Bab 33 - Kebenaran Di Atas Kertas

Bắt đầu từ đầu
                                    

Ketika mengutip-ngutip kertas yang berserakan lalu dimasukkan ke dalam kantung, sangat disayangkan dia tidak pula menemukannya.

Joshua berpikir cepat, langsung menyusuri kamar sang ibu lalu menggeledah setiap barang yang ada di sana. Rak penyimpanan, lemari pakaian, bawah ranjang, laci meja rias, dan tempat-tempat yang disinyalir sebagai tempat yang cocok untuk menyembunyikan selembar kertas.

Hingga akhirnya dia menarik rambut seraya menggerutu penuh kecewa.

Dia terduduk di atas kasur dengan gundah.

Berpikir-pikir, kira-kira dimana kertas itu berada? Lalu dia melirik ke sebuah buku catatan penjualan sang ibu yang tergeletak di atas meja lampu tidur di sebelah kasur.

Begitu dia membuka buku tersebut, sebuah lipatan kertas terjatuh dari dalam.

Meletakkan buku catatan sang ibu di atas meja, kemudian meraih lipatan kertas itu lalu membukanya.

Seketika mata Joshua memelotot.

"Apa yang kamu lakukan di kamar Eomma?" suara tegas Seo Mi menginterupsi dari ambang pintu kamar.

Buru-buru Joshua melipat dan menyelipkan kertas itu ke dalam kocek celananya sampai wajahnya menegang begitu Seo Mi berjalan mendekat.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Joohwa? Eomma melihat kantung-kantung sampah tergeletak di depan pintu begitu Eomma masuk! Kenapa kamu tidak melakukannya?"

Joshua menelan air liur pahit. Berdiri dari posisi duduk sampai pelipisnya bercucuran keringat.

"Eumm ... eumm, itu ... aku tadi,"gagapnya.

Seo Mi masih menatap tajam sambil berkacak pinggang. "Katakan saja!"

Joshua justru tersentak.

"Ah iya ... Aku tadi ingin membuang sampah. Tapi sebelumnya, aku mengecek setiap ruangan dulu kalau ada sampah yang ingin dibuang," celetuk Joshua dalam satu tarikan napas.

Seakan terhipnotis oleh bualan sang anak, Seo Mi menghela napas kasar kemudian manggut-manggut paham.

"Baiklah. Kalau tidak ada, lebih baik kamu buang kantung sampah di depan pintu itu sekarang!"

***

***

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

***

Menjelang malam, saat dimana dia tidak sibuk melakukan kegiatan apapun di rumah dan hal remeh temeh lainnya yang melulu disuruh sang ibu.

Joshua dapat leluasa berbaring dalam kamar sembari melamun tidak tentu arah. Pikirannya melayang kemana-mana. Dari persoalan sederhana ke persoalan sedikit rumit.

Tentu saja Joshua tidak memikirkan bagaimana cara mendapatkan pekerjaan apalagi membuat surat lamaran kerja lalu mengirimkannya ke sebuah instansi atau perusahaan swasta yang mungkin menerima seorang pelamar lulusan SMA sepertinya.

Apalagi berniat untuk kuliah.

Jangan harap dia berpikir begitu.

Yang dia pikirkan adalah ayah dan ibunya.

Dia beranjak dari kasur, meraih lipatan kertas yang terletak di atas meja belajar yang berdekatan dengan jendela, lalu duduk di kursi dengan suasana hati yang kurang enak.

Di bawah sorot cahaya kekuningan dari lampu meja belajar, Joshua merekahkan lipatan kertas itu kemudian membacanya dengan takzim.


Untuk istriku tersayang,
Lim Seo Mi

Aku tahu kalau kamu marah dan tidak suka lantaran anak kita, Joohwa, lebih senang mengikuti jejakku ketimbang memilih untuk mengikuti jejak yang dia sama sekali tidak mendalaminya. Bukankah kita sudah membahas hal ini sebelumnya kan?

Berikan saja dia dukungan, sayang. Jika kamu marah dan berpikir bahwa akulah yang membuatnya seperti itu, sebenarnya kamu salah paham. Bukan karena aku, tapi Joohwa sendiri yang memilih untuk melakukannya. Kalau kamu tak percaya, coba tanya saja langsung padanya.

Aku tak ingin kita bertengkar hanya gara-gara anak. Biarkan anak kita menemukan jati dirinya sendiri dan mencapai masa depannya. Kalau kamu sudah memberi rekomendasi semua universitas yang ada dan dia masih tidak mau berkuliah. Tak ada yang bisa kita perbuat. Itu sudah jadi keputusan bulatnya.

Aku minta maaf atas semua kesalahpahaman yang terjadi, sayang. Percayalah, aku tak bermaksud mempengaruhi Joohwa agar selalu bersamaku. Kamu pikir saja lagi, apa yang membuat Joohwa tidak suka padamu? Cobalah intropeksi diri dan mulailah memperbaiki diri.

Kamu tahu, sayang. Tempo lalu Joohwa datang ke kantorku untuk menemuiku. Aku sampai tak percaya dia datang jauh-jauh hanya untuk memintaku pulang. Kan sudah kuberi tahu di surat sebelumnya, kalau aku tidak bisa pulang tolong beritahu Joohwa. Beritahu dia kalau aku punya pekerjaan yang padat di sini agar dia paham dan tidak cemas seperti ini.

Aku sedikit kesulitan untuk menjelaskan padanya atas perkara tersebut. Dia berkata aku menyembunyikan semua hal darinya dan mungkin saja dia berpikir aku berbohong padanya. Dia juga menuduhku tidak pernah mengirimkan surat, padahal setiap bulan aku selalu berkirim surat padamu, sayang.

Aku mohon padamu, kamu boleh membenciku tapi jangan sekalipun tega padanya. Joohwa tidak bersalah. Terserah dia mau memilih antara ayah atau ibunya karena dari situ dia mungkin bisa menilai bahwa mana orang tua yang tepat untuk membimbingnya.

Dari suamimu terkasih,
Evans Chandra


Joshua tertegun.

Tenggorokan seakan tercekat seperti tak ada satu pun kata yang lolos dari mulutnya.

Dia tak perlu berkomentar macam-macam. Karena yang ada di genggaman sudah menjelaskan semuanya.

Darah yang ada di dalam tubuh mendidih-didih. Degup jantung berpacu-pacu seiring detik demi detik berlalu. Kali ini tangannya mengepal sangat dalam lalu dihentakkan keras ke atas meja belajar.

Lekas dia beranjak dari kursi, berjalan keluar kamar dengan suasana hati yang meletup-letup, tak peduli hari semakin larut ketika dia berteriak, "Eomma!"






Hlm 33 | Jendela Joshua

Jendela Joshua (End)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ