"Sayang, sini duduk dulu, dengerin Bunda.."

Bersamaan dengan Bunda memulai pembicaraan, suara klakson terdengar.

Tin.. tiin..

Jeka mendarat dengan motor Varionya di depan gerbang rumahku. Bagus. Aku langsung lari dan melompat ke boncengannya sebelum Bunda menghalauku. "Buruan Jek!"

*****

"SAMLEKOOM."

Aku, Jeka, dan Dudung menginjakkan kaki ke dalam rumah Jeje layaknya rumah sendiri. Kebetulan pintu ruang tamunya sudah dibuka lebar.

"Waalaikumsalam. Eh, udah pada dateng? Sini!" terdengar suara mommy Jeje dari dalam.

Begitu masuk ke ruang tengah, kami langsung disambut bingkai besar di dinding yang di dalamnya terdapat empat pasang cetakan telapak kaki bayi dicat emas, di bawahnya masing-masing tertulis: Jefano, Jevino, Jovandi, dan Jevira.

Dudung yang baru pertama kali ke sini langsung fokus memperhatikan bingkainya, dan dengan bodohnya merasa heran kaki Jeje pernah sekecil itu.

Kami bertiga lalu menaruh tas di sofa ruang tengah, kemudian menaruh kresek berisi ikan mentah dari pemancingan papinya Jeka ke dapur.

Seperti biasa, rumah Jeje selalu ramai oleh adik-adiknya. Nono dan Jojo sedang kejar-kejaran, sementara Vivi sedang mewarnai buku gambar menggunakan crayon.

Tante Annisa menuju ke dapur dan kembali dengan membawa nampan berisi tiga gelas kaca dengan sirup berwarna hijau di dalamnya serta dua toples camilan.

"Jeje mana Tante?"

"Baru keluar beli kembang api sama daddy-nya."

"Ohhhh."

Setelah minum dan nyemil sedikit, kami membantu Tante Annisa mempersiapkan barbekuan di halaman belakang. Dari mulai bahan makanan mentah, alat-alat makan, arang, tikar, meja, kursi, bumbu olesan, alat bakaran, dan lain-lain.

Beres semua, kamipun beristirahat. Aku mengecek ponsel dan sudah ada pesan dan telepon dari kakakku.

+6287434***** ~tama:
Parah banget ngebentak bunda
Dasar anak durhaka

Aku hanya geleng-geleng kepala membaca pesan itu. Anak durhaka? Memang benar kata peribahasa. Kutu di seberang lautan tampak, namun badak di pelupuk mata tidak tampak.

Padahal dulu dia juga pernah membentak Bunda waktu Bunda menggunakan kaos band-nya sebagai keset. Dia marah dan bilang kaos itu masih dipakai, padahal sudah bolong-bolong di bagian pundak dan bawah ketiak.

Aku juga ingat dia pernah bicara keras ke Bunda ketika Bunda mengomentari genre musik favoritnya.

Aku ingat semuanya.

Aku ingat semua kesalahan yang pernah dilakukannya, bahkan aku mencatatnya agar tidak lupa. Sebagai senjata untuk melawan kalau suatu saat dia mencari-cari kesalahanku di depan Bunda.

+6287434***** ~tama:
Dan?

+6287434***** ~tama:
Tes

+6287434***** ~tama:
Pulang jam berapa?
Bunda nyariin

+6287434***** is calling

+6287434***** is calling

You blocked this contact

*****

Hari semakin malam, aktivitas bakar membakar sudah berlangsung sejak beberapa menit lalu. Jeka mengolesi ikan dengan bumbu kecap, sedangkan aku membakarnya di atas arang. Jeje di panggangan sebelah mengurusi jagung bakar dan daging-dagingan. Dudung baru saja datang dari dapur membawa setumpuk piring bersama Tante Annisa. Adik-adik Jeje sedang duduk manis sambil makan di tikar piknik, bersama daddy-nya. Membuatku iri saja.

8th Grade [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ