Bab 31 Skandal

188 26 0
                                    

Suara dering ponsel mengagetkan Gea. Wajahnya menyembul dari balik selimut. Ketika melihat nama Gara muncul di layar, tak perlu menunggu lama baginya untuk mengangkat telepon tersebut.

“Gara! Kamu harus bertanggung jawab!” bentak Gea.

“Di mana kamu?”

“Di rumah lah! Emang di mana lagi?”

“Gak ke kantor?”

“Kamu gila apa? Dengan berita kayak gitu, aku harus berangkat ke kantor?”

“Berita apa maksud kamu?”

“Gak usah pura-pura bego! Wajahku tersebar di mana-mana gara-gara kamu pegang tanganku semalam! Aku dikira selingkuhan kamu tahu!”

“Yang pegang tangan kamu bukan cuma aku aja, tapi juga si Pramu.”

Gea menganggukkan kepalanya begitu saja. Ada benarnya juga perkataan Gara barusan. Eh? Tunggu! Kok jadi gini sih?

“Tetep aja aku yang rugi! Wajahku tersebar di mana-mana!” Gea hampir lupa permasalahan utamanya. “Kamu harus bertanggung jawab!”

Terdengar suara kekehan kecil dari sana. “Wajah kamu gak keliatan jelas, Gea. Mana ada yang bakal tahu kalau itu kamu! Berangkat kerja sekarang! Kita bakalan kebanjiran pesanan.”

Telepon terputus. Gea mengumpat kasar.

“Dasar atasan gendeng!”

***

Gea harus bagaimana sekarang? Melewati kafe Mati Rasa yang selalu dilewatinya setiap berangkat kerja, rasanya seperti melewati tempat penuh hantu. Gea sampai harus berlari karena takut berpapasan dengan Pramu pagi itu.

Gea juga harus bagaimana?!

Wajahnya terpampang nyata di jagat maya! Blur sih sebenarnya. Tapi ... gimana kalau ada yang ngenalin?

Duh! Tiap Gea melangkah dan ketemu orang, rasanya mereka lagi liatin aja. Dengan terpaksa Gea mengenakan masker wajah. Semoga dengan cara ini dia tak mudah dikenali.

Gea harap-harap cemas setibanya di Molapar. Mengendap-ngendap memasuki ruangan kerjanya. Sengaja menumpuk beberapa berkas di meja, membuat sebuah tempat persembunyian.

Malu banget rasanya!

Selang beberapa menit ia tiba di kantor, rupanya tak beberapa lama kemudian Gara juga muncul di sana.

Gea langsung pura-pura sibuk membaca berkas, memutar kursi, sengaja membelakangi meja. Agar ketika Gara lewat, Gea tak perlu menyapa. Pura-pura gak tahu!

“Gea?” Ish! Ngapain sih dia pake manggil segala? Langsung masuk ruangannya emang gak bisa apa? Pura gak denger aja, Ge!

“Gea?” panggil Gara lagi. “Kamu budeg?”

Iya! Aku budeg sekarang! Aku gak mau ngomong sama kamu, Gara! Gak mau!

“Gea? Gea!!!”

Gea memejamkan matanya sampai tak ingin membukanya lagi saja. Kalau bisa, telinganya juga mendadak tuli aja deh. Sampai tiba-tiba kursinya terasa berputar. Spontan saja matanya langsung terbuka. Tepat ketika itu, wajah Gara berada tak jauh beberapa senti meter darinya. Mata Gea membola sempurna nyaris tak bisa berkedip.

FAT(E) LOVEWhere stories live. Discover now