Laki-laki.

Entah itu karena dia takut, atau karena trauma masa lalunya. Audrey tak ingat penyebab ia begitu menjauhi laki-laki. Ia merasa mengobrol dan bersosialisasi dengan laki-laki seakan menghabiskan energinya. Dia merasa kikuk di depan laki-laki. Dia menyadari bahwa dia bisa menjadi orang yang berbeda jika bersama laki-laki. Dan dia tak menyukainya. Sebagian karena ia terlalu waspada dan menjaga diri di depan mereka. Menjaga agar tidak mempermalukan diri. Menjaga agar mereka tidak berfikir macam-macam, menjaga agar dia tidak terlihat aneh. Menjaga dari rasa takutnya yang ia dapat dari ayahnya.

Dia ingin terlihat biasa, standar wanita pada umumnya, dia tak ingin menjadi pusat perhatian, ia ingin mengecil. Sayangnya, ia tumbuh lebih tinggi dibandingkan teman-temannya. 167, tinggi yang membuatnya menonjol kemanapun ia pergi. Waktu kecil Audrey lebih memilih menghilang dan tak terlihat. Dan dia yakin itu yang dialakukan hingga sekarang. Kemampuan bicaranya seolah hilang saat ia bersama laki-laki. Audrey membisu, tak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Lebih seringnya ia diam, membuat sebagian teman mengobrolnya putus asa dan frustasi. Sangat jarang ia bisa mengobrol dengan layak bersama laki-laki. Apalagi seseorang yang baru dikenalnya.

Audrey melirik jendela kamarnya, ia selalu memiliki angan-angan untuk tinggal di unit apartement yang memiliki taman. Dan itu tercapai, dia menyukai taman apartemen ini. Dia bisa berolah raga di taman, menikmati alam, dan mengobrol dengan tetangganya yang ramah. Mendengar suara tawa anak-anak yang bermain, menonton pasangan kekasih yang berolahraga atau pasangan lansia yang sedang menikmati senja. Semua itu seolah menghiburnya saat ia merasa terkurung dalam apartemen untuk mengerjakan bukunya. Dia terbiasa melalui aktivitas itu setiap hari. Tapi belakangan ini, dia merasa sendirian. Sejak ia keluar dari rumah Arkan, dia meraskan kesepian. Dia terbiasa sendiri, tapi sekarang sendiri terasa semakin mencekik.

Audrey bisa merasakan panas sore yang hangat dan menentramkan. Panas sore yang terlihat menggoda, jika ia bisa piknik dengan kekasih, membaca buku dibawah pohon sambil berbincang dan saling bercanda ditemani secangkir teh dengan macaron atau cup cake sebagai pendamping. Namun itu hanya khayalan karena ia tak pernah melakukannya. Isi otaknya tak dapat di prediksi oleh orang lain. Mengingat ia terlihat santai dan menikmati kehidupannya. Tapi sebenarnya, Audrey mulai resah. Dia ingin mencoba jatuh cinta. Seperti yang dialami orang lain, seperti yang dialami Anjani, seperti Cecil, atau Joe, kakaknya. Dia takut ditinggal sendirian saat yang lain mulai memilih hidup dengan pasangan masing-masing.

Saat dia kembali diam, Audrey bisa melihat Anjani yang semakin resah.

"Kau yakin?" Anjani memperbaiki posisi duduknya setelah menaik-turunkan kakinya berulang kali, gelisah. "Yakin," jawab Audrey. Tidak, dia masih ragu. Hingga saat ini dia selalu bertanya langkah mana yang membuatnya berujung seperti ini.

Anjani terdiam, memeriksa jawaban Audrey. Menatapnya, mencoba memastikan perkataannya. Anjani mendesah, "baiklah, aku tak akan memintamu menyelesaikannya lagi." Kata Anjani, dia melirik koper di depannya, "romance memang bukan hidupmu. Itu tak memberimu kebahagiaan seperti yang kau inginkan Au, mungkin genre misteri atau adventure lah hidupmu."

Romance. Ya itu awal mula semua ini. Andai ia tahu jatuh cinta itu sesakit ini, ia akan menyempatkan diri belajar terjun payung, atau setidaknya menelepon pemadam kebakaran dan berharap mereka siap siaga dengan trampoline, agar ia bisa melompat dan mendarat dengan selamat. Satu sisi di hatinya memberi semangat, bahwa setidaknya hidupnya tidak lagi hitam-putih. Setidaknya ia merasakan jatuh cinta. Setidaknya ia punya pengalaman, setidaknya ia punya kenangan, bukan lagi kertas kosong.

Audrey menarik nafas, merasa sesak. Dia melirik naskah novel di atas kasur. Bundelan kertas itu lecek dan penuh dengan corat coret dan stiker. Tentu saja itu ulah Anjani. Bukti bahwa wanita itu sering membaca novelnya. Novel yang ia garap, dan sekarang membuatnya dilema.

The Future Diaries Of AudreyWhere stories live. Discover now