Part 04

132 29 4
                                    

Sepanjang perjalanan tadi malam aku berdoa semoga tidak harus berpapasan lagi dengan anak-anak Keluarga Harrington ataupun orang tua mereka. Bisa dibilang aku bahkan harus mengendap-endap hanya untuk kembali ke pondok.

Jadi ketika aku menyadari bahwa pagi ini adalah hari pertamaku sekolah, rasanya aku ingin pura-pura sakit dan membolos saja.

"Tidak ada makanan. Ayah tidak terbiasa makan pagi," ucap ayahku ketika melihatku keluar kamar pagi ini. "Pergilah ke rumah utama. Kau diundang makan di sana. Kau juga bisa menanyakan tentang sekolah barumu pada bos ayah."

Maka di sinilah aku sekarang, mengumpulkan tenaga untuk berhadapan dengan Keluarga Harrington. Aku mengetuk perlahan pintu rumah utama, lalu berdiri menunggu.

"Apakah itu Kau, Emily? Masuklah, pintunya tidak dikunci." Suara Nyonya Harrington terdengar dari dalam.

Dengan ragu-ragu, aku membuka pintu tersebut. Aroma bacon yang digoreng segera menyapa penciuman, disertai aroma mentega dan entah aroma lain apa yang menggugah selera.

"Duduklah, sarapan hampir siap."

Aku mengikuti arah suaranya dan menemukan dapur yang juga merangkap ruang makan kecil.

"Ada yang bisa kubantu?" tanyaku ragu-ragu.

"Kau yakin mau membantu? Aku mungkin akan memanfaatkan tenagamu secara gratis," ucap Joanne sambil tersenyum kecil.

"Saya akan menghabiskan makanan Anda secara gratis," balasku mengingatkan.

Joanne memutar mata. "Aku sudah melihatmu makan kemarin. Kau tidak mungkin makan lebih banyak dari pada para anak laki-lakiku. Mereka seperti monster."

"Aku bisa saja monster yang berpura-pura makan sedikit."

"Hm, betul juga. Kurasa aku memang harus memanfaatkanmu. Baiklah, kalau begitu. Kau bisa membuat telur orak-arik?"

Aku mengangguk cepat dan menunjuk kompor lain di sebelah yang sedang Joanne pakai. "Aku pakai kompor yang itu?"

"Benar. Telurnya di kulkas, ambillah untuk porsi makan 15 orang. Lalu di sana tempat mangkuknya."

"15 orang?" tanyaku memastikan.

"Sudah kubilang kan, anak-anak lelakiku semuanya monster. Mereka makan seperti mesin."

Aku tersenyum kecil dan mulai bekerja. Sepanjang waktu ditemani Joanne yang berceloteh menceritakan tentang saat-saat dimana ia kewalahan memasak untuk keluarga besarnya itu. Tapi walau dipenuhi keluhan, senyum lembut nan geli selalu mewarnai wajahnya. Jelas ia sangat menyayangi monster-monster tersebut.

Tidak lama kemudian, suara derap langkah terdengar menuruni tangga. Suaranya seperti ada sekelompok kuda yang akan berpacu. Padahal aku tahu itu hanya suara 4 orang pemuda. Pantas saja Joanne menyebut mereka seperti monster.

"Pagi, Mom."

"Selamat pagi, Mom."

"Aromanya enak."

"Oh, ada tamu?"

Komentar yang terakhir berasal dari Jace, bahkan tanpa menoleh aku bisa mengenali nadanya yang sok ceria.

"Anak-anak, ini Emily. Aku sudah menceritakan tentangnya kemarin. Kalian ingat?" ujar Joanne.

Aku melambaikan tangan dan tersenyum.

"Tentu," ujar Jake.

"Hai, Emily," sapa si kembar bersamaan.

"Senang bertemu denganmu. Selamat datang di Keluarga Harrington, Sister." Jace tersenyum lebar dan menyapa dengan antusias. Kurasa di antara kami berlima dia yang paling berbakat menjadi aktor.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 20, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Emily (One Shot - On HOLD)Where stories live. Discover now