Chapter 3 : "Kontak"

Start from the beginning
                                    

Aku memang tidak ingin terlibat dalam hubungan antara dua orang seperti Chika dan Nathan. Bukan tak peduli, kurasa hal seperti itu adalah privasi antara mereka berdua. Lagipula keduanya sudah dewasa, masa harus aku awasi ?

"Bener kok ini alamatnya, ihh Nathan kemana Dey..."

Chika menghela nafas sekali lagi, aku melihat jemarinya mulai gemetar. Ia mengambil handphone miliknya dan segera mencoba menghubungi mantannya itu. Namun lagi-lagi, sama seperti sebelum-sebelumnya, Nathan tak menjawab.

"AH TERSERAH LAH !"

Chika melempar handphone itu ke dashboard mobilnya. Walaupun tidak dilempar kencang, suara yang dihasilkan akibat lemparan itu cukup membuatku kaget. Aku melihat Chika menyandarkan kepalanya ke jok mobilnya.

Jujur aku tak pernah melihat Chika sekacau ini. Ia bukanlah tipe yang akan marah besar-besaran, namun untuk kali ini sepertinya semua yang terjadi sudah melebihi kapasitas dirinya untuk menahan emosi.

"Kenapa sih...aku kan cuma mau ketemu kamu Nat..."

Nafas Chika tertahan, ia merebahkan lengan pada matanya. Aku membiarkan suasana dalam mobil ini hening. Dalam keadaaan yang cukup chaotic ini, aku merasa hening adalah jawaban yang tepat untuk Chika. At least, dia bisa menenangkan dirinya sejenak.

"Dey..."

"Hm ?"

"Gue masih punya kesempatan buat balikan gak si..."

Aku ingin berbohong dan berkata semua akan baik-baik saja padanya. Tapi apakah itu yang dilakukan seorang sahabat ? Walau aku tak ingin merusak hatinya lebih jauh, aku percaya jawaban jujur akan lebih dia apresiasi dibandingkan kebohongan fanaku.

"Jujur Chik, agak susah...Kalo orang udah sampe pindah rumah gin-"

"Okeh cukup..."

Dialogku dihentikan oleh Chika. Walau tertutup oleh lengannya, air mata yang mengalir itu masih terlihat. Tak lama, isak tangis Chika menjadi lebih jelas. Lagi-lagi aku membuatnya menangis dan tak bisa membantunya.

***

Malam ini aku memutuskan untuk menginap di rumah Chika. Tak ingin meninggalkannya sendiri. Walau memang aku tak bisa membantunya, paling tidak aku ada ketika ia butuh.

Ketika ia butuh tempat bercerita aku siap mendengarkan, ketika ia butuh seseorang untuk memahami sakitnya aku ada, dan ketika ia butuh seseorang untuk menemaninya... ya aku ada di sana, sepertinya tak ada orang lain yang bisa mengerti dirinya selain aku. 

"Dey..."

"Kenapa Chik ?" balasku kini melihatnya.

"Nathan masih sayang gak ya sama gue...?"

"Gatau yak, lu cinta pertama dia kan ya ?"

Chika menengok ke arahku dengan wajah penuh pertanyaan. Kurasa pertanyaanku cukup jelas, aku tak paham apa yang ia bingungkan.

"Maksudnya ?"

"Ya, orang pertama yang dia suka elu kan ya ?"

"Kayanya si..."

"Gue pernah baca, cinta pandangan pertama tuh bakal ninggalin bekas. Seberapa keras pun lu berusaha buat ngehapus rasa itu, cinta pandangan pertama tuh bakal terus ada di hati."

Chika melihatku skeptis. Nampaknya apa yang kukatakan terdengar absurd atau tak bisa dipercaya. Entah, aku hanya membaca itu dari sebuah buku novel yang diberikan saudaraku. Tak ada bukti ilmiah yang dapat mendukung argumen itu.

"Chik gue mau nanya deh..."

"Kenapa Dey ?"

"Kalo gue minta lu buat...ah gak jadi deh !"

=/= LoveWhere stories live. Discover now