-001

67 5 2
                                    

Sapuan angin itu mampu menerbangkan surai merah pekat yang kini menutupi sebagian wajah cantik itu. Mata bulatnya yang terpejam sempurna, seolah menikmati kencangnya angin menabrak wajahnya. Tidak mau kalah, deru ombak juga berlomba-lomba datang ketepian untuk menyambut kaki kurus itu. Rentangan tangan yang semakin melebar, membuktikan kesiapan-nya untuk menabrakkan diri pada sang pemilik peluk yang paling erat.

Semuanya terasa nyata, hingga sebuah suara membuat kedua mata bulat itu terbuka dengan tatapan kosong. Dapat ia dengar sayup suara yang menghampiri telinganya. Membuatnya tersedar dengan keberadaannya sekarang.

"Can! Dengar gw ga? Dari tadi dipanggilin. Lo ngantuk? Lo sakit? Mau ke UKS?"
Rentetan pertanyaan itu langsung menerobos ke dalam kepalanya.

Mata bulat itu melirik ke sebelah kanannya, melihat sesosok perempuan manis dengan wajah khawatir yang terpatri jelas pada paras manis itu.
"Jam berapa sekarang?" Pemilik mata bulat itu nampaknya tak menghiraukan deretan pertanyaan yang menerobos kepalanya.

Sang pemilik paras manis pun mengerutkan keningnya, terlihat guratan kesal pada wajah manis itu.
"Candikala Mahawira! Gw nanyain keadaan lo, tapi lo malah nanyain jam? Seriously?"

Orang yang diprotes hanya menampilkan senyum kecilnya.
"Iya. Gw harus tau waktu dulu, biar bisa jawab pertanyaan lo"

"Ga tau deh, gw capek banget ngomong sama lo. Sekarang jam 4 sore, kelas udah bubar. Kalo itu yang mau lo tanyain" Tampaknya sang netra bulat itu mematik sumbu rekan manisnya.

Kekehan lembut keluar dari mulut sang netra bulat.
"Gw ngantuk, dan ternyata emang jamnya buat istirahat. Ayo balik!"

Gadis dengan rambut merah pekat itu pun menyambar tasnya dan langsung berjalan mendahului rekan manisnya. Kelakuannya itu sukses membuat rekannya mengomel seraya merapikan barang-barangnya.

Omelan itu pun tak luput dari rungu sang netra bulat. Dirinya berhenti tepat di depan pintu dan menyandarkan dirinya pada daun pintu.
"Lain kali balik duluan aja. Daripada nungguin gw, lo jadinya kesorean"

"Dan lo berharap gw tinggalin di sini sampe malem? Atau bahkan sampe hari selanjutnya?" Ketus sekali mulut si manis. Tapi lagi-lagi hanya mendapat kekehan halus sebagai respon.

"Nad, gw gpp kok. Sendirian di sini juga ga buruk" perkataan itu sukses membuat sang pemilik paras manis itu mencubit orang disebelahnya.

"Lo kalo gila jangan sekarang, nanti aja klo udah sama psikolog lo" Gadis manis itu berjalan mendahului si netra bulat, dan untuk kesekian kalinya pun sang netra bulat hanya terkekeh melihatnya.

----------------------

Nama : Candikala Mahawira
T, Tl : Bandung, 15 Januari 2002
Hipotesis : Psikosis
Pengobatan : Terapi kognitif
Penyebab : Kemungkinan karena adanya trauma kehilangan orang tuanya saat perjalanan menggunakan kapal laut.

Data singkat itu dibaca berulang kali, ujung kertasnya pun sedikit lecek. Ingin rasanya sang pemilik kertas meremukkannya dan membuangnya. Namun, ia sadar jika ia harus terus menjalani hidupnya.

Hembusan napas berat terdengar bersamaan dengan dipanggilnya nama pada kertas itu.
Ayo sembuh Candi. Ucapnya menyemangati dirinya.

"Jadi, bagaimana kabarnya?" Ah, suara berat itu lagi yang harus didengarnya. Ini sudah kali ketiga dalam bulan ini.

"Aku memimpikan hal aneh, dan itu terasa sangat nyata" Gadis bersurai merah itu hanya menundukkan kepalanya.

"Boleh aku tau isi mimpimu?" Pria tampan itu menatap lekat sang gadis surai merah. Berharap gadis itu akan mengangkat kepalanya. Tapi sepertinya wajahnya kalah menarik dengan ubin putih itu.

"Laut" Jeda sejenak, gadis itu mengatur napasnya hingga akhirnya mengangkat wajahnya dan bersitatap dengan sang mata tajam.

"Laut bilang akan memelukku" Lanjut gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Pria itu menatap lekat manik bulat di hadapannya. Seperti kehilangan kemampuannya, pria itu hanya menatap pada manik itu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

Cukup lama mereka bersitatap, hingga denting jam menyadarkan sang pria mata tajam itu.
"Apa dia datang kepadamu?"

Pertanyaan singkat itu mendapat anggukan. Tapi sepertinya si surai merah ingin menjelaskannya lebih detail.
"Aku selalu berada di pesisir pantai. Tamparan keras angin selalu terdengar seperti bisikan untukku. Ombak yang merayap naik pun seolah menarikku. Aku bisa melihat wanita cantik yang merentangkan tangannya di tengah laut. Dia selalu membisikkan sesuatu lewat angin. Yang paling aku ingat, dia berkata 'kemarilah, akan ku peluk dirimu. Peluk yang paling erat dari yang pernah kamu rasakan' perkataan itu seolah menuntunku untuk berlari mengejar peluk sang laut. Tapi aku tidak pernah sampai kesana, belum sempat aku berlari, aku akan terbangun"

Pria yang mendengar kisah sang gadis pun mengerutkan keningnya.
"Apa kamu kecewa saat tidak bisa memeluk laut?"

Lagi-lagi gadis itu memberikan anggukannya.
"Apa aku harus datang padanya?" Pertanyaan gadis itu membuat pria di depannya membulatkan mata dan menggeleng cepat.

"Tidak begitu Candi. Aku rasa, kamu memiliki suatu ikatan khusus dengan laut. Tapi ikatan itu merujuk hal negatif. Jadi, menurutmu bagaimana tentang ikatan itu?" Pria itu mencoba mencari titik awal mula kacaunya sang gadis.

"Ayah dan Ibu ada disana. Laut memeluknya dan mereka tidak pernah kembali padaku. Bahkan wujud kerangka yang membusuk pun tidak pernah ku lihat" Gadis itu tersenyum tipis, senyuman yang mampu mengiris hati siapapun yang melihatnya saat ini.

"Mau melihat laut?" Oke, mungkin akan terdengar konyol. Tapi saat ini, hanya itu ide yang masuk pada kepala pria tampan itu.

Gadis itu sedikit terkejut. Bukankah tadi dia melarangku? Kenapa sekarang dia mau mengajakku?

Pria tampan itu terkekeh melihat ekspresi gadis itu.
"Aku rasa, kamu harus memperjelas ikatanmu dengan sang laut. Jadi, kapan kamu punya waktu?"

Gadis itu mengalihkan tatapannya sekilas dan kembali pada netra tajam itu.
"Besok aku pulang lebih awal. Besok aku akan datang kemari"

Pria tampan itu bangkit dari duduknya dan mengusap pucuk kepala sang gadis.
"Biar aku jemput. Cukup tulis alamat kampusmu pada kertas data dirimu. Sesi konsultasi kita selesai. Sampai jumpa besok"

Pria itu menjauh dan memeriksa daftar nama untuk memanggil klien selanjutnya. Tapi gadis surai merah itu masih duduk pada tempatnya, jantungnya berdetak lebih cepat. Dia masih merasakan usapan tangan besar itu pada pucuk kepalanya.

"Candi?" Seruan itu menyadarkannya.

"Ah, maaf. Aku permisi. Sampai jumpa besok" mungkin sebaiknya aku menemui dokter jantung besok, bukan menemui sang laut.





























Hai guys👋🏻
Apa kabar?
Aku balik lagi bawa cerita baru hehe
Gimana sama part awal ini?

Hugs of The Sea|| Taehyun X Chaeryeongजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें