ONCE UPON A TIME ....

947 62 2
                                    


"Oh, jadi lo yang namanya Richard Ackles?"

Richard Ackles yang baru saja memesan mojito dari bartender, memiringkan tubuh demi melihat sosok yang memanggilnya. Senyumnya melebar begitu mendapati perempuan berparas sangat Indonesia sudah berdiri di sebelahnya. Dengan gaun halter neck yang memamerkan kulit eksotisnya, pandangan Richard terhenti pada pundak dan belahan dada yang langsung membuatnya menelan ludah. Namun demi kesopanan, dia berdeham pelan sebelum menggeser posisinya lebih dekat.

"Yes, I am," balasnya dengan intonasi yang selalu membuat perempuan mana pun tersipu dan terpesona. "Ada yang bisa gue bantu?"

Mengibaskan rambut dengan gerakan menggoda, Jazmine Anjani dengan sengaja mengulurkan tangan untuk merapikan pocket square berwarna krem yang tampak sedikit berantakan pada saku Richard.

"Cuma mau merapikan ini."

Dengan penuh ketenangan, Jaz menggerakkan tangannya naik hingga kulitnya bersentuhan dengan leher pria yang menatapnya penuh nafsu saat ini. Senyum Jaz masih terpasang sempurna bahkan ketika telapak tangannya dengan lembut menyapu pipi Richard yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Jika saja bukan perasaan marah yang sedang memenuhi benaknya sekarang, Jaz dengan senang hati akan menuruti kemauan Richard yang terlihat jelas dari sorot mata pria itu.

Menarik napas dalam, Jaz menyusun tenaga sebelum dengan kuat, dia mendaratkan tamparan keras pada pipi kiri Richard Ackles.

"Dasar pria cabul!"

Nafsu yang sebelumnya memenuhi setiap sel dalam tubuh Richard, berubah haluan menjadi kebingungan. Sepersekian detik kemudian, saat logika kembali menghampirinya, tatapan Richard beredar untuk memastikan tidak ada ada yang menyaksikan kejadian yang baru menimpanya. Namun malang, semua pandangan manusia yang ada di ruangan itu terpaku kepada dirinya, dan perempuan yang tidak dikenalnya ini.

Richard jelas tidak akan membalas perlakuan yang diterimanya dengan tamparan. Dia tidak pernah malu mengakui dirinya seorang player, tapi main tangan bukanlah bagian dari sifatnya, kecuali perempuan yang diangkatnya ke tempat tidur memintanya-demi alasan kepuasan, tentu saja. Mengelus pipinya yang terasa sedikit nyeri, tatapan Richard kembali terpaku pada perempuan yang seolah puas telah mempermalukan dirinya di depan banyak orang. Hanya ada satu cara untuk mengalihkan perhatian orang-orang kepada mereka.

"She's just being jealous. She can be very emotional," ucap Richard seraya mengedarkan pandangan dan berharap kebohongan itu cukup untuk mengurangi ketegangan yang ada.

Tanpa menunggu persetujuan, Richard meraih pergelangan tangan perempuan di depannya, dan menggandengnya menuju tempat yang dia tahu tidak akan ada orang yang menguping atau menyaksikan dirinya menuntut perempuan itu supaya minta maaf. Dia tidak mengindahkan protes perempuan itu yang memintanya supaya melepaskan cengkeraman tangannya. Ada banyak kata yang ingin dimuntahkan Richard, tapi dia sekuat tenaga menahannya.

"Gue nggak kenal lo siapa, jadi lebih baik lo punya penjelasan yang sangat masuk akal atas tindakan lo mempermalukan gue di depan banyak orang. Kalau nggak, gue bisa panggil pengacara sekarang juga dan bawa lo ke meja hijau!" semprot Richard saat mereka sudah sampai di ruangan yang penuh dengan buku dan yakin tidak ada siapa pun di sana yang akan menginterupsi luapan kemarahannya.

"Memang selama ini, lo tinggal di goa sampai nggak tahu gue siapa?"

Respon yang didapatkan Jaz adalah tawa mengejek hingga ingin rasanya dia mendaratkan tamparan kedua yang lebih keras. Namun cengkeraman Richard rupanya cukup kuat hingga dia seperti merasa tulang pergelangan tangannya remuk.

Cowok ini bener-bener nyebelin! gerutu Jaz dalam hati.

"Nggak penting gue tahu lo siapa. Gue lebih butuh penjelasan soal tindakan lo yang mirip preman. Nggak ada anggun-anggunnya sama sekali."

Emosi yang tadinya hanya disulut oleh perlakuan Richard ke Mina, sahabatnya, sekarang ditumpuk oleh rasa kesal luar biasa karena pria arogan ini menyamakannya dengan preman. Dada Jaz bergemuruh hebat hingga dia mengangkat kembali tangannya, tanpa memedulikan ngilu dan berniat menjadikan pipi Richard yang sebelah kanan sebagai sasaran. Namun belum sempat dia mengayunkannya, tangan Richard lebih dulu menahannya.

"Sekali cukup, nggak ada kedua kali." Richard memastikan perempuan di hadapannya ini mendengar kalimatnya dengan jelas. "Gue nggak akan biarin lo melecehkan gue tanpa alasan. Gue pria yang sangat penyabar, tapi sekali lo ngetes kesabaran gue, jangan sampai gue bikin lo nyesel."

"Lepasin!"

"Jawab dulu pertanyaan gue," ujar Richard tegas.

Kening Richard mengerut ketika mendapati jarak di antara dirinya dan perempuan yang masih belum diketahui namanya itu berkurang. Namun tatapan mereka masih terpaku satu sama lain, dan Richard sangat enggan mengalihkan perhatian lebih dulu. Jika memang perempuan ini ingin menantang ketahannya adu pandang, dia tidak akan mengalah begitu saja.

"Mina hamil! Cewek yang pernah lo tidurin hamil!"

"Gue nggak kenal Mina. Lo pasti-"

Jaz memotong kalimat Richard dengan satu tamparan kuat, menggunakan tangannya yang lain. "Alesan lo basi!"

Dengan kalimat itu, benih kebencian di antara mereka resmi ditabur ke dunia.

REVULSIONWhere stories live. Discover now