DEMESNE XXXIV: AGHAST

Start from the beginning
                                    

Dan keren.

Aku bersenandung kecil saat melewati sebuah area dengan tulisan "Arsip Siswa Angkatan 1996" dan mendadak tatapan mataku terpaku pada jendela yang terdapat beberapa meter dari tempat aku berpijak. Di bawah jendela itu, terdapat sebuah meja dengan sebuah kursi yang tersusun rapi pada tempatnya. Namun yang menarik perhatianku bukanlah itu. Untuk memastikan penglihatanku yang kuharap tidak bakal salah ini, aku mendekati meja itu pelan-pelan. Setengah meter dari meja itu, aku melihat sesuatu yang terlihat seperti gundukan kain diletakkan begitu saja di atas meja. Aku mengernyit ketika mendekati gundukan kain yang rupanya adalah sebuah jaket berwarna hijau tua yang tampak mahal. Bukan hanya jaket itu saja yang menarik perhatianku, tapi bercak merah yang ada di bagian lengan jaket itu juga membuatku terkejut. Aku langsung meneriakkan nama Xander dan Chloris yang segera bergegas ke lokasiku. Dua anak itu ikut memperhatikan temuanku.

"Jaket siapa ini?"

Aku menggeleng tidak tahu. Xander memberanikan diri untuk menyentuh jaket itu (dan tentu saja dia sudah mengenakan plastik untuk melapisi tangannya, dia tidak mungkin seteledor itu, kali). Dia membalik jaket itu dan menemukan label merknya.

"Jaket mahal, Massimo Dutti. Siapa anak di sekolah ini yang biasa beli barang-barang mahal?" tanya Xander pada Chloris, si yellow page berjalan.

Chloris berpikir sejenak sambil berputar-putar. Cewek itu pasti sedang memikirkan segudang nama anak di Visual Angkasa yang termasuk mad shoppaholic, dan sepertinya dia sudah punya banyak gambaran.

"Cewek-cewek di sini semua gila brand, semua bisa saja termasuk daftar. Tak perlu jauh-jauh, aku sendiri mengenakan Guess sekarang, dan Alle serta aku selalu memakai Abercrombie and Fitch sebelum ke sekolah, aromanya harum banget dan aku sedang tidak p--"

"Kau kok jadi pamer begitu? Dan kok mendadak kau jadi membicarakan Alle, sih?" sergah Xander, yang melirik padaku dengan tatapan mencurigakan, seakan-akan dia dan aku sudah mendapati Chloris secara tidak sengaja membela Allegra.

Cewek yang dituding langsung salah tingkah dan segera memasang wajah kesal. Dia mengibaskan tangannya sambil berbalik.

"Hanya kepedulian dengan sesama. Aku memiliki beberapa nama, seperti Zefanya dan Sabrina, dua cewek itu bisa semir bolak-balik sampe rambut mereka seperti ganggang di lautan, dan ada beberapa anak lagi yang benar-benar terobsesi dengan barang mahal, seperti Natasha Nebula dan seorang yang kalian tak kalian ketahui, namanya Bernadette de Mozambique."

"Kau tak mengarang namanya, kan?" tanya Xander tidak percaya.

Chloris mengangkat kedua pundaknya. "Tanya saja orang tuanya, kenapa anaknya diberi nama aneh begitu. Mungkin saja ayahnya pecinta peta dan  ibunya kolektor bola dunia. Jadi, bagaimana? Empat orang itu saja sih yang paling menonjol  diantara semua anak yang cinta brand."

Aku menelan ludah. "Semua anak bejat dan menyebalkan itu?"

Chloris mengangguk sambil mengerucutkan bibir. "Sebenarnya, anak baik-baik yang alim dan suka pergi beribadah juga suka barang mahal sih, jadi itu tak dapat dijadikan patokan. Dan lagipula, mereka tak sebejat itu, demi katak. Darimana kau tahu kalau mereka bejat?"

Aku menggelengkan kepala tidak percaya.

"Masih saja meragukan kemampuan mengorek informasiku? Anak culun berkacamata sang maestro bidang elektronik itu seperti Wikipedia berjalan, tahu? Kau kira darimana aku tahu soal rumormu yang kabarnya terancam diskors hampir 10 kali dan kabar kau hampir mematahkan 'milik' Keenan?"

"Uhhh, yang itu favoritku, sih!" Xander menyenggol Chloris, bangga. "Kapan-kapan kalau kau betulan mau menghajarnya, panggil aku, ya! Aku harus mengabadikan momen menyakitkan itu!"

TPE : Seven Rivalry (2014)Where stories live. Discover now