04 • Tidak Bisa Lupa

Start from the beginning
                                    

Memang April tidak menunggu jawaban atas pertanyaannya pada Jaf, karena April tahu sahabatnya itu tidak akan menjawab. Lantas April meninggalkan Jaf begitu saja, tanpa pamit, dan tanpa sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Jaf pun tidak memanggil namanya atau menghentikan langkahnya. Ya, memang beginilah skenario yang sudah April duga.

Langkah kaki mantapnya berjalan melewati banyak murid yang sedang bercengkerama di sisi-sisi lapangan. April tidak perduli dengan orang-orang yang menyapanya, ia hanya ingin segera sampai di kelasnya. Dan saat langkahnya tengah melewati gedung IPA, sebuah bola menggelinding dan berhenti tepat di depan kaki April. Gadis itu tidak beranjak maupun berniat mengambil bola tersebut dan mengembalikannya, meski sudah banyak teriakan dari lapangan. Ia membiarkan itu karena bukan salah dia bola itu ada di sini sekarang, jadi bukan kewajiban dia mengembalikannya.

Sampai akhirnya bola itu dipungut oleh tangan berurat yang dari gelangnya saja April tahu itu siapa. Kail. "Lu baik-baik aja 'kan, Pril?" tanya Kail dengan nada sedikit khawatir. Memangnya apa yang ia khawatirkan.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, April segera berlalu begitu saja. Ia tidak memperdulikan Kail yang berulang kali memanggilnya. Apa yang diharapkan lelaki itu? Apa dia berharap melihat April dengan senyum merekahnya setelah ditolak mentah-mentah? Jangan bercanda.

April sampai di kelasnya dan lantas duduk tanpa menghiraukan berapa pasang mata yang sudah menatapnya. Ya memang sudah lazim melihat April tanpa senyuman meski mentari tengah bersinar terang. Tapi saat ini, yang membuat mereka terus memandang April adalah, aura negatif yang muncul dari April. Seolah April adalah pengendali cuaca yang bisa mengubah cuaca secepat mengubah suasana hatinya, aura kelas saat ini mengikuti aura April.

Jere yang sama halnya dengan anak lain, memandang April ngeri. Seolah April adalah makhluk yang sangat menyeramkan. Meski begitu, Jere tidak kehabisan keberanian untuk duduk di sebelah April. Ia tahu sahabatnya sedang tidak baik-baik saja.

Setelah berpikir matang-matang, juga menimbang percakapannya kemarin dengan April, Efal dan Jaf, Jere pun memutuskan untuk bertanya pada April. "Kenapa, Pril? Misi lu gagal? Lu ditolak?" tanya Jere.

April yang mengetahui ia tertangkap basah oleh Jere pun segera menoleh pada lelaki manis itu. Dahinya mengerut heran. Pertanyaan 'kok Jere bisa tau?' terus berputar di kepalanya.

Tanpa April menjawab 'iya' atau 'engga' pun Jere sudah tahu. Itu tersirat jelas di wajah April yang kini tengah menatapnya dengan raut wajah panik seperti baru tertangkap basah melakukan pencurian. "Jadi bener? Lu nembak siapa emangnya, Pril? Anak Dreamy kah?" tanya Jere dengan antusias tinggi setelah mengetahui tebakannya tidak meleset.

April yang mendengar Jere sedikit berteriak karena antusias segera menutup mulut sahabatnya itu dengan tangan kanannya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada anak Dreamy yang mendengarnya. "Ssst! Berisik lu Je!" geram April, lantas ia menarik Jere keluar kelas dan membawanya ke taman belakang.

Setelah memastikan taman ini sepi dan bersih dari anak-anak Dreamy, April lantas berujar. "Lu bisa ga sih ga berisik? Biasanya juga lu ga teriak-teriak," kesalnya.

Jere menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari memasang cengiran kaku. Memang benar ia bukanlah orang yang suka teriak-teriak, tapi entah kenapa dia sangat antusias kali ini. "Ya maaf maaf, gua cuma kaget aja tadi," ujarnya.

"Tapi serius lu nembak cowok? Seorang April nembak cowok?" lanjutnya dengan wajah tidak percaya. Ia terdiam sejenak sembari mengetuk-ngetukan jari telunjuknya ke dagu seolah tengah berpikir. "Kira-kira siapa cowok yang bikin April jatuh cinta bahkan sampe nembak dia yaa?" ujarnya pelan.

April berdecak sebal dan mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. "Lu apaan sih Je?! Gada! Gua gada nembak cowok ish!" ujarnya kesal. Mencoba berdalih padahal kondisi mukanya tidak bisa menutupi apa yang sebenarnya terjadi, dan jere tahu itu.

"Siapa Pril? Siapa cowoknya? Sebutin nama dong! Anak Dreamy kah? Senta? Efal?" ujarnya bertubi-tubi, membuat April kian terpojoki. "Cepet sebut siapa lagi siapa? Jaf? Masa iya Jaf? Oh! Atau Kail ya?!" katanya dengan suara yang keras.

April spontan langsung menutup mulut Jere yang kian tak terkendali. Ia juga terkejut saat anak ini menyebutkan nama Kail dengan sangat lantang. "Jere bego! Berisik banget anjir!" sentaknya. Lantas April melepaskan tangannya dari mulut Jere.

Anak itu hanya tertawa canggung lalu mendekatkan wajahnya pada wajah April, dan berkata, "jadi Kail toh orangnya." Ia memasang senyum mengejek. April jelas tahu Jere tengah mengejeknya dan itu sangat menyebalkan.

April menaruh telunjuknya di depan mulut lalu berkata, "ssst! Diem lu! Awas aja bilang ke yang lain! Gua tonjok lu!" Tangannya mengepal kuat dan siap segera menghantam wajah Jere. Jere yang panik pun hanya bisa mangut-mangut cepat sembari memasang jari dengan bentuk 'ok'.

Dan tanpa mereka berdua sadari, ada Kail yang sedari tadi menyimak percakapan mereka dari balik dinding sekolah.

• • •

Note:
Hey, jangan terlalu serius.
Asal kalian tahu saja, penulis cerita ini anaknya tidak pernah serius.
Dan jangan terlalu menunggu.
Ya asal kalian tahu saja, penulis cerita ini suka mengulur-ulur waktu.

Selalu semangat jalani hari dan selalu bahagia yaaaa:)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 19, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AngelWhere stories live. Discover now