"Nggak tau, Umma. Aku juga bingung mau jawab apa."

"Yaudah nanti shalat istikharah, minta petunjuk sama Allah." balas Umma.

"Iya, Umma." Hasan mengangguk patuh.

~~~~~

"Jadi gimana Hasan, keputusanmu?" tanya Kyai Khalid pada anak bungsunya yang tengah duduk bersama Umma Hanifa dan Syifa, anak sulungnya."

"Nggak tau Abah."

"Kamu udah sholat istikharah belum?" tanya Syifa pada adiknya.

"Sampun, Mbak." jawab Hasan.

"Terus gimana udah ada jawabannya?" tanya Umma Hanifa yang penasaran jawaban dari sholat istikharah yang sudah dilakukan putranya.

"Aku nggak tau. Tapi beberapa hari ini aku sering bertemu Naya di pesantren. Padahal sebelumnya jarang banget lihat Naya di pesantren." jawab Hasan yang sebenarnya masih bingung. Ia tidak tau seringnya bertemu Naya itu jawaban dari sholat istikharahnya atau tidak.

"Nah itu jawabannya." jawab Syifa dengan yakin bahwa yang dialami adiknya itu adalah jawaban yang dimaksud.

"Berapa sering kamu bertemu Naya?"

"Kira-kira 2 atau 3 kali sehari Abah selama 3 hari terakhir."
(Kayak minum obat aja, hehehe)

"Kamu pasti paham kenapa kamu sering bertemu dengan nak Naya. Dipikirin baik-baik, nggak usah buru-buru. Terus tentuin keputusanmu, jangan buat orang lain nunggu lama." ucap Kyai Khalid memberi saran kepada sang anak.

"Ayo adekku yang ganteng. Buat keputusan terbaikmu dan yakin sama dirimu." kata Syifa yang menyemangati adeknya supaya tetap kuat menghadapi masalah yang dihadapi.

"Nggeh mbakyu ku seng paling ayu."

Semuanya tertawa mendengar perkataan Hasan yang terdengar tak serius memuji kakaknya.

~~~~~

Ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Seorang laki-laki yang sudah berdiri di depan pintu rumah berwarna coklat.

Kemudian laki-laki itu mengetuk pintu yang ada dihadapannya dengan hati yang gugup, "Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam." terdengar jawaban dari dalam, tak berselang lama kemudian keluarlah seorang wanita yang sudah berumur 30an.

"Wah nak Hasan ternyata. Ayo silahkan masuk." bahagia Winda melihat siapa tamu yang mengunjungi rumahnya.

"Iya terimakasih Bu Winda." Hasan mengekor masuk kedalam rumah kediaman keluarga Harist.

"Mau dibuatin apa nak Hasan teh, kopi atau yang lain?" tawar Winda untuk menyakan hidangan yang akan disajikan untuk tamunya.

"Nggak usah repot-repot Bu winda."

"Nggak repot kok cuma buat gitu doang. Nak Hasan mau teh?"

"Nggeh niku mboten nopo-nopo Bu Winda." jawab Hasan canggung.

"Yaudah saya buatin dulu ya tehnya. Maaf nak Hasan jadi sendirian, tunggu sebentar ya."

"Nggeh Bu."

Tak lama Winda pergi untuk membuatkan Teh, munculah seorang laki-laki yang usianya seumuran dengan Winda menghampiri Hasan.

"Apa kabar, Hasan?" tanya pria itu.

"Alhamdulillah sehat Pak Harist." jawab Hasan sambil menyalami tangan Harist.

"Gimana soal lamarannya. Kamu mau nikah sama anak Saya?"

Hasan berdehem singkat sebelum memulai bicara. "Tujuan Saya kesini berniat untuk melamar Putri Bapak Harist serta Bu Winda yaitu Andhita Rizqinaya Aisyah." Akhirnya Hasan bisa mengatakannya dengan baik walaupun sebenarnya dirinya sangat merasa gugup.

"Alhamdulillah." ucap Harist dan Winda yang baru kembali membuatkan teh secara bersamaan. Bahagia, itulah yang sekarang mereka berdua rasakan bahwa putrinya akan menikah dengan laki-laki pilihannya yang baik dan sholeh.

"Diminum nak Harist tehnya."

Flashback off

*****

"Apa! Jadi Ayah yang minta sama Abah buat nikahin aku sama Gus Hasan?" tanya Naya yang tidak mengira dalang dari masalahnya adalah orang tuanya sendiri.

"Iya Ayah kamu yang minta sama Abah Saya." jawab Hasan seadanya.

"Gus Hasan nggak mau gitu tarik lamarannya." bujuk Naya siapa tau Hasan berubah pikiran.

"Saya nggak bisa, karena itu sudah keputusan Saya." elak Hasan.

"Tapi Gus Hasan pasti terpaksa kan sama perjodohan ini. Gus Hasan buat alasan apa gitu, misalnya mimpi tentang aku yang nggak berjodoh sama Gus Hasan atau apalah terserah Gus Hasan."

"Kamu pasti tau kalau bohong itu dosa, apalagi kamu anak pesantren. Kalau kamu keberatan, kamu bisa bilang sama orang tuamu sendiri. Abah ngasih waktu 3 hari jadi tentukan jawabanmu di hari yang sudah disepakati bersama."

"Tapi aku nggak bisa masak lo Gus. Memang Gus nya mau kelaparan nanti kalau nikah sama Saya." bujuk Naya yang tidak pantang menyerah.

"Banyak referensi buku masak. Kalau kamu serius belajar pasti juga bisa."

"Aku orangnya suka jajan. Nanti kalau uang Gus Hasan habis gimana?"

"Insya Allah itu nggak akan terjadi, karena kewajiban saya untuk memenuhi kebutuhan dan membahagiakan istri Saya. Kelak semua akan terganti dan rezeki Saya sudah ada yang mengatur."

"Gini lo Gus kita kan nggak pernah kenal satu sama lain apalagi saling suka. Ketemu aja baru kemarin, aku tau Gus nya aja cuma sebatas nama. Duh bingung aku njelaskene."

"Kenale sesuk nek wes rabi, rak perlu seneng sek karo wong seng durung pasti jodohe mengko marake loro ati." jawab Hasan dengan singkat yang membuat Naya tambah kesal.

*****

K

alian semua kalo malming ngapain aja nih? Pergi keluar jalan-jalan sama keluarga atau di rumah aja?

Pas nih untuk kaum jomblo fisabilillah buat yang malmingnya suka di rumah, biar bisa menemani waktu kalian.

Selamat membaca semuanya semoga suka😘

Bantu vote dan comment ya😊

See you next time👋

My ZaujatiWhere stories live. Discover now