Selain dua makam tua itu, Terra tidak mengetahui siapa saja keluarga utama Nanase. Selama ini ia tidak pernah keluar dari zona nyaman luang lingkup keluarga Nanase.
Terra hanya pernah bertemu seluruh keluarga cabang Nanase, sementara keluarga utama? Ia sama sekali tidak tahu siapa sebenarnya keluarga utama Nanase yang terkenal dengan pemerintahan kejam tirani dan menekan tangan kasar mereka pada setiap leher keluarga cabang Nanase lainnya.
Terra sama sekali tidak tahu.
Terra juga yakin Ayahnya bukanlah orang biasa dilihat dari segi politik dimana kepala keluarga cabang Nanase akan selalu menunggu keputusan Ayahnya dan persetujuan Mama.
Kira-kira posisi Ayah dan Mamanya seperti apa ya di keluarga utama Nanase?
Apakah kakek dan nenek di suatu tempat sana masih hidup? Atau mungkin sudah disurga seperti pemilik tubuh yang tertidur di bawah makam tua itu?
Fakta jika Ayah dan Mamanya selama ini merahasikan hal itu membuat rasa ingin tahu Terra meningkat pesat.
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di dalam kepala dan Terra butuh jawaban.
Maka malam itu, ketika ia dan orang tuanya tengah menikmati makan malam, Terra merasa ini adalah waktu yang tepat untuk menanyakannya.
"Ayah, Mama.... apakah liburan ini kita bisa mengunjungi keluarga Ayah?"
Detik selanjutnya, ruang makan luas nan megah yang semula dipenuhi oleh dentingan kaca itu berubah sunyi. Keheningan seketika menyelimuti.
Dan keheningan itu perlahan berubah mencekik.
Terra mungkin baru berusia 8 tahun saat itu, tapi ia cukup tahu kalau ia membuat suasana tidak nyaman karena pertanyaannya. Ia bergerak-gerak dikursinya, kakinya yang menggantung ketika duduk di kursi terayun-ayun--gelisah.
Terra tahu jika diam yang melanda meja mereka bukanlah diam yang mendamaikan.
Diam ini mencekat.
Ayahnya terdiam, Mamanya yang menyukai konversasi pun juga ikut terdiam.
Para pelayan yang berada di masing-masing sisi mereka untuk melayani terkadang menundukkan kepala ke bawah, para penjaga menatap ke arah lain seolah mereka tahu pertanyaan Terra sangatlah tabu di depan seorang Nanase Riku dan Nanase Tenn.
Keheningan itu bertahan cukup lama, sampai akhirnya Mama memutuskan untuk mengakhirinya.
Nadanya sangat lembut ketika ia memulai, "Terra--"
"Ayah hanya punya dua makam dibawah pohon sakura itu."
Tanpa diantisipasi oleh dirinya maupun Mama, Ayah ternyata memilih angkat bicara.
Kedua pemilih beda surai dan besa usia itu bersamaan menoleh kepada Riku, menanti apa yang akan diutarakan olehnya dengan was-was. Mama menatap Ayah alis tertekuk dalam--khawatir, mungkin. Namun Ayah masih mengunci pandangan pada Terra, enggan berpaling.
"Maafkan Ayah, Terra. Tapi Ayah sudah tidak punya Ayah ataupun Ibu."
Suara Ayahnya mengalun rendah tetapi tenang. Mengingatkan Terra pada permukaan air tak beriak. "Mereka..... mereka sudah meminggal."
Terra tertegun. Tenggorokannya terasa kering seketika mendengar pengakuan sang Ayah.
Meninggal?
Tanpa sadar kepalanya merosot tertunduk, matanya jatuh pada ujung kaki yang menggantung dibawah meja.
Sorot mata Ayahnya yang penuh kesedihan mendorong Terra untuk memutuskan kontak mata.
YOU ARE READING
NO EXIT : DIFFERENT IS NOT BAD
Teen FictionTerra sadar ada yang berbeda dari Ayahnya. Ayahnya berbeda.... Tetapi berbeda bukan berarti tidak baik. 'Ayahku bukan penjahat!' Rank Tag : Rank #26 TRIGGER //05-08-2022 Rank #15 Nanase Riku //07-08-2022
DIFFERENT IS NOT BAD
Start from the beginning
