2. The Choosen Warrior

132 41 0
                                    

Ratu putih menaiki podium emas berukir sosoknya dalam pose heroik melawan peri dengan dagu terangkat, setelah tangan kanannya membacakan dongeng yang telah kami semua ketahui sejak bertahun-tahun silam. Dongeng yang sering dibacakan guru-guru kami di pagi hari dan kembali diulang oleh para orang tua ketika mengantar anak-anaknya ke peraduan. Sebagian anak laki-laki dan perempuan bahkan dapat menirukan setiap kata, juga intonasi pembaca dongeng, tangan kanan sang ratu, dengan presisi dan itu menjadi hiburan tersendiri bagiku.

Sang ratu tidak langsung angkat bicara, seperti biasa, sama seperti bertahun-tahun sebelumnya sejak ia memimpin .... Kingdom, ia akan menyisir pandangan ke seluruh penduduk yang memenuhi alun-alun merah terlebih dahulu, sementara sebelah sudut bibirnya tertarik sedikit demi sedikit membentuk seulas senyum formal. Rambut putihnya dibiarkan tergerai sebagian, sementara sebagian lagi akan disasak tinggi-tinggi di atas kepala. Sebuah mahkota besar, yang mirip dengan mahkota raja, terbuat dari emas murni bertengger di atas kepalanya dengan angkuh. Ratu Putih tidak suka mengenakan bunga dihelai rambutnya, sehingga selain mahkota, tidak ada lagi hiasan lain di kepalanya. Gaun kebesarannya sebagai ratu berupa tunik sutra dan jubah panjang berwarna semerah darah dengan sulaman benang emas dan terbuat dari beludru paling halus di Mundanland. Sang ratu berdeham beberapa kali, sebelum suara beratnya yang nyaris seperti laki-laki mengalun memenuhi udara alun-alun .... Kingdom. Aku benar-benar sudah hafal gelagat dan gerak-geriknya setiap akan mulai berorasi tentang pengorbanan gadis untuk purnama ke-tiga belas, sehingga kini aku benar-benar merasa bosan dan tak bisa menahan kantuk yang memasaku menguap keras. 

"Terima kasih atas sambutannya yang luar biasa, Rakyatku Tercinta. Dalam rangka menyambut purnama ke tiga-belas, seperti biasa, aku akan menunjuk gadis istimewa yang akan menjadi pahlawan bagi segenap rakyat Mundaneland." Ratu putih tersenyum setelah menyelesaikan kalimatnya. Bibir merahnya yang Semerah cabai merenggang maksimal, senyum paling tulus yang pernah dilemparkan sang ratu, kemudian ia mengangguk ke sembarang arah seolah-olah ada yang meresponsnya dengan antusias. Yang benar saja, mana ada orang yang benar-benar antusias ketika menanti pengumuman siapa yang akan mati kali ini!

Benar saja, alih-alih sambutan antusias, dari beberapa sudut kerumunan massa Mundaneland yang memadati alun-alun Cassiopeia, suara rangis dan jerit tertahan justru terdengar samar diiringi suara-suara bujukan lirih yang berupaya menenangkan. Para gadis menangis, sementara orang tua atau wali mereka akan kembali membisikkan kata-kata penghiburan mengenai betapa heroiknya gadis mereka jika terpilih nanti. Bear-benar omong kosong! Namun, di sisi lain, bagi sang ratu, sepertinya hal itu bukan apa-apa. Senyum semerah cabainya masih mengembang dan ironisnya raut wajah sang ratu justru terlihat berseri-seri, dalam pandanganku.

Aku membuang ludah, benar-benar tak mampu menahan rasa mual yang pelan-pelan merangkak naik ke tenggorokanku. Sementara, mataku tetap menatap nyalang ke arah podium, di mana Ratu Putih berdiri bak manekin yang sedang memeragakan jubah ratu. Dilihat-lihat dari sudut mana pun, bagiku, sang ratu terlihat sangat tidak manusiawi dengan kulit yang terlampau pucat tanpa jejak pembuluh darah dan rambut putih yang benar-benar seputih salju. Secara fisik, sosoknya terlihat sangat berbeda dengan rambut kebanyakan penduduk Mundaneland yang cenderung berwarna gelap. Alih-alih terlihat seperti manusia, Ratu Putih justru mirip sekali dengan bangsa peri, tetapi para tetua menampik kecurigaanku dengan dalih penguasaan sihir putih sang ratulah yang membuat penampilannya seperti itu. Yah, terserah mereka mau berkata apa, aku akan tetap dengan asumsiku sendiri.

"Peramalku, pemasihatku, dan aku telah berembuk sepanjang malam tadi, mengorbankan waktu tidur kami yang teramat berharga untuk memilih pahlawan kita purnama ini. Tiga hari dari sekarang, dia akan dibawa ke istanaku untuk dijamu dan dipercantik sebelum dibawa ke perbatasan Hutan Utara sebagai mempelai wanita sang naga," lanjut Ratu Putih dengan nada dramatis. Kelopak matanya mengedip cepat, sebelum setetes air bening mengalir di pipinya yang maha sempurna. 

Beauty and The DragonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang