2. Pertemuan (Heeseung)

1.8K 249 46
                                    

Aku tidak pernah percaya jika menikah adalah sumber kebahagiaan—Heeseung🍂


Seberapa banyak hal yang perlu diketahui untuk menjalani bahtera rumah tangga. Menikah itu tentu bukanlah hal yang sepele. Orang-orang harus punya mental kuat juga pegangan teguh untuk bisa menjalani kehidupan setelah menikah nanti. Setelah itu mereka juga harus memikirkan biaya dan keperluan anak setelah lahir. Juga keperluan kecil lainya. Hal itu tentu harus dipikirkan dengan sedemikian rupa. Awalnya Heeseung tidak pernah berniat untuk menikah selama hidupnya. Ia lebih suka melajang mengingat dirinya mudah-mudah saja mendapatkan gadis-gadis jika ia sedang merasa ingin berkencan. Bahkan pernah sekali Heeseung berkencan dengan janda kaya raya yang memiliki anak 2. Sudah berumur namun wajahnya masih sangat awet muda. Apalagi wanita itu juga suka sekali memberikan Heeseung hadiah yang mewah dan mahal. Tentulah hal itu tidak disia-siakan oleh Heeseung sendiri mengingat saat itu usianya masih menginjak kelas 3 SMA semester akhir. Ia butuh uang banyak untuk bisa masuk ke perguruan tinggi yang diinginkannya. Padahal orang tuanya adalah keluarga yang mampu. Hanya saja Heeseung terlanjur terbiasa mencari uang sendiri semenjak kedua orang tuanya memilih untuk berecerai. Hal itu pulalah yang menjadi alasan Heeseung untuk melajang selama masa hidupnya. Ia trauma dengan keluarganya sendiri.

"Seung, kamu teh gak capek apa ya bolak-balik dari kantor ke pabrik tahu? Kalo udah kerja kantor mah kantor aja atuh kasep. Uwak teh kasihan sama kamu. Masih muda udah kerja keras."

(Kasep—Ganteng)

"Gak papa wak. Heeseung memang pengen cari duit. Biar bisa beli rumah sendiri."

"Ih si kasep. Tinggal we atuh sama uwak sakalian. Uwak seneng pisan kalau Heeseung mau tinggal ditempatnya uwak. Nanti tidurnya bareng sama si ujang."

Entah berapa bayak sudah kasih sayang yang diterima Heeseung dari kedua orang tuanya Sunghoon. Orang tuannya Sunghoon tau jelas tentang permasalahan keluarga Heeseung. Anak itu bahkan pernah kabur dari rumahnya selama tiga hari. Selama tiga hari itu pula ia mengunggsi dirumahnya Sunghoon.

"Eee jangan wak."

"Bapa ih. Heeseung mah gak perlu diajakin tinggal sama kita. Palingan juga kalo berantem sama bapaknya dia kaburnya kemari lagi."

"Heeh. Si ujang. Bener-bener kamu teh nyak." Ayahnya Sunghoon memukul bahu anak laki-lakinya dengan pelan. Ia tau anaknya itu sangat dekat dengan Heeseung. Mereka berdua sudah berteman semenjak kelas 1 SMP. Maka dari itu ia sudah menganggap Heeseung itu seperti anaknya sendiri.

"A'a sama Heeseung berangkat dulu ya pak. Di pabrik udah rame soalnya."

"Iya Jang. Hati-hati nyak di jalan. Ulah ngebut-ngebut bawa motor teh."

(Ulah—Jangan)

"Tenang we atuh kalo sama A'a mah. Assalamualaikum."

"Waalaikum sallam."

Semakin sore semakin ramai pula orang-orang mengunjungi pabrik tahu Sumedang yang dikelola oleh keluarga Sunghoon. Pembelinya rata-rata datang dari luar daerah. Terkadang sampai satu mobil penuh per-orang pesanan yang harus diselesaikan oleh Sunghoon dan beberapa rekan kerjanya. Termasuk Heeseung sendiri. Ia sering kali membantu Sunghoon berjualan di pabriknya. Padahal pagi hari ia sudah sibuk dengan pekerjaan kantornya namun menjelang sore hari Heeseung akan datang jika masih ada waktu untuk bekerja paruh waktu disana. Hal itu dilakukannya untuk menghasilkan uang lebih banyak. Heeseung itu pekerja keras.

"Nanti malam anak-anak mau ngumpul ditempat biasa. Kamu mau ikut gabung gak Seung?"

"Gue gak bisa bro. Ada tugas kantor yang harus diselesaikan malam ini."

ENHYPEN KOMPLEK Where stories live. Discover now