20. Apakah Dia Ditolak?

Start from the beginning
                                    

Diana mengamatinya dengan tertarik. “Apa?”

“Saya bukan laki-laki pemalu.”

Diana mengerjap cepat. “Ha?”

Tyo melirik spion tengah. “Saya sama sekali enggak pemalu, enggak polos, dan bukan orang yang enggak berpengalaman.”

Diana mengangkat alisnya tinggi. “Serius?” tanyanya dengan nada tak percaya, sekaligus menggoda.

Tyo mengangguk. “Selama dua tahun di intel, enam bulan jadi preman, saya punya banyak pacar, meski dalam rangka mendalami peran saya. Mbak Diana pasti tahu, berpacaran di dunia preman bukan hanya sebatas berpegangan tangan?” katanya tegas.

Diana termangu. Beberapa saat mencoba mencerna maksud Tyo mengatakan itu. “Uhm … maksudnya Mas Tyo ngomong gini, apa? Mas enggak mau saya suka sama Mas Tyo, gitu? Mas sengaja bilang kalau Mas bukan tipe cowok yang bikin saya gampang jatuh cinta, jadi jangan sampek suka sama Mas?” terkanya. Sudut bibirnya terangkat jail, siap menangkap kalimat apa pun dan memutarbalikkannya.

Tyo menggeleng cepat. “Bukan! Bukan itu maksud saya.”

Diana mengerutkan kening, pura-pura bingung. “Terus?”

“Saya ingin, Mbak Diana tidak salah mengenali saya. Kalau Mbak Diana sampai menyukai saya, maka Mbak menyukai saya yang sebenarnya, bukan yang seperti Mbak pikir. Saya adalah laki-laki biasa, sama sekali enggak pemalu, apalagi polos. Saya adalah laki-laki dengan pengalaman berpacaran yang mungkin bisa membuat Mbak Diana berjengit sebal. Hanya saja, Mbak harus tahu kalau itu semua saya lakukan karena peran saya sebagai petugas, sama sekali tidak melibatkan perasaan.”

Baiklah … Diana mulai menangkap maksud Tyo. Sepertinya, pria ini … juga menyukainya? Itu alasan dia berkata jujur, kan? Supaya Diana tidak salah paham? Aih, manisnya. Senyum terkembang di bibir Diana.

“Kenapa Mas bilang saya bisa berjengit sebal kalau tahu pengalaman pacaran Mas Tyo? Sudah sampai berhubungan seks? Pernah nyuruh pacar gugurin kandungan?”

Tyo terlonjak kaget mendengar pertanyaan yang lugas itu. “Astaga, tidak!”

“Kalau ciuman? Grepe-grepe?” cecar Diana lagi.

Warna merah merambati kulit wajah Tyo yang tertutupi berewok. “Uhm … kurang lebih.”

Diana tertawa. Namun, dia sendiri bingung kenapa tertawa. Apakah karena … merasa lega, Tyo masih belum serusak yang barusan sempat terpikir?

“Mas Tyo bilang, pacaran di dunia preman lebih dari yang saya pikir, tapi kok enggak ada seks?” Diana masih penasaran. Dia butuh menegaskan sesuatu.

Tyo menghela napas. “Karena … saya bukan orang berengsek betulan. Saya enggak sanggup membayangkan konsekuensi perbuatan saya seandainya sampai melewati batas.”

Diana mengangguk-angguk puas. Beberapa saat hening, mobil meluncur di jalan yang mulai menyempit, lalu memasuki halaman parkir gedung tempat kerja Diana. Saat akhirnya mobil berhenti di parkiran, Diana menoleh kepada Tyo yang sedang mencabut kunci mobil.

“Mas Tyo.”

“Ya?” Tyo menatapnya.

Diana mengerjap. “Mau jadi pacar saya?”

Hening. Beberapa saat keduanya saling berpandangan, lalu Tyo tersenyum kecil. “Kenapa Mbak mau saya jadi pacar Mbak?” tanyanya.

Diana tidak melepaskan pandangannya dari sepasang mata teduh Tyo. “Karena kayaknya bukan cuma saya yang suka sama Mas Tyo, tapi Mas Tyo juga suka sama saya. Betul?” jawabnya jujur, sekaligus menebak langsung.

Tyo tercenung. “Kalaupun saya memang menyukai Mbak Diana, apa Mbak enggak takut menyesal? Penampilan saya saja bikin Mbak nangis karena ngenes, kan?” ujinya.

Diana mengulum senyum. “Nyesel? Saya sering ganti pacar, tapi enggak pernah nyesel, tuh. Biarpun salah pilih dan ketemu cowok berengsek, saya tinggal putus dan move on. Enggak perlu nyesel.”

Tyo tertegun mendengar jawabannya. Apakah Diana seorang player? Suka mempermainkan laki-laki? Di depannya, Diana tersenyum maklum.

“Saya enggak pernah nyesel bukan karena saya suka main-main. Saya pernah menyesal dulu, tapi cukup sekali saja. Hidup saya terlalu berharga hanya untuk dihabiskan menyesali kesalahan memilih. Itu maksud saya. Sejujurnya, saya sempat berhenti berharap bisa menemukan seseorang yang tepat, tapi, Mas Tyo bikin saya mau coba lagi.”

Tyo mengerjap lambat. “Kenapa?”

Diana menatapnya lekat. “Karena untuk pertama kalinya saya ingin percaya lagi pada seseorang. Naluri saya bilang, Mas Tyo bisa dipercaya, apa saya salah?”

Tyo berdeham. Benar-benar tak mengira Diana akan selugas itu. “Uhm … bagaimana dengan Yoyo?”

Diana mencoba mengingat nama yang disebutkan. Aduh … kenapa dia lupa? “Yoyo?”

Tyo mengangguk. “Mbak Diana bilang ingin mendekati Yoyo?”

Sosok seksi dalam pakaian satpam melintas di ingatannya, bibir Diana membulat. “Oh … Yoyo. Ya … dia terlalu muda. Saya lebih suka Mas Tyo.”

Hening selama beberapa saat. Tyo membuang pandangannya ke luar jendela mobil, terlihat menimbang sebelum kemudian menoleh dan menatap Diana lekat. “Mbak Diana benar. Saya menyukai Mbak, tapi … saya belum bisa menjawab sekarang soal jadi pacar Mbak.”

Diana melongo, lalu mengerjap cepat saat tersadar. “Kenapa?”

Tyo tersenyum tipis. Dia menaruh kunci di tangan Diana, lalu membuka pintu dan keluar. “Saya minta waktu sebentar. Sampai nanti.” Dengan gerakan sigap, pria itu pergi. Langsung menghilang di antara mobil-mobil lain yang terparkir.

Diana merengut. Sial! Apakah dia ditolak?

BERSAMBUNG

Oceh, segitu dulu. Bab 21 nyambung tat sore jelang malem ya. Ingetin aja kalo eike lupa, wkwkwkwk.

Kayak biasa, kalo gak sabar dan pengen baca lebih cepet silakan kalian ke Karyakarsa, di sana udah tamat dan ada bab 22-23 serta ekstra bab yang puanjang dan cuma akan ada di versi Karyakarsa aja.

Sampe ketemu lagi. Maacih banyak.

Winny
Tajurhalang Bogor 2 November 2022

Diana, Sang Pemburu BadaiWhere stories live. Discover now