Tutup Botol Bersegel

12 4 0
                                    

Kamu mempunyai musuh bebuyutan yang suka menjaili dan mengejekmu sejak SD, tetapi di SMA kamu menyadari sesuatu tentangnya.

🌟

Ada beberapa hari yang tidak bisa dilupakan oleh Reihana Elvazia, salah satunya adalah hari ini. Untuk pertama kalinya, ia harus berdiri di depan tiang bendera karena terlambat datang ke sekolah. Gadis berponi itu terlambat ke sekolah karena Ayah harus mengantar adiknya lebih dulu.

Hana sudah kesal karena keterlambatannya hanya beberapa menit setelah upacara dimulai, tetapi ia tambah kesal karena Pattar lewat di depannya. Ia harus dihukum bersama beberapa orang yang datang saat upacara hampir selesai, sedangkan Pattar malah tertawa puas sambil menyedot es teh yang dibungkus plastik kiloan.

"Enak, lho." Pattar tersenyum jail.

Hana sudah mau murka pada musuh bebuyutannya, tetapi ia sadar kalau masih dihukum. Laki-laki jangkung itu sudah berganti status dari sahabat menjadi musuh, sejak ia menjadi kurir gadungan saat mereka masih SD. Pattar salah menyampaikan surat pada cinta pertama Hana. Pattar yang memang sudah punya bibit menjadi orang menyebalkan, malah tambah menjadi-jadi sejak kejadian itu.

Pattar masih saja berdiri di sana sampai waktu hukuman selesai.

"Ngapain lo di sini?" Hana sewot.

"Ya, menurut lo aja, ngapain? Pasti nonton lo yang lagi disetrap, dong."

"Seneng, ya, lo liat gue menderita?" Hana sudah hampir melayangkan tinju pada Pattar, tetapi laki-laki berseragam putih abu-abu itu segera berlari.

Adegan kejar-kejaran antara Hana dan Pattar sudah sangat sering terjadi, hingga teman-teman di kelas mereka juga cenderung tidak peduli pada apa pun yang dilakukan oleh keduanya.

Ketika Hana tiba di kelas, teman sebangkunya langsung menyodorkan air mineral.

"Tumben. Dalam rangka apa?"

"Nggak mau liat, tuh, tulisannya?"

Hana memutar botol minumnya dan mendapati catatan yang ditulis dengan huruf latin superjelek.

"Pattar!" Hana berteriak setelah membaca catatan di botol minum tersebut.

Sang pelaku malah cengar-cengir.

"Sini, nggak, lo!" Hana melempar botol minum yang ada di tangannya, tetapi Pattar berhasil menangkapnya dengan sigap.

Setelah melemparkan botol, Hana ditahan oleh teman sebangkunya. Akhirnya, ia hanya bisa mendengkus.

"Kelas pertama kosong, main bola dulu, bisa, nih." Pattar berseru setelah memastikan kalau guru mereka tidak hadir.

Dengan cepat, semua anak laki-laki di kelas itu langsung berganti pakaian menjadi seragam olahraga. Setelah mereka pergi, anak-anak perempuan di kelas itu turut berganti pakaian karena kelas berikutnya adalah pelajaran olahraga.

Setelah bel berbunyi, guru olahraga mengumpulkan mereka. "Hari ini, saya akan ambil nilai lari. Silakan latihan mengelilingi lapangan."

Untuk putaran pertama, Hana masih sanggup, tetapi ketika putaran kedua, langkahnya semakin berat dan pandangannya mulai memburam. Tiba-tiba, semua gelap seketika.

Ketika membuka mata, Hana sudah berada di ruangan UKS.

Pattar duduk di sana, kakinya terus bergerak mengetuk lantai dan wajahnya kelihatan khawatir. "Lo nggak apa-apa? Nggak sarapan, ya?"

Hana langsung bangkit begitu sadar kalau hanya ada Pattar di sana. "Heh! Ngapain lo di sini?"

"Jawab gue dulu! Lo nggak sarapan?"

Mendengar suara Pattar yang cukup keras, membuat Hana terdiam.

"Abis disetrap tadi, lo nggak minum apa-apa, kan? Minum ini dulu." Laki-laki yang sudah banjir keringat itu menyodorkan air mineral  yang masih ditempel catatan. Hana bisa mendengar dengan jelas bunyi segel yang terbuka.

Hana meneguk setengah botol. "Lo bilang di catetan tadi, ini air keran."

"Becanda." Pattar menerima kembali botol yang dikembalikan Hana.

"Gue udah bilang ke guru, lo sakit. Istirahat aja dulu. Itu rotinya dimakan. Gue cabut." Pattar bangkit dari duduknya.

Hana menahan laki-laki yang sudah menjadi musuhnya itu dengan menarik ujung baju. "Makasih."

"Dih, kayak sama siapa aja."  Pattar tersenyum.

Hana tidak pernah sadar kalau senyum Pattar semanis itu. "Emang lo siapa?"

Pattar terdiam.

"Emang lo siapa?"

Ekspresi Pattar berubah serius. "Mau dibilang temen, tapi kita nggak temenan. Mau dibilang musuh, kayaknya lo doang yang anggep gue musuh."

"Hah? Emang gue doang?" Hana melongo.

"Menurut lo, emang ada musuh yang mau angkat lo dari lapangan sampe ke sini? Asal lo tau aja, badan lo aja udah berat, belom ditambah dosa-dosa lo. Beuh, berat banget. Untung gue doyan olahraga, jadi, lo nggak perlu digotong pake tandu."

"Bentar-bentar. Lo yang angkat gue ke sini?" Hana masih tidak percaya.

"Menurut lo?"

Hana mengerjap. Tanpa sadar, ingatan masa lalu muncul tanpa diundang. Ketika Hana menangis, Pattar yang selalu ada di sana, meski kerjanya hanya meledek. Ketika Hana senang, Pattar selalu ada di sana, setidaknya untuk mengejek.

Setelah diingat-ingat, Pattar tidak pernah mengerjainya dengan parah. Bahkan hari ini, Pattar memberinya minuman baru yang masih disegel, padahal ia menulis catatan kalau isinya adalah air keran.

"Maaf." Hana menunduk.

"Buat?"

Hana menunduk semakin dalam. "Musuhin lo."

"Emangnya lo kira gue gitu karena nunggu maaf dari lo?" Pattar tersenyum.

"Terus?" Hana masih kebingungan.

"Gue sayang sama lo."

"Gue nggak salah denger?"

Pattar menggeleng. "Sekalian gue mau minta maaf. Gue tahu, dulu lo suka sama Arya. Gue nggak mau sahabat gue direbut sama orang lain. Makanya gue kasih suratnya ke Denny."

Hana terdiam. Ia tidak bisa berpikir jernih.

"Gue serius. Gue ngomong cuma biar lo tahu aja." Pattar memilih untuk keluar dari UKS.

Setelah Pattar keluar, Hana langsung mengirim pesan pada laki-laki itu.

"Pattar, kalo lo suka sama gue, bisa balik lagi?"

Secepat kilat, Pattar kembali ke ruang UKS. "Gimana?"

"Gue suka sama lo."

Kini, Pattar yang melongo. Namun, senyumnya langsung mengembang. Ternyata perasaannya selama ini berbalas.

Hana dan Pattar bertukar tatap, kemudian keduanya tertawa bersama.

🌟

Ditulis oleh Rosmaidasnrt

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 25, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sweet EnemyWhere stories live. Discover now