Ia bingung.

Ia setuju dengan perkataan Agung yang mengatakan bahwa mungkin mantan suaminya itu berhalusinasi karena efek samping obat penenangnya. Tapi, sebagian dari dirinya merasa bahwa perkataan Wijaya ada benarnya. Apalagi beberapa hal janggal yang membuat perkataan Wijaya terasa nyata.

"Lagipula, mau bagaimanapun Rea. Dia tetep anak kamu."

••••

"Dijemput Mas Bara nanti, Non?"

Rea fokus mengetik sesuatu di handphone-nya. Lebih tepatnya adalah fokus mengetik balasan pesan whats app untuk Bara, sembari mengangguk menanggapi pertanyaan Bi Imah.

 Lebih tepatnya adalah fokus mengetik balasan pesan whats app untuk Bara, sembari mengangguk menanggapi pertanyaan Bi Imah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

udah siap bby?
byy
haloo
cantikku
kok ga dibales sih

udh ngab

ngab ngab
pala lo pitak

ihh kasarr

nanti naik knalpot aj y

gamauu
nanti ga bisa peluk ayangg

diem
drpd g gue jemput

kok gituu

klo lo lanjutin
takutnya gue pingsan
ga bisa jemput lo

aih gantengg
km bisa aja sich😘

geli re
serius

ajg

gue otw 15 menit lg
sarapan dulu

iya, gue jg
ati" y
kabari kl dah di dpn

siap cantiknya baraa

"Iya, Bi. Tapi kayaknya hari ini berangkat agak siangan. Soalnya dia bilang mau naik motor," Rea bersuara setelah terkekeh pelan dan mematikan handphone-nya. Kini ia fokus menatap Bi Imah yang tengah menyiapkan sarapan.

"Bukannya setiap hari naik motor ya, Non?" Bi Imah menatap anak majikannya dengan bingung.

"Oh iya juga ya," jawab Rea dengan wajah yang juga ikutan bingung. "Tapi biasanya berangkat pagi tuh biar gak ada anak lain yang liat kalo aku berangkat sama Bara, Bi."

"Terus hari ini, Non?" Bi Imah sibuk menyusun roti yang telah mencuat keluar dr panggangan ke atas piring.

"Kalo hari ini ada yang liat yauda biarin aja. Udah pada tau juga," Rea menyengir ke arah Bi Imah yang kini menghadap ke arahnya setelah memasukkan dua buah roti ke dalam panggangan lagi.

Am I Antagonist? Where stories live. Discover now