuran. Sebuah suara gaduh terdengar tipis dari arah depan pintu rumah. Seketika Sarah menyesali mengapa ia harus dapat mendengar suara pertengkaran Dimas dan Natalia sepagi ini di rumahnya sendiri.

"Kamu gila?!"

"Aku harus nekat, Mas. Liat perut aku. Aku udah nggak bisa datang ke kantor kalau udah kayak gini!!"

"Aku perlu berpikir jalan terbaik, Nat."

"Semua sudah jelas, Mas. Kamu nggak cinta sama istri mu kan. Apa yang memberatkan kamu melepas dia?"

"Natalia!"

"Coba pikirkan, keluarga ku lengkap dan terpandang. Lihat sekarang perut ku! Sedangkan istrimu? Kamu nggak pernah cinta! Dia juga nggak punya keluarga, hanya anak panti yang kebetulan Papa mu jodohkan ke kamu, Mas."

"Ada Fathur antara kami!"

"Fathur bisa memilih dia ikut kita atau Mamanya."

"Shit!!"

"Cepat, Mas! Kalau tidak aku saja lah yang mati!"

Jatung Sarah berdegup kencang sangking shoknya. Setelah suara itu berlalu. Senyap sudah.

Dimas masuk kerumah dengan nafas naik turun. Sarah pura-pura tidak tahu. Mungkin juga Dimas tidak ngeh kalau Sarah selama ini ada di dapurnya. Yang mungkin ia kira ada di kamar Fathur.

Gerakan memotong wartel terhenti persis berhentinya suara tipis namun jelas itu.

Persis pula dengan ujung telunjuk Sarah yang tergores. Melihat darahnya menetes di atas tatakan. Sarah hanya diam.

Hati kecilnya bertanya, mengapa jarinya sama sekali tidak terasa perih ya? Kemudian matanya kelihat pisau ditangan kanan.

Bagaimana kalau kena dipergelangan tangan? Sakit tidak ya?

Sarah mendekatkan pisau ke arah tangan kirinya. Namun sedetik kemudia ia tersadar.

"Asstagfirullah!" gumamnya kaget. Pikirannya kacau. Tidak bisa. Ini tidak bisa berlanjut.

Ia segera kearah wastafel dan menyalakan air. Membasuh ujung jari telunjuk kiri dan juga membasuh wajahnya hingga benar-benar basah.

"Sar?"

"Sarah!"

"Sarah! Hey, kamu melamun?"

Mama Lia menyentuh pundak Sarah. Anak menantunya melamun. Padahal air di baskon sudah hampir dingin.

"Eh! Maaf, Ma."

"Ada apa, Sarah?"

"Tidak, aku cuman lagi capek. Mungkin juga lagi kangen sama Almarhumah Ibu." Sarah menyelesaikan mencuci kaki Lia. Ia segera berlalu ke arah dapur. Agar tidak ditanya-tanyai lagi.

"Ma, Sarah boleh titip Fathur? Tolong jagain ya, Ma. Sarah soalnya mau pergi, ngga tau sampai jam berapa." Sarah kembali dan duduk di bawah kaki Lia. Ia mengelap kaki itu dengan handuk.

"Mau kemana?"

"Ada, beberapa urusan."

"Ya sudah."

Tbc

After My Fault (On-going)Where stories live. Discover now