Part 3

30 8 0
                                    

Part 3.

Markas tempat Mark tinggal, bukanlah bangunan mewah. Rumah dua lantai dengan sebuah ruko di bagian depan, yang mengamuflase. Menyembunyikan identitas penghuninya.

Sebuah bangunan dua lantai dilengkapi dengan ruang bawah tanah. Di lantai dasar terdapat satu kamar luas yang menjadi satu-satunya ruangan paling nyaman di bangunan itu, yaitu kamar Mark.
Selain itu ada satu kamar lagi dengan dua ranjang. Salah satunya adalah tepat tidur Jovi, dan satunya dibiarkan kosong.

Sementara tempat yang lain hanya lantai dan mini dapur yang terlihat kotor sepanjang waktu. Satu kamar mandi kecil berada di sisi dapur.
Di lantai dua lebih parah lagi, tidak ada apapun di sana. Kosong, pengap, dan menakutkan. Hanya laba-laba dan serangga kecil yang ada di sana.

Mark membawa Aura. Ia melangkahkan kaki menaiki tangga. Kesal dengan sanderanya yang bawel, suka mengeluh, penakut dan merepotkan.

Jujur saja Mark, muak dan ingin sekali Andra Haruna datang untuk menyelamatkan saudara perempuannya itu. Misi selesai dan berjanji tidak akan menemui gadis itu lagi sepanjang hidupnya.

Di sisi lain, jantung Aura berdebar sangat kencang. Kulitnya bersentuhan langsung dengan, perut Mark yang six pack. Belakangan dia tahu nama pria tampan yang menyanderanya adalah Mark.

Nama yang sangat indah. Sesuai dengan parasnya yang tampan dan sangat maskulin. Mata elang yang tajam. Rahang yang kokoh. Tentu saja, ada bekas luka gores yang membuat pria itu menjadi spesial di mata Aura.
Keringat di ceruk leher Mark, membuat Aura tak berkedip. Udara dari embusan nafas pria yang telah menyanderanya, Aura ingin sekali menghirupnya.

Nyatanya gadis itu tidak ketakutan, melainkan sangat betah ketika disandera oleh pria setampan Mark.
Tangan Mark melepaskan sanderanya begitu saja. Tepat di atas tempat tidur.

“Auww,” pekik Aura kesakitan.

Akhirnya ia tersadar dari imajinasi liarnya mengenai pria tampan itu. Setidaknya, ada satu hal penting yang ia ketahui. Namanya adalah Mark.
Dengan kasar tangan Mark menarik t-shirt hitamnya. Tidak habis pikir dengan ulah gadis itu. Bisa-bisanya ia memegangi kakinya sembari mengaduh sakit, padahal tidak di gigit ular sama sekali.

Aura menggigit bibirnya karena sakit. Namun, ia tetap merasa senang. Ada satu ranjang lagi di samping ranjangnya. Ia yakin itu adalah tempat tidur Mark.

Yeey! Malam ini aku bisa puas melihatmu saat tertidur.
Bukanya, melihat Mark melangkah menuju ranjang. Aura menyaksikan, pria itu keluar dari ruangannya. Digantikan Jovi yang menatapnya dengan tatapan menakutkan, siap menerkam.

Degh!

Aura menelan ludah. Tidak bisa membayangkan bermalam dan satu kamar dengan pria seperti Jovi. Berbeda jauh dengan Mark yang rupawan, Jovi terlihat beringas dan kejam.

Kulitnya hitam, rambutnya ikal dan panjang. Aura berpendapat, Jovi berbeda kebangsaan dengan Mark.
Jika Mark berasal dari benua Eropa, mungkin Jovi berasal dari benua Afrika.

Kini di ruangan itu hanya ada Jovi dan Aura. Kedua manik mata gadis itu melirik ke arah pria di sebelahnya diam-diam.

Aura ketakutan, padangan mata Jovi seolah menelanjanginya.
Dengan sigap Aura menyilangkan kedua tangannya di depan dada! Tidak suka dengan cara Jovi memandangnya. Mesum, seperti serigala yang siap menerkam mangsanya.

“Toloong!” teriak Aura sangat keras. Berharap Mark mendengarnya. Ia memberanikan diri membalas tatapan Jovi.

Mereka salung berpandangan lama. Jovi pun, bergerak mendekat. Seringaian terlihat di sudut bibirnya.

“Tolooong!” teriak Aura lagi. Ini bahkan lebih menyeramkan dari ular kobra yang menyapanya tadi.

“Ada apa lagi?” seru Mark berdiri di depan pintu. Ia masih bertelanjang dada dengan t-shirt hitam yang bertengger di pundak kirinya.

“Aku tidak ingin tidur di sini!” jawab Aura. “Hiks ... hiks ... aku takut dengannya!” Telunjuk Aura mengarah pada Jovi.

“Lalu? Kau mau tidur di mana gadis bawel? Kau mau tidur di lantai bawah tanah dengan kobra atau di lantai atas bersama serangga?” tawar Mark. Bola matanya membulat karena kesal. Lebih baik ia berhadapan dengan puluhan musuhnya dari pada berhadapan dengan sanderanya. Benar-benar seperti bayi. Sering menangis, manja, dan tidak mudah dimengerti.

“Baiklah, aku memilih tidur di ruang bawah tanah!” jawab Aura. Dengan jemari tangan, ia mengusap tetes-tetes bening yang membasahi pipinya. “Aku fobia laba-laba, dan aku tidak suka tidur di sini!” ujarnya seraya melirik Jovi.

Hening.

“Ayo antar aku ke ruang bawah tanah!” desaknya.
Namun, kali ini Mark memilih tidak peduli. Ia berbalik, lalu bergerak menuju kamarnya untuk beristirahat. Rencananya setelah mandi, ia akan mendengarkan musik seraya memejamkan matanya untuk tidur.
Mark yang sudah bertelanjang dada, menerobos ke kamar mandi. Ya, mandi di malam hari membuatnya kembali bersemangat. Seperti mandi pagi bagi kebanyakan orang.

Lima belas menit adalah waktu yang cukup bagi, Mark untuk mengakhiri ritual mandinya. Ia, keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggang.

Pria itu kembali diam. Suara teriakan Aura meminta tolong kembali terdengar. Lebih sering dan semakin keras.

“Ada apa lagi!” keluh Mark. Bergerak cepat menuju ke sebuah ruangan yang di tempati Jovi dan gadis yang menjadi sanderanya.

Pintu dalam keadaan terkunci. Suara minta tolong bersumber dari dalam. Mark yakin betul jika suara itu adalah suara gadis bawel itu.

Mark mendobrak pintu. Berulang kali ia mendorong pintu dengan tubuh kekarnya. Berharap pintu ruangan segera terbuka.

Pernah beberapa kali, ia melihat Jovi membawa teman kencannya pulang ke markas. Namun, untuk kali ini. Mark, tidak bisa acuh. Sebagian ruang di hati kecilnya tidak rela jika Jovi melakukan hal buruk pada sanderanya.

Braaakk!

Suara pintu beradu dengan dinding. Terlihat gadis tak berdosa itu tak berdaya dalam kungkungan tubuh kekar Jovi.

“Lepaskan!” teriak Mark. Ia meraih kerah baju Jovi dan mendorong pria itu ke dinding.

“Jaga sikapmu! Bedebah!” bentak Mark. Ia mendorong tubuh Jovi, merasa sangat kesal.

Kemudian, pandangannya beralih. Kedua netranya melihat ke arah Aura yang tengah menangis. Tank top hitam yang ia kenakan, terkoyak.
Tangan Mark terulur. Meraih tubuh Aura Tidak ada pilihan lain kecuali membawa tubuh gadis yang tengah menangis itu ke dalam kamarnya.
Pria itu iba mendengar isak tangis aura. Hampir saja Jovi berbuat kasar pada gadis tak berdosa itu.

Berbeda dengan tadi, kini Mark membaringkan tubuh Aura dengan pelan.

“Hey, diamlah! Sekarang kau aman!” ucap Mark. Ia benar-benar tidak tahu cara membujuk wanita yang sedang menangis.

Pandangan Mark tertuju pada baju yang dikenakan Aura. Ia bergerak menuju set lemari untuk mengambil sebuah baju.

“Hei kau, pakai ini!” titah Mark memberikan baju ganti berupa t-shirt.

Hening.

Aura menerima. Kemudian, segera memakainya.

“Hey ...,” seruan Mark terhenti.

“Jangan panggil aku hei!” sela gadis itu. “Namaku Aura!” klaimnya.
Untuk pertama kalinya, Mark menatap ke arah bola mata Aura. Teduh dan dalam.

“Kenalkan Mark, namaku Aura,” ucap si gadis seraya mengulurkan tangan kanannya.
===

To Be Continue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sandera Sang MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang