Chapter 4 : Now and Before

227 13 20
                                    

"My tail wagged at you... that's my past..."

---------------------------------------------

Yonat P.O.V.

Tiga orang berjalan, menunjukkan diri mereka dengan pukulan baseball, parang, dan linggis. Mereka disusul dengan sekelompok orang di belakang, gerombolan manusia yang tampak tak suka denganku.

Hadeh...ribet ni urusannya.

"Salam Yonat, lama gue gak denger nama lu. Gue udah lama pengen tarung sama lu-"

"Shhh udah ah kebanyakan ngomong lu,"

Aku memotong pembicaraan orang yang di tengah itu, disusul dengan layangan kepalan tanganku ke orang yang tadi menjadi navigatorku. Dia pasti bawa senjata atau apapun yang bisa kuambil kan untuk kugunakan ?

Perlahan kuhitung, kurang lebih ada lima puluh orang di taman ini. Rasanya agak gila untuk melawan orang-orang ini tanpa senjata. Aku perlu pintar-pintar mengatur stamina.

"YONAT DARI OPENING SEQUENCE ! INI HARI TERAKHIR LU HIDU-AGH !"

"BISA DIEM GAK SI ELAH RIBUT BENER DARI TADI !"

Teriakku kesal dengan orang di tengah itu yang sejak tadi berbicara. Ternyata lumayan juga damage batu kerikil ini. Hidung orang itu berdarah karena lemparan batu dariku.

"BUNUH DIA !"

Aku berlari menjauh dari mereka. Bukan, aku bukan melarikan diri. Aku perlu tahu dimana aku bertarung. Taman apa ini, apa yang ada didalamnya, dan apa ada yang bisa kupakai untuk keuntungan diriku sendiri.

Selain itu ini bisa menjadi strategiku untuk menghabiskan stamina mereka. Mereka akan lebih mudah kuhabisi ketika lelah- Nah lumayan juga ada Pipa Paralon

Kuambil satu pipa paralon itu, entah apakah ini cukup kuat tapi yang jelas ini seharusnya bisa membantuku sedikit.

Kuayunkan pipa itu pada satu orang yang hendak menyerangku, pipa itu patah diikuti dengan orang yang jadi tak sadarkan diri itu. Untunglah pipa disini banyak, maaf para kontraktor pipa ini aku pinjam dulu tapi tidak akan kuganti.

Para cecunguk ini mulai menyerangku. Walau jumlah mereka banyak, gaya bertarung mereka masih amatir. Aku tak perlu menghabiskan banyak energi, banyak dari mereka yang justru melukai diri sendiri karena kecerobohan mereka. Agak komedi sih...

Lima belas menit terlewat, hanya tinggal tersisa tiga orang utama tadi. Mereka yang membawa pukulan baseball, parang, dan linggis. Senjata mereka itu bukan senjata untuk bertarung, itu senjata untuk membunuh. Tak jarang beberapa dari mereka menarik keluar senjata api namun gagal menembak karena minim pengalaman.

Jujur aku agak miris dengan mereka. Apa yang terjadi pada pertarungan jalanan yang kutahu ? Sebuah aturan tidak tertulis yang menyelamatkan nyawa banyak orang nampaknya sudah tidak berlaku lagi kini.

"Lu bertiga yang ngajarin ini cecunguk pada ?"

Mereka hanya diam, masih memandangku dengan serius. Aku menghela nafas cukup kesal karena merasa seperti berbicara dengan tembok.

"Malu tau gak lu pada ? Lu ngajarin anak orang buat saling ngebunuh. Pertarungan jalanan harusnya gak gini."

"Itu satu-satunya cara agar kami bisa menaklukan grup besar."

=/= LoveWhere stories live. Discover now