1.2_such a hard time

Start from the beginning
                                    

Pelahan, dia membuka benda itu, dan kala ia menyentuh guratan angka yang terukir di sana dengan netra lelahnya, gadis itu tidak bisa lagi membendung air mata. Nominal di buku rekening itu terlampau besar. Namun, seolah belum cukup, sebuah kertas menyembul dari dalam sana, membuat Isy menariknya perlahan.

Hidup dengan baik, ya, Anak Bunda. Bunda akan berusaha menemani kamu selama yang Bunda bisa. Akan tetapi, jika lama yang Bunda harapkan itu tidak terlaksana, tolong tetap menjadi Isy yang berdiri tegak di atas kakinya, ya? Maaf, Bunda tidak bisa memberikan banyak hal buat Isy. Maaf, tidak bisa membuat kamu hidup dengan keluarga yang utuh. Semoga Isy bahagia selalu, bisa bertemu lelaki sebaik Ayah, agar bisa merasakan betapa bersyukurnya Bunda.

Di antara kesulitan yang dilalui perempuan itu, selalu Isy yang menjadi alasan. Beliau menyiapkan kehidupan yang baik untuk anak semata wayangnya, hingga tiba giliran menutup usia.

"Bunda kenapa minta maaf? Bunda, Isy ... Isy nggak butuh ini semua. Cukup Bunda di sini ...." Pilu, teramat menyayat. "Cukup Bunda aja."

Dan di titik itu, Isy menyerah. Tubuhnya meluruh, jatuh di atas karpet yang melapisi lantai keramik kamar sang ibunda. Kedua kakinya ditekuk, dijadikan satu-satunya tempat yang dia percaya untuk menenggelamkan diri, menumpahkan perih.

Takut, dia takut. Untuk kedua kalinya, harus menikmati kesendirian.

***

Tenang, menjadi kata paling asing dalam menit demi menit yang berjalan melewati Jaza. Matanya tidak berhenti melirik layar ponsel. Akan tetapi, yang terus didapatinya hanyalah gelap. Tidak ada panggilan, pun pesan masuk. Benarkah Isy baik-baik saja?

Sudah berhari-hari sejak ibunda Isy dikebumikan. Sudah selang tiga hari juga sejak sanak-saudara gadis itu bertolak menuju kediaman masing-masing, meninggalkan gadis itu seorang diri. Seirama dengan Isy yang masih saja sama, tidak banyak berbicara. Ditambah dengan nihilnya mata kuliah yang harus mereka ambil karena saat ini sama-sama sedang dalam proses penulisan skripsi, membuat Jaza kesulitan menemukan Isy di kampus.

Memang, Jaza juga mendukung agar Isy berhenti dari aktivitasnya terlebih dahulu. Entah menghadiri bimbingan skripsi, mengerjakan revisi, atau bekerja di LovALife. Akan tetapi, lelaki itu tidak dapat memungkiri bahwa dia ingin terus berada di sekitar Isy. Meski kenyataannya, tidak bisa.

Nggak usah, Jaza. I'm ok, just need time.

Begitu jawaban Isy setiap kali Jaza meminta izin untuk mendatangi rumahnya. Begitupun ketika Jaza meminta Cisca, Tiara, Nawang, atau yang lainnya untuk menemani gadis itu. Jawabannya tetap sama.

Jaza menghargai, pun tidak ingin memaksa. Akan tetapi, siapa yang tidak khawatir meninggalkan seseorang yang dia sayang sendirian menikmati kesedihan? Dia merasa tidak berguna, tidak mampu barang sedikit meringankan sedihnya.

Hal terbanyak yang bisa Jaza lakukan, hanya rutin mengirimkan makanan melalui jasa delivery. Dan ...

Yunus Sudah diterima sama Mbaknya, ya, Mas. Mbaknya kelihatan lagi sakit, ya?

... kabar yang datang dari fitur perpesanan aplikasi pesan antar yang dia gunakan. Selalu begitu. Jaza meminta agar pemberi jasa tersebut menginformasikan kondisi Isy saat menerima makanan. Selalu juga dalam beberapa hari, kalimat sejenis dia terima.

Jaza menghela napas. Sebentar lagi, dia pasti akan memperoleh pesan dari Isy, tetapi tidak banyak yang dia peroleh dari sana, terutama tentang kepastian kondisi gadis itu.

Isy Jaza, makasih.

Benar, bukan?

Jaza tersenyum, sebelum menyimpan file skripsi yang sedang dia kerjakan dan mengetikkan balasan untuk gadis itu.

Jaza Sama-sama. Eat well, Sayang.

Isy Iya, kamu juga.

Percakapan itu akan selesai di sana. Lebih tepatnya, ketika Jaza menawarkan untuk datang dan Isy hanya meninggalkannya dalam status delivered, atau kadang sudah dibaca tetapi tidak ditanggapi.

Namun, kali ini Jaza tetap ingin mencoba peruntungan. 

Jaza Kangen.
Jaza May I come?

Terhitung hampir sepekan mereka tidak bertemu, dan kata itu tentu bukan bualan belaka. Meski Jaza baru berani mengatakannya sekarang, takut membebani Isy yang masih ingin sendirian.

Jaza menunggu dengan perasaan berdebar, berharap kali ini akan mendapatkan jawaban yang berbeda. Lalu detik kemudian, genggamannya pada ponsel mengerat, berikut dengan jarak benda pipih terhadap mata yang dia persempit. Tepat ketika status mengetik terlihat di bawah nama Isy.

Isy Besok aja. I've something to do.

Tidak apa. Meski harus besok, Jaza akan menunggu. Respons gadis itu sudah lebih dari cukup membuatnya senang, tersenyum lebar.

Dalam kegembiraan yang menyambanginya, Jaza amat berharap bahwa Isy akan segera baik-baik saja.

Dalam kegembiraan yang menyambanginya, Jaza amat berharap bahwa Isy akan segera baik-baik saja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Halooo. How's life? Kalau lagi nggak baik, semoga nggak baiknya segera hilang, ya hehe. Anddd it's ok, not to be ok. Aku juga nggak lagi sebaik ituuu (eh, malah curhat haha). Semoga tulisan ini bisa mengurangi sedikit sedihnya kamu, yaaa (kalau ada).

Oh iya, extra chapter ini bakal sedikit panjang. Sekitar 6-7 part. Kamu boleh cukup baca di mana pun, karena aku nggak bisa janjiin buat update cepet. Sorryyy.

See youuu.

July 28, 2022

AN

Protect At All Costs (END)Where stories live. Discover now