Part 2

48 6 0
                                    

Gadis Bawel

Malam telah tiba. Ruangan bawah tanah tempat Aura di sekap, tampak semakin gelap. Kelam dan pekat, sama halnya cahaya, udara juga tidak bisa masuk ke ruangan itu.
Kriiet.
Terdengar suara pintu terbuka. Mark berjalan menuruni tangga dengan sebuah kotak makan di tangannya.
“Makanlah!” titah Mark. Memberikan makanan itu pada Aura. “Kau harus tetap hidup!” imbuhnya tanpa melihat gadis malang itu.
Tanpa mengetahui apa pun, dan tanpa melakukan kesalahan apa pun, Aura dijadikan Sandera. Entah apa misi dari pria berbaju hitam itu, yang jelas Aura tidak berdosa dan tidak seharusnya terkungkung di ruang pengap itu.
“Temani aku!” pinta Aura. Mana mungkin ia bisa makan, sedangkan suasana di ruang bawah tanah itu gelap.
Tanpa berkata-kata, Mark yang semula berlutut di depan Aura, bangkit! Kemudian bergerak ke sisi anak tangga untuk menyalakan lampu.
Mark berniat meninggalkan Aura.
“Tunggu!” serunya.
Mark melirik sekilas.
“Temani aku! Di ruangan ini sepertinya ada makhluk lain, aku merasa di awasi!” ungkap Aura. Ia merasa sangat lapar, tetapi merasa sangat tidak berselera untuk menyantap menu makan malamnya.
Pandangan Mark mengarah pada Aura, menyiratkan rasa tidak sukanya, pada sikap manja gadis itu.
“Aku tidak berbohong!” jelas Aura.
Namun, Mark memilih untuk tidak mendengar keluhan Aura. Pria itu memutuskan untuk berlalu begitu saja.
Meski lampu dibiarkan menyala, tetapi pintu kembali dikunci rapat.
Aura membuka kotak makan. Melihat nasi dan ayam goreng beserta sambalnya, nafsu makan tergugah. Dengan tangan kanan, ia mulai menyuapkan nasi ke dalam mulut. Sangat bersemangat karena lapar.
Dua teguk air putih dari botol mineral, mengakhiri acara makannya malam ini.
Hening.
Ada suara aneh yang didengarnya. Seperti suara desisan. Terdengar seperti suara ular, tetapi Aura tidak yakin.
Braak!
Suara pintu menabrak dinding terdengar keras. Aura memegangi dadanya karena terkejut.
Dengan langkah tegap dan masih terlihat sangat tampan Mark menuruni tangga. Bagi Aura pria, pria paling tampan yang pernah dilihatnya. Tampang badboy yang cool dan menggemaskan.
“Kau, kapan terakhir kali kakakmu pulang ke rumah?” tanya Mark dengan suara beratnya. Sekali lagi, Aura merasa kalau suara lawan bicaranya teramat seksi.
“Andra?” tanya Aura. Mulai berpikir hal lain.
Mengapa kamu tahu tentang Andra, apa penangkapanku ini berhubungan dengan kakak tiriku itu? Oh, bisa jadi kamu yang membuat kakakku tidak pulang sampai detik ini.
“Iya, ini mengenai Andra, aku harap dengan menyanderamu, maka kakakmu itu akan muncul untuk menyelamatkanmu!” jelas Mark. Wajah polos dan ekspresi Aura yang tidak tahu apa-apa membuatnya tergugah untuk menjelaskan.
“Sejak ia pergi dari rumah ia tidak pernah pulang!” jawab Aura.
Sepertinya kamu salah menyandera. Andra tidak akan menyelamatkanku meski aku dalam keadaan terancam. Dalam keadaan mati pun, mungkin dia akan diam saja. Membiarkan jasadku tergeletak.
“Ok. Mulai malam ini kamu harus terbiasa tidur di sini! Mulai bersahabat dengan tempat tinggalmu sekarang!” ejek Mark dengan senyum sinis menghiasi bibirnya.
“Tunggu!” terika gadis itu. Tentu saja Aura tidak mau bermalam di tempat itu. Bukan karena takut hantu dan gelap. Namun, ia takut ada ular yang suara desisnya sudah didengarnya beberapa kali.
Mark acuh, ia berlalu. Gadis itu bukan seorang teman. Melainkan seorang sandera. Kakinya terus melangkah menaiki tangga. Kemudian, menutup pintu rapat. Membiarkan lampu dalam keadaan menyala.
Kini di ruangan itu Aura sendiri. Rasa kenyang dan lelah mengalahkan rasa takut. Perlahan ia mulai mengantuk, di ruang pengap dan minim oksigen.
Ingatan Aura kembali ke lima tahun yang lalu.
Andra Haruna, kakak tirinya. Selama hidup bersama Andra tak sekalipun mengajak Aura berbicara. Jangankan bicara, memandang pun enggan.
Setiap makan bersama di pagi dan malam hari, Andra akan makan lebih cepat agar menghindari bertemu dengan Aura. Sebenarnya, bukan Aura yang ia benci, melainkan Hendro, papanya Aura.
Namun, semua rasa benci ia limpahkan pada Aura.
Puncaknya, Andra sengaja pergi dari rumah. Ia meminta izin untuk bekerja, tetapi tidak pernah pulang sampai saat ini.
Kenangan masa lalu itu mengantarkan Aura tertidur. Ia tidak mengetahui jika seekor ular, sudah berada di sekelilingnya. Suara desisan yang ia dengar itu nyata, bukan ilusi karena ia merasa lapar.
Aura terjaga, karena ditidurnya yang hanya sekejap ia mimpi di gigit ular. Ia mengerjapkan mata, detik berikutnya kedua netranya membelalak. Seekor ular dalam mimpinya berada sekitar satu meter dari tempatnya duduk bersandar.
“Tolong!” teriak gadis itu dengan suara keras. Perlahan ia bergerak menjauh dari seekor ular yang tidak terlalu besar. Kalau dilihat ular itu sepertinya ular kobra jawa.
“Tolong!”
Aura berteriak lebih keras lagi. Kini ia sudah berada di sudut dinding. Meski ular itu tidak bergerak. Kepala ular yang terangkat membuat Aura bergidik.
Sebagian besar orang tahu, ular jenis kobra memiliki bisa yang mematikan. Aura tidak dapat membayangkan kalau ular itu menggigitnya.
“Tolooong!”
Sekali lagi Aura berteriak lebih keras dari sebelumnya.
==❤==
Satu-satunya ruang paling nyaman di bangunan markas adalah kamar pribadi Mark. Ruangannya luas, dengan AC, dan kasur yang empuk. Terdapat kamar mandi pula di dalamnya.
Selepas menjalankan semua aktivitasnya Mark, menyempatkan untuk tidur dari jam delapan malam hingga jam satu dini hari. Semua transaksi gelapnya, hanya dilakukan pada dini hari dari pukul 01.00 WIB.
“Mark!” panggil Jovi seraya menggedor pintu kamar rekannya dengan keras.
“Ada apa lagi!” gumam Mark kesal baru saja ia menyabungkan earphone untuk mendengarkan musik.
“Mark!” seru Jovi lebih keras lagi. Tak sekali pun berhenti menggedor pintu kamarnya.
Pria itu beranjak dari tempat tidurnya. Kemudian, bergegas membuka pintu.
“Gadis itu terus-terus meminta tolong! Mana kuncinya biar aku yang memeriksanya!” tawar Jovi.
Tangan Mark terulur meraih kunci di atas nakas. Bersama Jovi ia berjalan menuju ruang bawah tanah.
“Ada apa lagi!” gerutunya dengan kesal. Suara gadis itu semakin terdengar jelas. Memancing emosinya.
Jemari Mark, memutar kunci dengan lincah. Kemudian, ia mendorong handle pintu.
Tampak Aura sedang memegangi kaki kanannya. Seekor ular kobra bergerak menjauh setelah mendengar suara kegaduhan karena kedatangan Mark dan Jovi.
“Hikzz!” Air matanya menetes.
“Jangan bergerak!” titah Mark. Ia bergerak cepat menghampiri Aura. Lantas melepas t-shirt yang ia kenakan, lalu mengikatnya pada betis gadis itu.
Mark mengurai tangan Aura. “Kau tergigit?!” tanya pria itu mengamati betis gadis itu. Keheranan karena tidak ada bekas apapun.
“Aku takut!” jawab Aura sembari menangis sangat keras.
Sejenak Mark merasa lega, kalau sampai sanderanya itu digigit ular kobra dan hal buruk terjadi padanya, ia tidak tahu lagi haru berbuat apa.
“Bangun!” pintanya pada si sandera. “Ikuti aku!” tegasnya.
“Aku lemas!” ucap Aura masih belum bisa berhenti menangis. Ini pertama kalinya berhadapan langsung dengan ular kobra. Si pemilik bisa yang mematikan.
Mark membuang nafas kesal. Dengan gesit ia menggendong Aura, mendahului Jovi yang sudah bergerak terlebih dahulu.

To Be Continue.

Sandera Sang MafiaWhere stories live. Discover now