Prologue

1.1K 127 3
                                    

In a collaboration with hambaba

.
.

Hinata lebih suka berjalan kaki daripada menggunakan bus, opini orang lain mengira Hinata mempunyai gaya hidup yang sehat namun pada kenyataannya Hinata hanya berusaha untuk tidak menghambur-hamburkan uangnya. Selama kakinya masih bisa berjalan, Hinata pastikan ia akan berjalan kaki.

Terserah bagaimana argumentasi orang lain, Hinata sudah hidup sebatang kara sejak beberapa tahun lalu, ia sangat tahu bagaimana sulitnya mencari uang, maka dari itu Hinata berusaha untuk mengatur keuangannya sebaik mungkin. Menghidupi dirinya sendiri, bekerja, dan belajar menjadi hal yang harus Hinata lakukan suka atau pun tidak suka.

Malam ini Hinata baru menyelesaikan pekerjaan sampingannya sebagai penjaga toko kue milik keluarga Sabaku, jalanan dari arah Sabaku bakery menuju apartement tempatnya tinggal tidak jauh, namun Hinata perlu melewati pusat pertokoan yang sebenarnya cukup Hinata hindari.

Terus berjalan dengan sesekali bersenandung membuat hati Hinata merasa lebih baik. Hari ini Hinata begitu lelah, setelah seharian bekerja di dua tempat yang berbeda rasanya Hinata ingin segera tidur malam ini. Sampai di sebuah bangunan besar, toko pakaian perempuan yang khas dengan interiornya yang manis dari luar kaca Hinata mengamati sebuah gaun yang dipajang di sebuah manekin.

Gaun itu berwarna lilac, manis dan anggun dengan. Hinata menyentuhnya dari luar berharap dapat merasakan seberapa lembut kainnya, namun saat tangannya hanya bersentuhan dengan kaca yang dingin Hinata kembali sadar dia tidak akan bisa memiliki gaun tersebut.

Hinata tersenyum kecut kemudian sekali lagi ia memandang gaun lilac itu. "Mungkin lain kali." Kata Hinata, menghibur dirinya sendiri. Firasat Hinata memang benar untuk menghindari area pertokoan ini, lain kali Hinata akan mencoba mencari jalan lain agar tidak melewati area ini.

Malam itu berlalu begitu saja. Sampai di apartement kecilnya Hinata lekas membersihkan diri sebelum mematikan semua lampu, dan terlelap. Sampai di pagi yang dingin, Hinata terbangun dengan perutnya yang meronta-ronta meminta isi. Hinata tidak ingat kapan terakhir kali ia mengisi perutnya, kemarin? Tadi malam? Ah, Hinata baru sadar ia melewatkan makan malam karena terlalu lelah.

Meski rasa malas menguasai, Hinata memaksakan dirinya untuk bangun dari ranjangnya dan beranjak ke dapur mungil di sudut apartementnya. Sambil meracik secangkir teh, Hinata menghangatkan kembali croissant yang diberikan Temari malam kemarin.

Selesai dengan teh dan croissantnya Hinata bergegas ke meja makan. Belum sempat Hinata menyantap sarapannya, perempuan itu dibuat tersentak oleh suara bel yang nyaring. Sepertinya Hinata perlu menunda sarapannya lagi.

"Selamat pagi," Seorang pria dengan seragam dari perusahaan ekspedisi tersenyum saat Hinata membuka pintu. "Miss Hyuga, tolong tanda tangani bukti penerimanya." Kata si kurir seraya menyerahkan pena dan lembaran untuk Hinata tanda tangani.

"Apa ini? Sepertinya salah alamat." Hinata menolak. Hinata tidak sedang menunggu paket apa pun, ia tidak memasan apapun dari layanan daring.

"Miss Hyuuga Hinata kan? Kamar nomor lima?" Si kurir bertanya, sekaligus meyakini Hinata.

"Tapi,"

"Miss masih banyak alamat yang harus ku datangi. Tolong segera tanda tangani." Desak si kurir.

Hinata menghela napasnya. Pagi yang menyebalkan, dengan cepat Hinata membubuhkan tanda tangannya di atas lembaran kertas pemberian si kurir lalu menerima box berwarna biru yang disimpul dengan sebuah pita berwarna putih.

"Terima kasih." Si kurir bergegas meninggalkan Hinata yang kebingungan dengan paket yang bukan miliknya.

Sesudah menutup pintu Hinata membuka box biru misterius itu dengan ragu, saat matanya menemukan gaun yang semalam ia idamkan ada di dalam box Hinata menjadi gemetar. Buru-buru Hinata menutup boxnya tanpa menyentuh isinya sama sekali. Ini bukan sekali atau dua kali Hinata menerima paket-paket misterius dari pengirim yang Hinata sendiri tidak mengetahuinya.

The Unsane of Youजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें