3. Afgan.

16 2 0
                                    

 
  "Vania, kamu bisa bangunin Miza? Dia enak banget tidurnya." Bila tak menoleh yang masih sibuk dengan masakan lezatnya yang akan dihidangkan untuk sarapan.

  "Gak perlu, aku udah bangun gara-gara bau enak ini." Seorang gadis turun dari tangga sementara ia masih setengah sadar sembari mengumpulkan kekuatan untuk arwahnya masuk kembali dengan suaranya parau.

  "Bagus, cuci muka sana." Ujar Vania sembari meletakkan masakannya ke meja kayu kecil.

  Setelah mencuci mukanya hingga kembali segar, mereka sarapan bersama tak luput dengan bacaan doa. Sinar matahari perlahan-lahan terlihat dan menyinari bumi, onggok matahari sudah mulai terbuka dengan senyuman hangat untuk alam. Disambut dengan nyanyian burung-burung serta aktivitas manusia sehari-hari.

  Sudah 3 Minggu kejadian tersebut berlalu, Vania tidak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memperkenalkan dirinya lebih dalam terhadap orang lain, ia dengan cepat akrab dengan Miza.

  Miza merupakan gadis yang teoritis, walaupun suka menjahili Vania dan Dyan. Namun ia memiliki kemampuan untuk mengetahui sifat seseorang dan merupakan orang yang mudah serius terhadap sesuatu. Walaupun pemalas ia dapat mengembangkan skill dan imajinasinya dengan cara itu. Aneh tapi ini memang nyata.

  ***

  "Van, menurut mu pendidikan sekolah itu bagus ga si?" Di ruangan sempit berisi banyak buku-buku di rak yang tersusun, ruangan kecil yang sedikit berdebu karena jarang dibersihkan, Miza menanyakan hal tersebut kepada Vania.

  "Ntah" Vania menjawab singkat karena terlalu fokus membaca membuat Miza terasa terabaikan.

  "Ga tau ya?" Tanya nya kembali dengan raut wajah datar.

  "Kenapa memangnya?" Masih dalam keadaan yg sama, ia tidak melihat kawannya itu yang sudah merasa bosan.

  "Aku hanya ingin bertanya, aku melihat murid-murid yang berada disana sangat senang dan juga sering berkomunikasi dengan orang yang berbeda." Ira menjelaskan sembari menyisir buku dan mengambilnya di tingkat ke dua bagian atas.

  "Pasti seru, sekolah juga untuk mencari ilmu. Tidak hanya untuk berkawan, namun juga untuk mengejar hal-hal yang tidak ketahui." Ia menutup bukunya meletakan tangannya di atas mejanya yang ditumpu oleh wajah letih Vania.

    "Bahkan kamu yang tidak pernah masuk sekolah mengatakan hal yang sama."

  "Maksudnya?" Vania mendongak

  "Bila mengatakan hal yang sama."
  " Dia mengatakan bahwa sekolah itu seru padahal dia sendiri tidak pernah sekolah apalagi mempunyai teman yang bersekolah sekalipun. Apa memang se seru itu?"

  Vania tersenyum, jujur Vania sendiri tidak pernah mengalami yang namanya pendidikan apalagi menginjakkan kaki ke sekolah. Vania tinggal di hutan yang paling dalam dan ditakuti oleh warga Alestia termasuk kerajaan sekalipun. Tapi ia yakin sekolah itu seru, ia juga menginginkan hal yang sama dengan Bila, belajar di sekolah.

  "Lalu bagaimana dengan pengobatannya? Bukankah dia tidak sekolah?" Ucapan bingungnya Miza membuat Vania terkekeh sedikit.

  "Belajar."

  "Belajar?."

  "Iya, ia memperoleh ilmu walaupun ia tidak sekolah, dengan buku. Selama ini yang kita ketahui buku itu adalah bacaan, atau mungkin bacaan sehari-hari kita entah mungkin itu bacaan tentang kerajaan atau kriminal sekalipun. Namun, untuk memperoleh ilmu kedokteran yang didapat oleh Dyan ia membaca buku khusus kedokteran dan penuh dengan angka-angka perhitungan." Vania menjelaskan secara logis

EVE : ALESTIAWhere stories live. Discover now