Sorot itu begitu.... begitu.... menyakitkan.
Hingga ia pun tak kuasa.
Seolah seperti ada tangan-tangan tak kasat mata yang mencubitnya keras-keras.
Terra tak bisa membayangkan bagaimana rasanya.
Bagaimana rasanya tidak memiliki kedua orang tua.
Membayangkan ia bisa hidup tanpa Ayah dan Mamanya. Bagaimana jika mereka berdua tidak berada di dunia ini untuk menemani Terra.
Sekelebat pikiran itu membuat Terra spontan menggigit bibirnya.
Tidak!
Itu terlalu perih untuk dibayangkan!
Tapi.... Ayahnya merasakan itu semua.
Merasakan bagaiamana ia tidak mempunyai orang tua disisinya. Ayahnya tidak bisa merasakan kebahagiaan yang Terra rasakan.
"Ayah hanya punya dua makam itu," Terra mendengar Ayahnya kembali melanjutkan, suaranya serupa bisikan, namun tetap mengalir merdu, "Dan sekarang Ayah hanya sendiri--"
"Ayah tidak sendirian!"
Terra spontan memotong, kepalanya yang semua menunduk kembali menegak. "Ayah masih punya aku dan Mama!" kedua manik mawar lembut pekat itu menatap manik crimson Riku lekat-lekat, determinasi memancar kuat.
"Ayah tidak akan sendiri."
Ayahnya tampak tertegun untuk sesaat. Sebelum kemdian sudut bibirnya terangkat perlahan demi perlahan dan sebuah senyuman lembutpun terpulas disana.
Sanubari Terra diliputi kehangatan ketika melihatnya. Sorot mata Ayahnya yang semula penuh kabut kesedihan kini terganti oleh sesuatu yang lebih besar, lebih hangat--lebih bahagia. Sorot mata itu penuh afeksi.
"Benar," gumam Ayahnya lembut. Tangannya otomatis terjulur pada surai crimson yang terlihat seperti diwariskan dari Riku, "Terra benar. Ayah sudah tidak sendiri lagi," gumamnya.
"Ayah punya kalian berdua dan itu sudah lebih dari cukup."
Senyum Ayah yang selalu Terra suka kini kembali muncul.
Senyum dan usapan lembut sang Ayah di kepala Terra membuatnya tak bisa menahan diri. Terra pun tersenyum lebar.
Ia menyempatkan diri melirik Mamanya dari periperalnya--untuk menemukannya menggores ekspresi serupa dan sesekali mengusap sudut matanya.
Malam itu, Terra membuat janji dalam hati untuk tidak mengungkit apapun mengenai keluarga sang Ayah--meski ia masih memiliki banyak pertanyaan yang masih belum diutarakan.
Ia hanya tidak ingin melihat sorot penuh kesedihan hadir lagi dikedua mata lelaki yang ia sayang.
Ya...
Terra akan menganggap semuanya baik-baik saja...
Sampai suatu ketika, hari itu datang juga.
Hari dimana Terra tidak bisa menganggap semuanya baik-baik saja.
"Ayahmu itu penjahat!"
Kalimat itu membentuk frasa, hanya tersusun dari tiga kata.
Namum efeknya luar biasa.
Terra seketika membisu. Tubuhnya terasa mengkaku. Aliran darahnya seperti beku. Raganya seperti diguyur air dingin tanpa ragu.
Terra tidak menyangka kalimat itu akan diutarakan beberapa teman sekelasnya.
Dengan mudahnya. Dengan sebuah lantunan tawa mencela.
YOU ARE READING
NO EXIT : DIFFERENT IS NOT BAD
Teen FictionTerra sadar ada yang berbeda dari Ayahnya. Ayahnya berbeda.... Tetapi berbeda bukan berarti tidak baik. 'Ayahku bukan penjahat!' Rank Tag : Rank #26 TRIGGER //05-08-2022 Rank #15 Nanase Riku //07-08-2022
DIFFERENT IS NOT BAD
Start from the beginning
