03

15 4 2
                                    

The Dungeon Academy – 03

Tunggu, apa?

"Ini adalah Akademi Dungeon Ral-ter-line," kata sang Kepala Akademi mengulangi, senyumnya tetap terpasang rapi. "Bukan Akaemi Dungeon Ral-tir-lein."

Akhirnya aku menangkap perbedaan dua nama yang sempat kukira sama setelah dieja. Kasak-kusuk menyebar gusar di barisan murid-murid sekelilingku. Kurasa kami semua sependapat. Perbedaannya benar-benar samar, terutama kalau cuma diucapkan. Bisa-bisanya ada perbedaan setipis itu?

Aku terkesiap. Kecuali karena disengaja. Akademi brutal ini sengaja memirip-miripkan nama dengan akademi berakreditasi tertinggi demi—

"Oh, ya," lanjut sang Kepala Akademi dengan bergema. "Namanya memang mirip sekali, bukan? Nah, yang meniru dengan sengaja adalah Raltirlein. Akademi Dungeon Ralterline adalah akademi terbaik yang asli."

Tunggu, apa?

Serius, memutarbalikkan fakta? Aku tidak merasakan adanya ikut campur sihir yang mencurigakan, setidaknya belum. Di sisi lain, mataku tak lepas mengamati sosok wanita itu. Rambutnya pirang pucat, tersanggul rapi berhiaskan aksesori mutiara tanpa kesan foya-foya. Alih-alih gaun, yang dikenakannya adalah kemeja resmi bermantel motif dilengkapi jubah identitas Master. Matanya magenta, berkilat-kilat tak terbaca menyapukan pandangan ke sepenjuru aula. Apakah itu wajah seseorang yang tengah mengutarakan dusta sebesar aula akademinya?

Laurelia Madesselene berujar, "Menilik satu-persatu wajah kalian, tampaknya sama sekali tidak ada yang percaya, ya?"

Aku merasakan dorongan dari barisan-barisan sekitar yang gatal ingin berteriak, Tentu saja!

Salah satunya berasal dari lubuk hatiku sendiri. Aku mendaftar untuk akademi dungeon terbaik di kota bukan untuk dipermainkan—

"Bagaimana bisa?" kata sang Kepala Akademi. "Bagaimana mungkin seisi kota, seisi negeri, tidak menyadari kemunculan sebuah akademi baru yang memalsukan akreditasi, hanya dengan meniru nama akademi bergengsi yang asli? Sementara akademi yang asli berbalik posisi menjadi akademi sampah yang kehilangan harga diri karena mencoba menyamai nama akademi berprestasi?"

Aku terpaku mendengarkan setiap gema kata-katanya yang berwibawa. Segalanya masih terasa salah. Malah terasa semakin salah. Tapi kudapati, telingaku dan telinga sembilan puluh sembilan murid lain tegak menyimak perkataan sang Kepala Akademi.

Di atas podium, Laurelia Madesselene tersenyum sehalus sutra. "Semestinya kalian telah menyadari sendiri jawabannya, Anak-anak," ujarnya. "Yang mungkin melakukan—tidak. Yang memungkinkan manusia melakukan hal seperti itu adalah sihir. Sihir yang berkumpul di satu tempat, bersatu diendapkan waktu, dan menjadi amat sangat kuat."

Kata demi kata yang begitu ditekankan olehnya membuatku disaput pemahaman seketika. Napas-napas terkesiap di sekitarku pun mengatakan demikian. Aku menyaksikan kepuasan terpulas pada senyum sang Kepala Akademi yang mengangguk.

"Tepat sekali. Sihir dari dungeon."

Dungeon.

"Kita semua tak akan terlewat mengingat. Keberadaan dungeon terungkap manusia sejak satu abad lalu. Sebuah tempat bawah tanah alami yang merupakan muasal dari sihir, juga muasal sekaligus teritori dari monster-monster tak terbayangkan. Hingga hari ini, umat manusia telah berkembang pesat, dengan separuh pengaruh berkat dungeon."

Aku tidak bisa sekadar mendengar tanpa berusaha menerka-nerka. Apa sudah pasti bahwa dia tidak berdusta? Apa ada kata-kata yang sengaja dipuntirnya untuk diakui sebagai kejujuran bagi orang lain maupun dirinya sendiri? Ke mana dia hendak membawa pembicaraan?

Semua manusia yang hidup hari ini tentu tahu pasti mengenai dungeon. Gerbang masuknya serupa mulut gua berbatas selapis sihir berdenyar yang tak mengizinkan intipan. Prajurit selalu menjaga setiap mulut dungeon, memperbarui lokasi-lokasi dungeon yang muncul di peta kota, serta memastikan semua orang melihat palang peringatan. Sejak awal, dungeon bukan taman bermain yang bisa dimasuki sembarang orang untuk keluar dari sana tanpa sekadar sisa tulang-belulang.

Dungeon itu berbahaya.

Dungeon itu menantang, apa yang ada di dalamnya?

Aku sudah mendapatkan banyak jawaban dari orang-orang selama ini. Tapi hari ini, dari Kepala Akademi Ralterline, aku mendapatkan satu jawaban baru yang tak pernah kutahu.

"Satu abad sudah berlalu. Dungeon sudah tidak lagi sabar membiarkan dirinya terpenjara lebih lama. Maka, dungeon membuat manusia berusaha membebaskannya." []


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Dungeon AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang