Bab 33 Bahwa Ini Cinta

209 23 0
                                    

Gea melingkarkan dua tangannya di tubuh seseorang dari arah belakang dengan erat. Membiarkan kepalanya bersandar penuh ke punggung orang tersebut. Tanpa bicara apapun, hanya membiarkan air matanya terus menangis di balik kaca helm.

Sesekali Pramu menepuk tangan Gea yang melingkar di tubuhnya itu. Menginjak gas, memegang gagang setir, menembus kemacetan di tengah jam istirahat memang bukanlah pilihan yang bagus. Tapi mau bagaimana lagi, Pramu tak mungkin membiarkan Gea jadi pusat perhatian semua orang di Molapar tadi. Tak ada tempat bersembunyi juga. Selain menerobos keramaian, tak ada yang bisa dilakukan oleh Pramu tadi selain segera membawa Gea keluar dari perusahaan tersebut.

Sementara itu di tempat lain. Kegaduhan yang sempat terjadi tadi di kantornya, memaksa Gara harus pulang lebih awal. Ia membanting kasar pintu mobil saat tiba di tempat parkir rumahnya. Sengaja mengabaikan Vania yang keluar dari mobil tersebut setelahnya.

“Gara! Tungguin aku dong!” teriak Vania penuh semangat. Mengekori langkah Gara dengan wajah semringah.

“Jadi ini ulah kamu?” Gara membalik badannya, sengit menatap Vania sambil berkaca pinggang.

Vania mengangguk dengan tatapan bingung. “Lebih cepat meredakan masalahnya, bukannya lebih baik? Orang-orang ingin hubungan kita kembali ke sedia kala, Gara.”

“Tapi kamu gak perlu mempermalukan Gea! Wajah dia terekspos sekarang!”

“Emang kenapa kalau wajah dia terekspos? Masalah?”

“Iya! Aku gak mau wajah dia terekspos di media, Vania. Kamu sendiri juga tahu kan kalau putusnya hubungan kita ini cuma sandiwara! Harusnya kamu ngomong dulu sama aku sebelum ambil tindakan. Jangan seenaknya kayak gini!”

“Kamu sendiri yang duluan ngambil tindakan seenaknya. Pegang tangan Gea, terus jadiin itu skandal perselingkuhan, terus kita harus pura-pura putus. Kamu juga gak ngomong dulu ke aku waktu itu!”

“Tapi kamu gak perlu ekspos wajah dia!”

“Kok kamu jadi kayak ngelindungi dia sih? Ya biarin aja kali orang tahu wajah dia. Emang masalah buat kita?”

“Mau ditaruh di mana mukaku sama Gea nanti pas kerja? Pura-pura gak kenal? Bermesraan? Apa yang akan mereka pikirkan nanti soal ini?”

“Ya udah sih! Tinggal pecat aja dianya, terus kasih kompensasi buat tutup mulut. Selesai, kan?”

“Kamu pikir Gea apaan? Barang yang bisa dijual-beli?”

“Harus yah kamu segininya belain tuh cewek? Kamu suka sama dia, kan? Gak usah ngelak lagi, Gara. Kalau kamu gak suka sama dia, gak mungkin juga kamu masih peduliin dia tanpa memedulikan diri kamu sendiri yang sama-sama terekspos media.”

Gara benar-benar tidak mengerti dengan situasi yang baru saja terjadi. Baru dimarahi Gea, lalu sekarang cekcok dengan Vania. Terjadi penggerebekan tiba-tiba yang memaksa Gara harus memangkas jam kerjanya sendiri. Padahal banyak hal yang harus ia kerjakan di Molapar. Tapi rasanya Gara belum sanggup kalau harus menghadapi para karyawannya dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa tadi.

“Lebih baik kamu pulang, Van. Aku mau sendirian.”

“Anterin dong! Apa kata orang nanti soal kita? Katanya udah balikan lagi, tapi kamu gak nganterin aku,”

FAT(E) LOVEWhere stories live. Discover now