Saat pertama menangkap punggung lelaki itu dia sudah menduga. Hanya karena tidak ingin negatif thingking, Sarah meramalkan bahwa itu hanya mirip saja. Bukan Dimas.
"Bagaimana kabar mu, Sarah?"
"Din, tadi itu Mas Dimas kan?"
Dini menenguk ludah, dia mengalihkan pandangan.
"Jadi spiralnya mau di copot? Abang udah nggak sabar punya adek ya?" Dini lebih memilih memandangi Fathur yang sedang bermain. Dan di balas anggukan penuh semangat.
"Din, please." Sarah memegang tangan Dini.
"Sarah." Dini mengulum bibirnya setelah menggumamkan nama temannya ini. Pertemanan yang mereka jalin karena dokter Dini lah yang mendampingi persalinan Sarah yang pertama. Baby Fathur.
"Mereka bukan pasien ku, Sarah. Mereka pasien dokter Tirta. Dan kami punya kode etik."
Mendengar itu. Alarm tanda bahaya seakan menghatam kepala Sarah. Ia berdiri, pamit dan meminta untuk menjaga Fathur sebentar.
Setengah berlari kearah dimana dua orang yang ia perhatikan tadi pergi. Ternyata belum jauh. Mereka masih mengantri di apotek RS.
Sarah dengan dada yang bergemuruh, nafas tercekat, kepala yang mendadak sakit. Akhirnya menvalidasi bahwa memang benar itu adalah Dimas.
"Usia kandungan ku udah mau masuk 4 bulan, Mas. Kamu harus segera mengambil keputusan kita kemarin." Suara perempuan yang bersama Dimas bagai belati menusuk relung Sarah. Tak perlu ia mengais-ngais informasi dari Dini. Dari ucapan perempuan itu saja dia sudah tau apa yang terjadi di pernikahannya. Ternyata.
Dimas awalnya diam, setelah obat mereka ambil. Ia melangkah sedikit manjauhi orang. Namun mereka malah mendekati area persembunyian Sarah. Semakin membuat Sarah mudah mendengar obrolan mereka.
"Aku belum menyetujui hal itu."
"Terus bagaimana lagi? Kamu harus tanggung jawab. Orang tua aku bisa marah besar kalau kamu nggak nikahin aku, Mas."
"Natalia, kamu paham tidak sekarang posisi ku bagaimana?"
"Mbak Sarah?"
Namanya disebut. Sarah menyentuh dadanya. Sakit.
"Mas yang mengadu pada ku kalau mas nggak cinta. Kalian kan di jodohin Papa kamu, Mas. Lagian Mama Rita sampai sekarang nggak akrab sama Mbak Sarah kan? Masih belum ada kan restu sepenuhnya dari Mama mu." ucap perempuan itu. Bertubi-tubi menampar hati Sarah yang tersakiti.
Mereka memang dijodohkan, tapi cinta Sarah tak pernah main-main. Ia tak tahu apakah Dimas balik mencintainya. Tapi sekiranya kehadiran Fathur pasti bisa mengikat pernikahan mereka kan? Apa Sarah salah mengartikan perhatian dan kelemah lembutan Dimas selama ini?
"Pokoknya kamu harus pilih aku, mas. Karena kita harus meresmikan status di negara."
"Aku nggak bis-"
"Nggak bisa gimana? Kamu nikahin aku aja belum. Tapi kamu mikir dong, mas. Aku lagi hamil anak kamu. Gimana kata orang-orang."
Dimas menutup matanya sesaat. Ketika melihat itu. Sarah hanya terdiam di balik tembok tempat ia sembunyi. Tak ingin mendengar apa yang mereka debatkan lagi. Sarah melangkah gontai ke poli kandungan. Tanpa banyak bicara, ia meminta Fathur untuk mengemasi kabel dan dinamo yang berserakan. Pamit dengan Dini.
Dokter Dini prihatin melihat itu, ia menyentuh lengan Sarah sebentar dan memeluknya.
"Kakak ku pengacara, Sarah." hanya itu yang keluar dari mulut Dini.
Sarah yang berwajah kosong, dingin dan tidak ada harapan itu menyunggingkan senyum tipis. Berterimakasih. Ia pun pergi dari sana. Dengan bejuta praduga dan pikirannya yang kalut.
***
Sudah pukul sembilan malam. Sarah merenung di dapur. Sambil mengupasi bawang merah. Dan beberapa sayuran yang harus dia simpan ke kulkas.
Otaknya berperang hebat dengan hatinya. Sibuk menyalahkan diri sendiri.
Usia kandungan gadis bernama Natalia itu sudah masuk 4 bulan.
Mereka.. Belum menikah
Natalia
Seketika itu Sarah menyadari. Sebuah bingkai foto usang yang dulu sempat ia jumpai di lemari kamar Dimas waktu pertama kali dia datang di rumah ini. Bertuliskan nama Dimas dan Natalia di tahun 2016.
Mantan kekasihnya?
Oh, masih menjadi kekasihnya.
Sarah memandangi pisau yang ia pegang. Ngilu rasanya. Ia ingin menangis meraung tapi banyak yang ia tahan. Bagaimana kalau Fathur mendengar? Bagaimana kalau Dimas pulang?
Ia melepas pisau itu. Menenggelamkan wajah dilipatan tangan di atas meja.
Dengan suara berbisik, Sarah mengumamkan sesuatu.
"Aku harus gimana?"
"Sarah, kamu bodoh." air mata Sarah menggenang. Dadanya sakit.
"Kamu sudah janji untuk tidak mengharapkan mas Dimas. Kamu percaya diri dalam memegang prinsip itu. Karena kamu sendiri merasa takut akan penolakan dan dibuang, kan?"
Akhirnya Sarah memangis dalam diam. Hatinya mendadak penuh luka, haus kasih dan cinta dari Dimas menguap. Ternyata selama ini, dia mengharapkan Dimas. Sebuah kesalahan yang ia lakukan tanpa ia sadari.
Berharap kepada manusia.
Tbc
YOU ARE READING
After My Fault (On-going)
RomanceSetelah semua kesalahan Dimas, akhirnya ia harus menelan mentah-mentah atas kepergian istrinya dan surat gugatan dari pegadilan. Kesalahan paling fatal yang ia lakukan atas dasar nafsu sesaat. Memaksa Sarah untuk mengambil keputusan sepihak untuk me...
Part 1
Start from the beginning
